Cuplikan Skenario: Cahaya di Langit Jakarta





Ide Cerita & Skenario: Pipiet Senja


SCENE 01
Jakarta 2016

ESTABLISHING
Suasana pagi hari di Jakarta Raya dengan nuansa khas Ibukota Tugu Monas. Udara mendung, langit kelabu dengan barisan awan hitam pertanda sebentar lagi hujan.
Meskipun demikian di jalanan Ibukota kendaraan sudah berseliweran, tampak ngebut, sampai di kawasan Tol mulai macet.
Gedung-gedung pencakar langit tampak menjulang megah, angkuh seakan tak sudi terjamah oleh tangan si miskin.
Memasuki perkampungan, suasana hiruk-pikuk penggusuran rumah miskin di kawasan Kampung Nelayan. Penggusuran demi reklamasi pembangunan perumahan mewah. Sekilas ada iklan di televisi Hong Kong dan Taiwan, dijual murah perumahan mewah untuk asing.
CUT TO

SCENE 02
EXT. GANG BUNTU - KAMPUNG NELAYAN – PAGI MENDUNG
CAST: Asep, Emak Asep, Abah Asep, Teman Asep, Tiga Anak Kecil
Figuran Warga Kampung Nelayan, Pasukan Satpol
Asep (10 tahun) bersama teman-teman sebaya sedang asyik bermain.
Mereka bermain gundu, tertawa dan bercanda khas kanak-kanak.

SCENE 02A
Tiba-tiba datang pasukan Satpol dengan berbagai peralatan berat. Mereka memasuki kawasan Kampung Nelayan dengan tampang beringas.

SCENE 02B
Suasananya Kampung Nelayan seketika memanas.
Teriakan marah campur dengan suara tangis ketakutan terdengar.
Warga berhadapan secara frontal dengan pasukan Satpol.

SCENE 02C
Sebagian warga memilih berlarian kesana-kemari, menyelamatkan barang milik mereka. Sebagian lagi memilih bertahan, membentuk barikade.

SCENE 02D
Asep sangat ketakutan, melihat hingar-bingar di sekitar rumahnya.
ASEP:
Lariiiii! Ayo, lariiiiii, lariiii….
(Mengajak teman-teman bermain, lari)
TEMAN ASEP:
Ya, ayo, lari, lariiiii! (Menyahut dengan ketakutan)

SCENE 02E
Sementara peralatan berat terus bergerak memasuki kawasan Kampung
Nelayan, siap akan merubuhkan bangunan.
CUT TO

SCENE 03
INT.  RUMAH ASEP – DAPUR – PAGI MENDUNG
CAST: Emak Asep
Emak Asep (45) sedang menyiapkan gorengan untuk dijual. Tiba-tiba tersentak saat ia mendengar keriuhan di luar. Seketika Emak melirik surat edaran yang menempel di dinding dapur. Isinya Pemberitahuan dari Penguasa, agar warga meninggalkan kawasan Kampung Nelayan karena akan digusur.
EMAK ASEP:
(Menggumam, gundah) Ya Allah….
Hanya dikasih tempo dua minggu?!
Waktu cepat sekali berlalu….

SCENE 03A
Emak bergegas salin dasternya dengan celana pangsi hitam dan kemeja putih. Ia mengenakan jilbab putih, mengikat kain merah putih dasi Pramuka milik Asep, dan membelitkannya di kepalanya.
Kemudian Emak Asep menyambar sebatang bambu, memasang bendera merah putih di ujungnya. Dengan gagah perkasa Emak keluar rumah, membawa bendera.
Musik Mars perjuangan.

SCENE 03B
Syut foto besar yang tergantung di ruang tamu, foto seorang pejuang ‘45 dengan senjatanya bambu runcing. Kakek Emak gugur dalam perang kemerdekaan melawan Belanda.
CUT TO

SCENE 04
EXT. KAMPUNG NELAYAN – PAGI MENDUNG
CAST: Emak Asep, Asep, Figuran Warga, Pasukan Satpol
Emak Asep menyongsong pasukan Satpol. Tepat di depan sebuah bulldozer, Emak mengibar-kibarkan bendera merah putih. Emak teriak-teriak lantang, menyuarakan protesnya.
EMAK ASEP:
Wooooooi!
Ini tanah kami sejak zaman Belanda.
Kami menempatinya sampai empat generasi!
Kami punya sertifikatnya!
Mengapa kalian gusur juga?

Melihat keberanian Emak warga tersemangati. Asep berlari menghampiri Emak, kemudian berdiri di samping Emak. Asep ikut gerak-gerik Emak, lantas membeo segala teriakan lantang Emak.
ASEP:
(Menirukan gerak-gerik Emak, membeo)
Ini tanah kami sejak zaman Belanda.
Kami sudah menempatinya sampai empat generasi!
Kami punya sertifikatnya!  Mengapa kalian gusur juga?

SCENE 04B
Emak dan Asep tak gentar terus melakukan aksinya di depan bulldozer. Satpol kebingungan, minta bantuan rekannya tak ada yang peduli, semuanya sibuk,  akhirnya berhenti bergerak.
CUT TO

SCENE 05
EXT. KAMPUNG NELAYAN BAGIAN DEPAN – PAGI MENDUNG
Cast: Abah Asep, Warga I, Warga II, Warga II, Warga IV, Pasukan Satpol
Abah Asep dan warga berjibaku, menghalangi peralatan berat, agar tidak bisa melanjutkan penggusuran.
Bentrok antara pasukan Satpol kiriman Penguasa dengan warga miskin di Kampung Nelayan, tak bisa dielakkan.
ABAH ASEP:
(Menyemangati warga)
Ayo, saudara-saudaraku; lawaaaan!
Ini pelanggaran hak azasi kemanusiaan!
Jangan takut, Sodara-sodara!
WARGA I:
Benar, siapa takuuuut?!
WARGA II:
Mati syahid lebih baik daripada diam saat dizalimi.

ABAH ASEP:
Mari, kita berjuang, saudara-saudaraku!
Allahu Akbaaaar!
WARGA IV :
(Ikut mengajak warga untuk melawan)
Allahu Akbaaaar! Takbiiiiir!
SEMUA WARGA
(Serempak)
Allahu Akbaaar!

SCENE 05A
Pasukan Satpol berlapis-lapis telah dirurunkan bersama peralatan berat penggusuran. Mereka tetap bersikeras menjalankan tugas semata. Sementara penghuni Kampung Nelayan hanya 100-an.
Situasinya semakin tegang dan rusuh.
CUT TO

SCENE 06
KAWASAN KAMPUNG NELAYAN – SIANG MENDUNG
Cast: Abah,  Asep, Emak Asep, Satpol, Massa Warga
Abah Asep masih terus menyemangati warga agar melawan. Keringat bercucuran membasahi sekujur tubuhnya. Dia memimpin teman-temannya sesama warga Kampung Nelayan.

SCENE 06A
Tiba-tiba ada bongkahan beton menimpa tubuhnya. Abah Asep rubuh, tetapi mulutnya masih berteriak lantang:
ABAH ASEP:
(Sebelum rubuh terkapar di tanah, teriak lantang)
Allahu Akbaaaaar!

SCENE 06B
Suara warga saling bersahutan, mengabarkan bahwa Abah Asep tertimpa bongkahan beton.  Hujan mendadak turun.
WARGA I
(Berteriak histeris)
Wooooooi!
Abah Asep ketiban tembooook!
BEBERAPA WARGA:
(Histeris, panik)
Abah Asep ketiban tembok!
WARGA II:
Ketiban temboook!
Saudara-saudaraku, ada yang tewas!
Tukang Azan kitaaaa….

SCENE 06C
Emak Asep berlari menyeruak massa, menghambur ke arah tumpukan reruntuhan bangunan di bagian depan Kampung Nelayan.

SCENE 06D
Setelah berlari kencang, akhirnya Emak Asep tiba di lokasi.
Abah ditemukan telah berlumur darah!
Emak meraih kepala Abah yang berlumuran darah, memeluknya dan mendekapnya di pangkuannya. Airmata Emak seketika telah bercampur darah Abah.
Abah Asep memberi pesan kepada Emak.
ABAH ASEP:
(Susah payah berkata-kata)
Maafkan semua kesalahanku….
Titip si Asep….
Didiklah dia sesuai keyakinan kita….
Laa ilahailallah….

Abah Asep menutup matanya, menghembuskan napasnya yang terakhir. Emak Asep sama sekali tidak menangis. Hanya menundukkan wajahnya mengecup pelan kening Abah. Kemudian menyedekapkan kedua tangan Abah. Semesta doa ia gelorakan dalam dada.

SCENE 06F
Sementara hujan turun deras. Detik itulah, Emak bersumpah untuk melaksanakan wasiat terakhir Abah.
EMAK ASEP:
(Menengadahkan kedua tangannya ke langit)
Ya Allahu Robbi….
Hamba bersumpah, ya Allah!
Demi Allah, wallohi!
Aku akan melaksanakan wasiat suamiku….

SCENE 06G
Hujan turun semakin deras, membasahi wajah Emak Asep. Demikian pula Asep sudah basah kuyup. Asep menangis sesenggukan memeluk Emak.

SCENE 06H
Warga Kampung Nelayan mengerumuni keluarga kecil yang malang itu. Semua diam membisu. Hujan turun semakin deras.

SCENE 06I
Di bawah guyuran hujan, tampak Satpol diam-diam melarikan diri, meninggalkan kawasan Kampung Nelayan. Mereka tak peduli dengan peralatan berat bawaannya.
CUT TO

SCENE 07
FLASHES
Nestapa warga Kampung Nelayan luput dari pemberitaan media Nasonal. Namun, di medsos seperti situs-situs Islam, Facebook, Twitter dan Instagram beritanya menjadi viral.
“Abah Asep Korban Kekejaman Penguasa!”
Penguasa sudah melewati batas kewajaran seorang pemimpin,” tulis berbagai akun di media sosial.

SCENE 07B
Sejak saat inilah para Emak seluruh Indonesia, mulai memanfaatkan ponsel untuk menyuarakan keprihatinan, kegeraman dan protes mereka.


Bersambung versi Layar Lebar Cahaya di Langit Jakarta
Mohon doakan, ya sahabat Pipiet Senja

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama