Tanah Datar ke Padang 22 Jam: Dampak Longsor Sumatera Barat





Pipiet Senja 

Hari ke-5 IMLF

Sedianya agenda kali ini touring literasi buku ke Padang Panjang. Malamnya akan seminar. 

Namun, apa hendak dikata, musibah dan sudah menjadi tulisan takdirNya. Seketika terjadi lahar dingin gunung Marapi, dampaknya banjir bandang di  beberapa lokasi Sumatera Barat.

"Semua agenda yang tersisa, dicansel!" Demikian kata seorang relawan IMLF-2. 

Pagi pukul 08.30. Berangkat dari penginapan di Tanah Datar, Batusangkar.

Agak siang berangkat ya, entah kendala apa.

Saya mendapat bus dinas 01, driver dari BPK, demikian kabarnya.

Perjalanan malam yang sangat dahsyat, horor yang tak pernah kualami seumur hidupku.

Bahkan saat berhaji 2006, Haji Akbar dengan 4 juta jamaah dari pelosok dunia, tak sampai selama itu macetnya.

Kawasan Sitinjau Laut, Tanah Datar, Sumatera Barat.

Di sinilah mobil 01 berhenti total selama 10 jam!

Ada banyak kejadian selama terjebak di dini. Melihat barisan kendaraan yang panjang luar biasa.

Ada kendaraan yang menabrak biawak, kemudian hewan malang itu terseret beberapa meter.

Konvoi kontainer yang membawa material untuk menguruk longsoran.

Dan tralalalala....

Urusan buang limbah secara massal yang tak pernah kualami juga seumur hidupku.

Luar biasa menggelikan sekaligus mengharu biru kalbu.

Moga jadi buku inspiratif, jika semua peserta 200 an, berkenan kirim kisahnya masing-masing selama IMLF-2. 

Aku pun tak tahan memutuskan gedubrak nyungsep berbaring di kolong jok. Mujurlah bus terbilang lega, kami tak sampai desak-desakan.

Tak bisa kubayangkan, andai aku masuk kendaraan pribadi. Di mana bisa berbaring atau sekadar melonjorkan kaki, hayo?

Oya, sebelum terlelap dan masih ada sinyal, aku cepat WA putriku. Minta tiket pesawat direskedul ke hari berikutnya, Rabu 14 Mei. 

Sudah kuperkirakan, kondisi tubuhku takkan mampu melanjutkan penerbangan hari Selasa 13 Mei. Harus rehat barang sehari.

Kaki-kakiku tampak bulat, mulai berat saat digerakkan. Tensiku pun termasuk tinggi; 190/70.

"Harus tambah 310 ribu, Ma. Bagaimana?"

"Waduh di Atm BCA Mama hanya 3000 an...."

"Tenang, Butet kirim ya. Nanti Mama bayarnya dengan account virtual."

"Okelah!" 

Beberapa menit kemudian tiket pun sudah direskedul.

"Nuhun pisan, Butet solehah. Butet selalu gercep, bisa diandalkan kapan pun dan di mana pun."

"Iyalah, anak Mama gitu loh. Jangan lupa minum obat, ya Manini...."

Ada tukang popmie masuk bus.

Kami pun memborongnya saking lapar. Padahal sudah lama anti makan mie instan.

Kemudian aku pun menyerah, gedubrak nyungsep bobo di kolong jok. Tanpa alas hanya selendang yang menyelimutiku.

Pukul tiga dinihari terbangun, sesuai golden time sejak remaja. Kudirikan lail dengan tayamum, air sudah terbatas.

Kudoakan dengan khusuk, untuk semua dan warga Sumbar. Sempat baca surah Al Waqiyah meski tak khatam. Ponsel sudah kedap-kedip.

Akhirnya kuhirup jua hawa segar kota Padang pagi itu.

Dan sampailah kami di penginapan. Pagi itu, pukul 06.30, wajib sujud syukur kepada Sang Maha Kasih.

Sejujurnya, jika dibandingkan dengan kondisi di ICU, sikon di Sitinjau Laut tidaklah seberapa.

Dia yang telah melindungi dan memberkati perjalanan malam kali ini.

Entah berapa jam persisnya.

Pukul 08.30 pagi sampai pukul 06.30 pagi esok harinya.

Terima kasih doanya, wahai sahabat Manini Qania.

Mari kita bantu korban banjir bandang, galodo di Sumatera Barat.


0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama