Pertunjukan Teater Visual


Jose Rizal Manua


Pertunjukan Teater Visual

Setelah meraih penghargaan The Best Performance pada The Asia-Pacific of Children’s Theatre di Toyama, Jepang, 1 – 5 Agustus 2004, Teater Tanah Air mendapat kesempatan untuk mengikuti 9th World Festival of Children’s Theatre yang akan berlangsung Tanggal 14 – 22 Juli 2006 di Lingen (Ems), Jerman. Tentu saja berita ini sangat menggembirakan. Karena sejak pertama kali diselenggarakannya festival teater anak-anak se- dunia tahun 1990, di Lingen (Ems), Jerman, Indonesia belum pernah mengikutinya.

Beberapa surat kabar memberitakan keikut-sertaan Teater Tanah Air pada 9th World Festival of Children’s Theatre, mendatang, pada suatu hari Mas Putu Wijaya menelpon saya. Mengatakan bahwa, Mas Putu bersedia untuk menuliskan ceritanya. Saya girang bukan kepalang! Segera saya sambut kesediaan Mas Putu menuliskan cerita untuk Teater tanah Air. Oya, Mas Danarto ketika itu belum siap untuk menuliskan cerita untuk pementasan berikutnya.

Sepulangnya dari Toyama, Jepang, saya pun segera mempersiapkan diri dengan melakukan latihan-latihan rutin, sambil menyeleksi anak-anak yang akan diikutkan dalam pementasan, pada 9th World Festival of Children’s Theatre yang  berlangsung di Lingen (Ems), Jerman tersebut. 

The Welt-Kindertheater-Fest (Festival Teater Anak-anak se- Dunia), adalah festival teater anak-anak internasional pertama yang menampilkan pertunjukan eksklusif oleh anak-anak. Festival pertama berlangsung di Lingen (Ems), Jerman pada tahun 1990. Sejak itu, telah dipentaskan setiap dua tahun sekali, lokasi bergantian antara "kota kelahirannya" Lingen (Ems), dan berbagai kota di seluruh dunia.

Sedikit akan saya lukiskan keberlangsungan Festival Teater Anak-anak se-Dunia ini.

Sejarah Festival Teater Anak-anak se- Dunia:

Pada tahun 1981, Norbert Radermacher, membuat program untuk teater anak-anak di pusat pendidikan teater TPZ Lingen. Dua tahun kemudian, TPZ menyelenggarakan acara kecil-kecilan yang disebut Kinder spielen und tanzen für Kinder (Bermain dan menari dari anak-anak untuk anak-anak).

Beberapa tahun kemudian, Radermacher - saat itu direktur TPZ - mengembangkan gagasannya untuk menciptakan festival teater internasional untuk anak-anak, mirip dengan Festival Teater Dunia untuk orang dewasa. 

The Welt-Kindertheater-Fest pertama kali dikembangkan dan dipentaskan di Lingen pada tahun 1990, dengan kerjasama dari "Asosiasi Teater Amatir Internasional" (IATA / AITA), Pusat Teater Anak dan Pemuda dari Republik Federal Jerman, dan Teater Anak Internasional. Melalui Perusahaan (ICTC).

Sejak itu, festival ini diadakan setiap dua tahun sekali, lokasinya berganti-ganti antara Lingen dan berbagai kota di seluruh dunia. Satu-satunya pengecualian adalah tahun 2012: festival seharusnya berlangsung di Sydney, Australia, tetapi dibatalkan oleh penyelenggara.

Tempat yang pernah dilangsungkannya FestivalTeater Anak-anak se- dunia:

• 1990 - Lingen (Ems) / Jerman

• 1992 - Antalya / Turki• 1994 - Lingen (Ems) / Jerman

• 1996 - Kopenhagen / Denmark• 1998 - Lingen (Ems) / Jerman• 2000 - Toyama / Jepang

• 2002 - Lingen (Ems) / Jerman

• 2004 - Havana / Kuba• 2006 - Lingen (Ems) / Jerman• 2008 - Moskow / Rusia• 2010 - Lingen (Ems) / Jerman

• (2012 - Sydney / Australia (dibatalkan))

• 2014 - Lingen (Ems) / Jerman

• 2016 - Stratford (Ontario) / Kanada

* 2018 - Lingen (Ems) / Jerman

Alhamdulillah, pada 15th World Festival of Children’s yang berlangsung di Lingen (Ems), Jerman, tahun 2018 tersebut Teater Tanah Air oleh Forum Sutradara dinobatkan sebagai The Best Performance. Dengan diselenggarakannya diskusi yang hangat seusai pementasan HELP!, karya Putu Wijaya oleh Teater Tanah Air.

Persiapan Pementasan

Untuk mempersiapkan pementasan Spectacle WOW A Visual Theatre Performance, saya menyelenggarakan serangkaian latihan-latihan untuk pembekalan, agar anak-anak nantinya mampu mempresentasikan, mengekspresikan dan mengaktualisasikan diri dalam pementasan.

Inti pelajaran teater yang saya peroleh dari Bengkel Teater Jogja, Teater Mandiri Putu Wijaya, dan IKJ (institut Kesenian Jakarta), yang dosen-dosennya, antara lain; Wahyu Sihombing, Tatiek Maliyati WS, D. Djajakoesoema, Wiratmo Soekito, Pramana Padmodarmaya, dll. Inti dari pelajaran yang saya terima dari Bengkel Teater Jogja adalah rutin, seketika, dan stand-bye. Pengertiannya; melalui rutin, kita akan sampai atau mencapai suasana meditatif (suasana perenungan yang sangat diperlukan oleh seorang aktor atau sutradara). Melalui seketika, kita akan sampai atau mencapai suasana spontanitas dan kemampuan berimprovisasi. Dan melalui stand-bye, kita akan sampai atau mencapai suasana tanggap dan waspada, suatu sikap yang sangat diperlukan oleh seorang aktor atau sutradara.

Dari Teater Mandiri pimpinan Putu Wijaya, saya menyerap pelajaran “Bertolak Dari Yang Ada”, “Teror Mental” dan Anekdot.

- Bertolak Dari Yang Ada, artinya, kita harus memaksimalkan apa yang ada pada kita atau apa yang ada di sekitar kita secara estetik dan artistik.

- Teror Mental, artinya, mengganggu panca-indera dan kejiwaan penonton agar terus terlibat sepanjang pertunjukan berlangsung.

- Anekdot. artinya, menghadirkan sketsa-sketsa lucu yang sederhana, yang mungkin luput dari perhatian kita.   

Di samping itu kesadaran akan desa-kala-patra (tempat-waktu-situasi/ kearifan lokal Bali), membuat saya harus memaksimalkan apa pun yang ada, apa pun yang kami miliki melalui kekayaan artistik yang ada pada kami.

Saya membangun setting peristiwa (set dekot, kostum, tata rias, dan tata cahaya) dari bahan-bahan yang sederhana dan murah. Misalnya, untuk pementasan “Tontonan WOW Pertunjukan Teater Visual”, saya hanya menggunakan sebuah layar putih, kostum dan boneka dari kain belacu, dan beberapa buah lampu spot yang ditembakkan ke layar untuk efek bayangan. 

Semua Pelajaran yang saya terima, saya wujudkan melalui latihan-latihan yang berbentuk permainan-permainan atau game-game. Yang bersumber dari permainan rakyat yang ada di penjuru dunia. Yang tentunya disesuaikan dengan kemampuan anak. Permainan-permainan atau game-game itu biasanya saya aktualisasikan dalam bentuk kekinian. Seperti latihan “Menghindar dari serangan lebah”, “menyusun cerita”, “perlombaan menyanyi”, “menjadi kelabang”, gerakan bisu”, “mencari benda yang tersembunyi”, “saling menyalahkan”, dan banyak lagi. Semua contoh-contoh ini, akan dijabarkan di bagian belakang.

Latihan permainan/ game, ini biasanya bisa berlangsung sampai 3-4 bulan. 

Diharapkan melalui latihan permainan/ game ini, kekayaan yang tersimpan di dalam diri anak atau semangat bermain dari setiap anak dapat dimaksimalkan. Dengan begitu, anak-anak akan dengan mudah memasuki naskah yang akan dipentaskan dan menggali perannya masing-masing.

Sebagai selingan atau rekreasi (semua latihan pun sebaiknya diperlakukan sebagai rekreasi), anak-anak saya latih membatik, melukis, atau menulis puisi.

Untuk mempersiapkan pementasan WOW, karya Putu Wijaya, yang menekankan pada semangat bermain anak. Latihan-latihan yang berbentuk dolanan saya perbanyak. 

Peran orang tua dalam proses kreatif WOW sangat signifikan. Pada jadwal-jadwal latihan, setiap orang tua anak-anak secara bergantian, masing-masing membawa makanan. 

Pada jam-jam istirahat diisi dengan kelakar/ bergurau senda. Sambil saling bercerita tentang berbagai hal ringan dan menyenangkan.

Untuk memaksimalkan kemampuan anak-anak, saya mengundang/ mengajak teman-teman seniman untuk turut mendukung gagasan saya; saya mengundang/ mengajak Jecko Siompo Kurniawan untuk melatih gerak dan tarian Papua, saya mengundang/ mengajak Yayu AW Unru untuk melatih pantomim, saya mengundang/ mengajak Retno Nurmilawanti untuk melatih tari Betawi, dan Risa untuk melatih tari Dayak. Untuk artistik/ senirupa, saya mengajak Hardiman Radjab dan Tantio Adjie. Sedangkan untuk musik dan suara saya percayakan kepada Idrus Madani, untuk melatihnya.

Variasi latihan serupa ini membuat anak-anak tidak menjadi jenuh. Bahkan membuat anak anak semakin bergairah dan bersemangat.

Latihan setiap hari yang berlangsung selama tujuh bulan, tidak menjadi beban bagi anak-anak.

Puncaknya adalah ketika Teater Tanah Air meraih penghargaan The Best Performance pada, 9th World Festival of Children’s Theatre yang berlangsung Tanggal 14 – 22 Juli 2006 di Lingen (Ems), Jerman.


Staf Produksi Spectacle WOW A Visual Theatre Performance:


Tontonan

WOW 

Pertunjukan Teater Visual 

Karya Putu Wijaya

Sutradara Jose Rizal Manua

Penata Artistik Hardiman Radjab

Penata Musik Idrus Madani

Penata Gerak/ Tari Jecko Siompo Kurniawan, Yayu AW Unru, Retno Marnilawanti, Riza

Penata Cahaya Sanca Khatulistiwa

Pimpinan Nunum Raraswati

Produksi Teater Tanah Air


PARA PEMAIN:

Nuansa Ayu Jawadwipa

Nusa Kalimasada

Niken Flora Rinjani

Adinda Fudia Hanamichi

Ratnaganadi Paramita

Nurria Animbang Ganes

Achmad FadillahTiara Ayu Saputri

Ita Jayanti Puspitasari

Levi Mulia Wardana

Rwanda Sutedira

Havel Hardian

Febrio Giring Tolangga

Anggarawidhi


Ringkasan Cerita:


Tontonan penuh musik, lagu, gerak, tari, tata cahaya dan berbagai visualisasi untuk menyalurkan enersi. 


Anak-anak dari seluruh penjuru dunia bermain bersama di bawah sinar bulan purnama. Dalam bermain mereka melupakan perbedaan dan belajar untuk saling tolong menolong. Dalam bersama mereka menjadi indah. 


Tetapi karena keasyikan bahaya datang. Bulan dicuri dan dimakan oleh Sang Kala. Anak-anak panik dan itu membuat mereka saling salah menyalahkan sehingga mereka semakin runyam. 


Hampir saja mereka berhasil dimusnahkan oleh Nenek Siluman. Untunglah yang paling kecil segera sadar dan berteriak mengingatkan. Mereka kembali bersatu dan dengan mudah menyingkirkan semua bahaya itu. 


Ternyata bulan hilang karena mereka semuanya tertidur.Malam telah larut mereka harus pulang. Karena besok banyak tugas menanti.


Sekarang mereka tahu bermain pun harus pakai batas. Mereka melepas bulan pulang ke rumahnya, mereka pun sudah dijemput orang tua untuk kembali ke dalam kehidupan nyata sesudah bermain di alam imajinasinya.


Untuk mengikuti 9th World Festival of Children’s Theatre yang berlangsung di Lingen (Ems), Jerman, tanggal 14 – 22 juli 2006, diikuti oleh 24 negara. Di antaranya; Belanda, El Savador, Uganda, Singapura, Simbabwe, Jerman, Rusia, Ukraina, Estonia, Slovenia, USA, India, Bulgaria, Finlandia, dan Jepang, 


Teater Tanah Air memilih naskah Spectacle WOW A Visual Theatre Performance karya Putu Wijaya. Naskah WOW ini merupakan tontonan penuh musik, lagu, gerak, tari, tata cahaya dan berbagai visualisasi untuk menyalurkan enersi. 


Anak-anak dari seluruh penjuru dunia bermain bersama di bawah sinar bulan purnama. Dalam bermain mereka melupakan perbedaan dan belajar untuk saling tolong menolong. Dalam bersama mereka menjadi indah. 


Tetapi karena keasyikan bahaya datang. Bulan dicuri dan dimakan oleh Sang Kala. Anak-anak panik dan itu membuat mereka saling salah menyalahkan sehingga mereka semakin runyam. 


Hampir saja mereka berhasil dimusnahkan oleh Nenek Siluman. Untunglah yang paling kecil segera sadar dan berteriak mengingatkan. Mereka kembali bersatu dan dengan mudah menyingkirkan semua bahaya itu. 


Ternyata bulan hilang karena mereka semuanya tertidur.


Malam telah larut mereka harus pulang. Karena besok banyak tugas menanti.Sekarang mereka tahu bermain pun harus pakai batas. Mereka melepas bulan pulang ke rumahnya, mereka pun sudah dijemput orang tua untuk kembali ke dalam kehidupan nyata sesudah bermain di alam imajinasinya.


Pesan yang ingin disampaikan adalah, tentang pentingnya kebersamaan, dan gotong-royong. Dan, bahwa bermain ada batasnya.

Menjelang Keberangkatan

Minggu, tanggal 8 Juli 2006 malam, Teater Tanah Air mengadakan selamatan yang dihadiri oleh kerabat dan orang tua anak-anak. Bertempat di teras Graha Bhakti Budaya- Taman Ismail Marzuki. Ibu-ibu para anggota Teater Tanah Air yang menjadi “tulang punggung” acara syukuran ini menggelar tikar dan mempersiapkan tumpeng.

Syukur Alhamdulillah, untuk mengikuti festival teater anak se- dunia ini, Teater Tanah Air mendapat dukungan dari Wakil Presiden Yusuf Kalla, Kementerian Pariwisata, dan para donatur. Peggy Melati Sukma dan Santy Siansari sangat besar perannya dalam upaya mencarian dana.

"Saya surprise (kaget) ada teater anak-anak di Indonesia ikut festival dunia. Terus terang saya belum pernah dengar anak-anak main teater. Kalau tak bisa ikut World Cup, yaa..lumayan ikut festival teater," kata Wapres Jusuf Kalla di kediaman Jl Diponegoro Jakarta, Sabtu. Pernyataan Wapres tersebut diungkapkan seusai menerima delegasi 14 anak-anak Indonesia yang tergabung dalam Teater Tanah Air yang akan ikut dalam Festival Teater Anak-anak Tingkat Dunia ke-9 di Lingen Jerman pada 14-22 Juli mendatang.

Pada kesempatan itu, Wapres Jusuf Kalla mengatakan pemerintah mendukung kegiatan seni dan budaya seperti ini. Selain itu, tambahnya pemerintah juga mengucapkan selamat kepada anak-anak yang memilii prestasi seperti ini. Sebelumnya pada dua tahun lalu, pada festival yang sama yang dilaksanakan di Toyama, Jepang pada 1 s/d 8 Agustus 2004, Indonesia meraih emas untuk kategori The Best Performance. Untuk meraih prestasi seperti itu, Wapres berpesan agar anak-anak bisa menjaga semangatnya. Selain itu, tambah Wapres bakat-bakat seni budaya seperti ini harus kita dukung bersama. "Yang penting kita dukung bersama, tidak hanya pemerintah saja," kata wapres. Pada kesempatan tersebut, Wapres berjanji akan memberikan bantuan uang saku kepada anak-anak yang akan tampil pada festival tersebut.

Saya memperkirakan bahwa Tontonan WOW akan memberikan warna tersendiri di ajang festival bergengsi tersebut. Naskah yang ditulis oleh Putu Wijaya sangat istimewa, dan dibangun oleh struktur dramatik yang unik. Beberapa seni tradisi Indonesia; Jawa, Bali, Dayak, Papua berkelindan dalam peertunjukan. Yang telah kami latih selama 7 bulan. Selalu saya katakana kepada anak-anak, bahwa kita tidak hanya akan menyelenggarakan pementasan. Tapi kita akan membuat sejarah!

Di luar pementasan untuk festival, saya menyiapkan beberapa lagu dan tari daerah yang diiringi oleh 14 tifa. 

Pengalaman mengikuti The Asia-Pacific Festival of Children’s Theater yang kami ikuti tahun 2004 sangat membesarkan hati.Tanggal 13 Juli 2006 subuh Teater Tanah Air yang terdiri dari 24 rombongan bertolak ke Jerman. Tanggal 14 Juli 2006, Teater Tanah Air mengikuti karnaval menuju ke pusat kota, untuk acara pembukaan festival. Pembukaan festival ini dihadiri oleh 20.000 pengunjung yang sangat antusia. Pembukaan berlangsung sangat meriah, karena Festival Teater Anak se- Dunia ini merupakan pesta yang menjadi kebanggaan masyarakat kota Lingen.


Stan Pameran Indonesia

Teater Tanah Air (TTA) sebagai wakil Indonesia di Festival Teater Anak Internasional ke- 9 di Lingen, Jerman, mendapat mendapat sambutan yang sangat baik. Bahkan, dari 24 negara peserta, Indonesia menjadi  salah satu pavorit warga Lingen. Setidaknya ini bisa dilihat dari hari keluarga 16 – 17 Juli. 


Stan Pameran Indonesia yang digawangi oleh Sanca Khatulistiwa, sepanjang hatri penuh pengunjung. Hiasan ondel-ondel gabus lengkap dengan kembang mayang kertas warna-warni (bunga kelapa) menjadi daya tarik warga kota di bagian barat Jerman itu.

Bahkan, 4 ondel-ondel gabus yang dihiasi kembang mayang di bagian kepalanya itu langsung dikerubuti pengunjung. Tidak peduli tua, muda, anak-anak, semua berebut meminta hiasan itu.pimpinan Teater Tanah Air, Nununm Raraswati yang siang itu berada di stan pameran akhirnya menyerah dan membiarkan para pengunjung mencabuti kembang mayang kertas khas Betawi itu. 

“Mereka pada berebut. Daripada rusak, mending kita persilahkan sajauntuk diambil, itung-itung buat souvenir mereka,” ujar wanita yang akrab dipanggil  Mbak Nungki ini sambil tertawa. Sore hari sebelum hari keluarga berakhir, empat buah ondel-ondel gabus yang berada di stan Indonesia sudah gundul. Dan di acara festival terlihat anak-anak, tua, muda memasang kembang mayang Betawi di rambutnya atau sekedar di bawa-bawa.

Melihat antusias warga Lingen yang ada di stan Indonesia, saya berinisiatif membagikan pensil kepada para pengunjung. Pensil dengan hiasan wayang pada bagian ujungnya ini pun kembali menarik ratusan pengunjung. Anak-anak setempat Nampak begitu senang mendapatkan bingkisan pinsil ini. “Pensil kita sudah habis, juga kembang mayang sudah ludes,” ujar Sanca, official TTA.

Dengan kembang mayang menghias kepala penonton menghadiri pementasan dari Jepang dan Jerman. Grup Jerman membawakan lakon berjudul Die Bruder Lowenherz atau Hati Singa Bersaudara. Yang menarik, mereka memilih alam terbuka di sekitar Lingen untuk menjadi panggung pementasan. 

Sementara Wada Asako Dancing Company asal Toyama, Jepang, tampil di gedung teater Wilhenshohe. Suguhannya penuh cita rasa Eropa.

Sementara itu, kemarin anak-anak anggota Teater Tanah Air mengikuti workshop teater. Workshop tersebut berlangsung saru hari penuh. Selama di Lingen, anak-anak TTA homestay, tinggal di rumah keluarga Jerman.

Kehadiran Duta Besar Indonesia untuk Swis, Bapak Makarim Wibisono, tanggal 19 Juli 2006, menambah semangat rombongan Teater Tanah Air. Bapak Makarim menyatakan dukungan penuh kepada Teater Tanah Air, yang menjadi duta budaya Indonesia. “Saya berharap agar Teater Tanah Air mampu membawa nama baik Negara kita. Pemerintah tentu memberikan dukungan penuh untuk itu,” ujarnya.

Perwakilan Diplomatik Indonesia untuk Jerman yang didelegasikan kepada Konsulat Jenderal yang beradadi Hamburg mengirim satu karung beras lengkap dengan rice cooker dan lauk pauk khas Indonesia menjadi teman makan siang seluruh anggota TTA.

Sementara itu, pada hari ketiga Festival Teater Anak Internasional ke- 9 di Lingen, Jerman, giliran kelompok junior Leipzeger Tanztheater asal Jerman dan sekolah teater  De Amersfootes asal Belanda unjuk gigi. Belanda tampil di pusat kebudayaan St. Michael dan Jerman di teater Wilhemshohe.

Suasana santai terlihat pada hari keempat Festival Teater Anak Internasional ke- 9 di Lingen, Jerman. Anak-anak dari 24 negara semakin akrab berinteraksi. Tak terkecuali peserta dari Indonesia yang diwakili Teater Tanah Air (TTA). Main sepeda hingga main sepak bola bersama menjadi acara rutin anak-anak TTA. Bahkan, antar Negara terlihat saling bertukar permainan tradisional.

Nusa Kalimasada, Achmad Fadil, Rio Tolangga, Dada Waras dan Levi Mulia menjadi tim sepak bola dadakan Indonesia. Mereka bertanding melawan anak-anak Belanda. “Kita menang sama Belanda. Skornya 5-3,” kata Tiara yang menjadi penjaga gawang. 

Kegiatan kemarin, anak-anak mengikuti Family Camp di Emsland. Anak-anak dibiarkan bermain sesuka hati di dunia fantasia la Lingen yang terletak di tepi sungai Ems ini. 


Sementara itu, yang tampil di festival giliran India, Ukraina, dan Bulgaria. Peserta dari tiga negara ini mampu memberi warna baru selama festival berlangsung.


Penonton Tunggu Kejutan Indonesia


Kamis, 20 Juli 2006 menjadi saat paling menegangkan bagi Teater Tanah Air (TTA) yang mewakili Indonesia dalam festival ke- 9 teater anak internasional di Lingen (Ems), Jerman. Penampilan Indonesia pada malam terakhir festival ini ternyata sangat ditunggu banyak pihak


Panitia mengatakan tiket pertunjukan yang dibandrol 5 euro untuk pertunjukan Indonesia sudah habis sejak tiga hari sebelumnya. Bahkan, beberapa orang warga setempat sempat mendatangi stan Indonesia untuk mencari tiket yang tersisa untuk penampilan TTA.


“Saya sudah memiliki dua tiket. Tapi, apakah masih ada tiket lagi? Panitia mengatakan tiket untuk pertunjukan Indonesia sudah habis,”  ujar Winkellman, salah seorang orang tua asuh anak-anak TTA. Laki-laki berkumis tebal ini mencari dua tambahan tiket untuk tetangganya yang penasaran dengan penampilan Indonesia.


Hal serupa juga dialami Zusane, warga setempt. “Sampai hari ini saya belum bendapatkan tiket. Saya terus mencoba untuk mendapatkannya dari panitia. Kami belum tahu apakah mereka akan menyediakan tempat duduk ekstra untuk penonton,” kata wanita berambut pendek ini.


Sementara itu, sepanjang pagi hingga sore kemarin tim TTA terus mempersiapkan diri untuk pementasan malam terakhir festival. Sejak siang usai mengikuti workshop, anak-anak anggota TTA langsung berkumpul di stan Indonesia. Saya mengajak anak-anak untuk melatih beberapa adegan.


Penonton Tertawa Lepas dan Ikut Menangis


Malam yang ditunggu-tunggu telah tiba. Kamis malam waktu setempat Teater Tanah Air (TTA) mendapat kehormatan tampil pada puncak Festival Teater Anak Internasional ke- 9 di Lingen (Ems), Jerman. Ketua Internasional Amateur Teater Assosiation Norbert Radermacher memuji penampilan TTA. Sebab, penampilan TTA memang sangat berbeda dengan tim dari Negara lain. TTA memilih memainkan naskah karya Putu Wijaya berjudul WOW ke dalam sebuah pementasan visual yang imajinatif. Pentas dibuka dengan permainan wayang naga yang bergerak lambat hendak menerkam bulan purnama. 


Pembukaan ini langsung membuat para penonton terpukau. Wajar saja, Indonesia menjadi satu-satunya tim yang ikut menempatkan layar background panggung sebagai elemen melekat pada pementasan. Pementasan dari Negara lain sebagian besar hanya menempatkan layar sebagai background panggung sebagai setting pemanis saja. Dan tidak sedikit yang justru sama sekali tidak memanfaatkan setting panggung dengan maksimal. 


Menariknya lagi, tidak ada penokohan dalam WOW,. Anak-anak dibiarkan bebas bermain memerankan diri mereka sendiri. Cerita tentang bulan yang hilang tercuri nada saat anak-anak bermain dan berakhir dengan pertempuran antara naga dengan boneka raksasa bernama Otong Bule menjadi garis besar pementasan. 


Kisah yang ingin menyampaikan pesan, bahwa dalam segala hal ada batasan, termasuk saat anak-anak bermain, disampaikan lewat permainan, tarian, nyanyian dan pantomim. Permainan pantomim menjadi salah satu adegan paling banyak mendapat sambutan, dalam pementasan yang berlangsung satu jam itu. 


Teater Tanah Air juga menjadi satu-satunya tim yang berhasil mengaduk-aduk emosi penonton. Saat adegan pantomim berjalan, semua penonton tua maupun muda tertawa lepas. Dan ketika cerita bergulir pada saat anak-anak sedih karena kehilangan bulan setelah naga memakannya, tidak sedikit penonton yang ikut menangis. Saya sebagai sutradara, Jecko Siompo sebagai penata gerak,  dan Idrus Madani sebagai penata musik dan kebolehan anak-anak TTA berperan di atas panggung terbukti berhasil menghadirkan sisi dramatis dari naskah WOW. 


Pentas TTA memang layak disebut sebagai pengejut festival, sebagian besar peserta menampilkan gaya berteater orang dewasa. Jika tidak bergaya dewasa, pertunjukan hanya berhenti pada “hiburan” atau parade seni tradisi masing-masing Negara di atas panggung. 


Festival ini diadakan dengan upacara penutupan sore kemarin. Hingga berita ini diturunkan, upacara penutupan masih berlangsung.  


Dipuji Terbaik Sepanjang FestivalSeperti sudah diperkirakan sebelumnya, penampilan TTA benar-benar menjadi pentas puncak festival teater dua tahunan itu. Sekitar 750 tiket terjual habis. Tidak ada tempat duduk tersisa dan puluhan penonton harus rela duduk di tangga ruang pementasan.              


Pentas TTA dihadiri oleh para pejabat diplomatik Indonesia di Jerman. Duta Besar Indonesia untuk Jerman Makmur Widodo yang berhalangan diwakili oleh isterinya Ny. Makmuroh Widodo. Kepala Kanselir Kedutaan Besar RI di Jerman Wajid Fauzi, Plh. Konsul Jenderal Indonesia di Hamburg Chandra Gandasubrata, dan para staf Kedutaan Besar yang hadir juga tak luput dari “sihir” TTA. Anak-anak TTA dan para ofisial usai pementasan mendapat kehormatan jamuan makan malam di sebuah restorant, berubah saat Ketua Internasional Amateur Teater Assosiation Norbert Radermacher yang juga orang nomor satu festival ini menyediakan museum teater Lingen sebagai tempat jamuan makan malam. Indonesia menjadi satu-satunya tim yang mendapat kehormatan semacam ini.                  


Usai pementasan, Ketua Internasional Amateur Teater Asosiation Norbert Radermacher naik ke atas pentas. Salah satu tokoh teater anak di Jerman ini mengatakan, penampilan Indonesia berbeda dengan yang lain. “Ini adalah salah satu penampilan terbaik sepanjang festival,” ujarnya.


Kritikus Teater Raphael Bonitz dari Jerman me-review pementasan Specracle WOW A Visual Theatre Performance, dari Teater Tanah Air, sebagai berikut:


FESTIVAL TEATER ANAK SE-DUNIAOleh : Raphael Bonitz- Jerman


“Alam tidak tergantikan” Anak-anak Indonesia sebagai duta budaya mereka. Di bawah bulan, anak-anak bermain dan bermimpi. Apa yang terjadi jika kejahatan akan mengambil bulan dan memakannya?Teater Tanah Air dari Jakarta memainkan pertunjukan “Spectacle WOW A Visual Theatre Performance” di Festival Teater Anak Sedunia (World Kinder Theatre). Ini adalah contoh utama bagaimana teater anak-anak dapat ditampilkan dengan penuh keceriaan dan kegembiraan, dengan keseriusan dan keinginan anak-anak untuk bermain teater dengan kesungguhan itulah alam yang tak tergantikan.


Tahap disain panggung hanya terdiri dari kain putih besar. Layar tersebut digunakan “Teater Tanah Air” sebagai elemen yang sangat efektif. Kunci adegan seperti perampokan bulan dan pertarungan terakhir antara baik (diwakili anak-anak) dan jahat (Raksasa pada layar) terlihat sangat nyata, sebuah langkah cerdik. Oleh karena itu, adegan terasa sangat menakutkan, tetapi tidak ada darah yang tertumpah sama sekali. Namun, ini tidak boleh disebut bahwa pertunjukan ini tidak menakutkan. Tidak, pertunjukan ini juga banyak adegan yang sangat lucu. 


Untuk memainkan adegan ke adegan lain dan waktu untuk bersiap-siap adalah dengan teriakan yang diiringi gerak pantomim. Para aktor muda menunjukkan bakat komedi mereka yang luar biasa dan mendapatkan tepuk tangan terus menerus. Hal lainnya yang mendukung pertunjukan ini adalah musik dan tarian. Mereka mengikuti cerita rakyat Indonesia, dan menjadi aktor yang sekaligus menjadi duta budaya Indonesia.


Lampu dan kostum yang indah dan mengintensifkan kesan tanpa membosankan. Dengan bantuan dari anak yang terkecil, sangat mungkin untuk mengalahkan iblis dan merebut kembali bulan, hasilnya adalah: Jika ada sesuatu yang buruk terjadi, Anda tidak mungkin untuk melakukannya sendirian tetapi dengan bergotong royong. Anda bisa mendapatkan semua. 


Anak-anak juga mengerti hasil pertunjukan ini, dan melompati panggung untuk menyelesaikan kinerja penampilan dan pertunjukan teman-teman mereka dengan tarian penutup. Tepuk tangan untuk pertunjukan yang sangat menyegarkan. Indonesia sangat mempesona.

(Terjemahan: Miriam Lehmann, Shakti Harimurti)


Dan komentar berbagai tokoh teater tentang pementasan Teater Tanah Air:


Utkarsh Marwah (Sutradara, India):Pertunjukan dari Indonesia yang saya lihat kemarin sungguh spektakuler bahkan lebih dari spektakuler, bahasa tubuh yang hebat dan komunikasi dengan para penonton yang sangat bagus. Satu kata yang bisa dengan tepat menggambarkannya yaitu “magnum opus”, suatu karya seni yang hebat. Walaupun ini murni sebuah teater tapi tidak kehilangan makna sebuah produksi seni teater, yaitu dikemas dengan cantik, sangat menyentuh, dan mungkin ada bagian yang akan anda lupakan tetapi ada perasaan yang tertanam dalam produksi tersebut yang akan tetap menyentuh hati anda. Mereka juga tampilkan koreografi yang sangat indah, dan kostum yang sangat menawan. Pertunjukan ini merupakan salah satu dari pertunjukan terbaik dalam acara ini.


Bryan Stuart (Sutradara, Amerika Serikat):Kami punya kesempatan untuk melihat grup dari Indonesia. Pertunjukan mereka spektakuler, kerja yang sangat bagus secara keseluruhan. Dan saya ingin memberikan applause dan mengatakan “Bravo!”


Norbert Radermacher (Direktur Artistik Festival, Jerman):Setelah melihat pertunjukan di panggung, yang hanya saya pikirkan mengenai teater anak ini adalah mereka telah menampilkan salah satu dari pertunjukan terbaik yang pernah saya lihat. Saya sangat senang melihat mereka, diawali dengan hal-hal yang bersifat sangat tradisional dan mengagumkan kami dapat mengenal Indonesia, dan setelah itu dengan cepat pertunjukan beralih ke kehidupan anak-anak saat ini. Satu hal yang sangat saya sukai dengan kerja besar ini adalah adanya ‘special effects’, selain itu di satu pihak adanya hiburan spesial dan di lain pihak anak-anak juga menikmati pertunjukan yang mereka mainkan.


Alexander Fedorow (Sutradara, Rusia):Pertunjukan yang saya lihat kemarin sangat menarik dan “aneh”. Pertunjukan ini seperti seekor ular bagi saya. Dia masuk kedalam tubuh saya, merambat masuk ke hati, lalu ke jiwa, dan ke otak saya… suatu mukjizat…negara Indonesia yang menakjubkan dengan pertunjukan teater yang menakjubkan pula. Terima kasih banyak, sampai jumpa di Moskow.


Josien De Graaf (Sutradara, Belanda):Saya sudah melihat pertunjukan dari Indonesia. Saya senang sekali melihatnya, suatu pertunjukan yang heboh (“crazy”). Memang bukan suatu cerita nyata, tapi semua ada disitu dan terlihat anak-anak sangat menikmatinya. Memang tidak perlu harus sempurna, tapi benar-benar asyik menontonnya.


Prof. Dr. Christell Hoffman (Pakar Teater, Jerman):Pertunjukan ini merupakan salah satu karya yang sangat indah yang pernah saya lihat. Saat pertama kali saya lihat anak-anak memasuki panggung, sikap dari anak-anak yang tampak lelah tersebut dengan mulut yang terbuka, merupakan suatu momen yang sangat indah dalam festival ini. Khususnya saat bagian awal dari pertunjukan ini, saya senang melihat bagaimana perkembangan/jalannya cerita anak-anak ini, dan yang paling mengagumkan buat saya adalah saat ritual menggosok gigi, membersihkan dan saling menggoda, merupakan hal yang benar-benar sama dengan apa yang kami miliki di Jerman ini. Sungguh mengherankan, anda yang berada di belahan bumi sebelah sana memiliki hal yang sama dengan kami yang ada di sini. Jadi, memang kita berada di dunia yang sama. Terima kasih.


Reporter Internasional:Saya sangat menikmati pertunjukan dari Indonesia, karena dari segi warna sangat pas dan level energi dari anak-anak tersebut juga sangat bagus. Saya juga senang dengan efek lighting berteknologi sederhana yang mereka gunakan, pencahayaan dari sisi depan dan belakang. Saya benar-benar menikmati pertunjukan mereka. Terima kasih sudah membawanya ke Lingen.


(Anonim):Saya senang sekali dengan pertunjukan ini, karena sebenarnya sebelum ini saya tidak mengharapkan akan melihat suatu pertunjukan yang menakjubkan. Anak-anak sangat ekspresif, sangat emosional. Saya sudah melihat pertunjukan dari negara-negara Asia lainnya, dan mereka menampilkan lebih banyak tari-tarian saja. Akan tetapi dalam pertunjukan anda, saya melihat unsur teater yang nyata, suatu permainan teater, disamping juga ada tarian. Anak-anak tersebut memainkannya dengan alami, dan ini yang saya sangat sukai. Saya betul-betul kaget dan berterima kasih karena anak-anak tersebut telah menyentuh hati saya dan hati masyarakat yang menonton mereka. Terima kasih.Aryal Saroj 


(Sutradara, Nepal):Saya sangat senang dan tersentuh dengan pertunjukan anda. Fantastis, warna, ritme, gerak, pencahayaan, budaya, tradisi, semuanya bagus. Terima kasih.


Mr. & Mrs. Yansen (Pakar Teater, Jerman):Pertunjukan anda sangat bagus, sangat ekpresif, kami sangat menyukainya.


Corry Bruner (Guru Drama, Jerman):Saya adalah guru Drama di Lingen. Saya senang sekali dengan pertunjukan teater anda, itu bagus sekali. Terima kasih.


Mr. & Mrs. Triphaust (Penonton, Jerman):Pertunjukan dari Indonesia sangat berbeda dan sangat ramah. Kami melihat tarian dan nyanyian yang bagus, dan juga pertunjukan yang menakjubkan dari anak-anak.


Tontonan WOW Pertunjukan Teater Visual ini, juga telah kami pentaskan di Malaysia, Singapura, dan Graha Bhakti Budaya- Taman Ismail Marzuki & Gedung Kesenian Jakarta, Indonesia.


0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama