Ketika TKW Menggugat: Inilah Surat Berdarah Untuk Presiden





Membincang Karya BMI HK, Macau, Taiwan di Islamic Book Fair ke 10

Jumat, 4 Maret 2011
Setelah sepekan promotur keliling Sumbar dalam upaya membincang karya BMI HK, maka sampailah kami di ajang bergengsi bagi pecinta buku, yakni Islamic Book Fair ke-10. Inilah ajang pameran paling bergengsi di Indonesia, tampak sekali dari tahun ke tahun semakin semarak, selain fasilitas teknologinya pun kian canggih.

Ada layar lebar yang bisa menayangkan video dan slide-slide foto melatarbelakangi podium. Sehingga ketika para pemateri bicara, maka foto-foto yang berkaitan dengan bahasan ditayangkan.
Tema yang diangkat adalah “Ketika TKW Menggugat”. Awalnya saya mengajukan tema “TKW Menulis dan TKW Menggugat”. Pada perkembangannya yang saya tidak ikut-ikutan, ya, jadilah tema seperti tersebut di atas.

 

 Host alias bintang tamunya Ratih Sang, beberapa kali melalui manajernya menghubungi bahwa mereka terjebak macet. Saya balas, tenang saja, acara pembukaannya juga serba molor. Pukul 16.50 (telat 50 menit), acara bincang karya BMI pun digelar.

Tak kurang Ibu Amalia Safitri, komisaris penerbit Zikrul Hakim, langsung sebagai moderator. Pembicaranya; Sabeth Abilawa (Advokasi DD), Sastri Bakry (Sastrawati Sumbar), Bertha Siagian (BMI HK) dan saya sendiri sebagai penyunting buku Surat Berdarah Untuk Presiden, sekaligus penulis buku Kepada YTH Presiden RI.

Ratih Sang langsung menggebrak dengan membacakan sebagian karya Lea Jaladara (Perpustakaan Abatasa) yang dipakai sebagai judul buku: Surat Berdarah Untuk Presiden. Meskipun sama sekali tanpa latihan, karena baru beberapa menit sebelum naik panggung saya bisikkan, ternyata Ratih Sang dapat mejiwainya. Apalagi pas dia tiba pada kalimat; Bapak Presiden YTH, berapa gaji Bapak?
Gheeerrrr!

Lanjut, moderator mengarah kepada saya; apa latar belakang penulisan buku SBUP? Saya paparkan sepintas, awalnya karena sering chatting dengan Nadia Cahyani, BMI lulusan SMP, kini menjadi Pemimpin Redaksi Majalah IQRA, majalah bergengsi di Hong Kong. Nadia kemudian mengajukan kepada DD Hong Kong c/q Abdul Ghafur, agar mengundang saya sebagai pendamping Nakerwan, terutama di bidang kepenulisan. Saya sebut itu sebagai misi menyebar virus menulis.

Sebulan berada di Hong Kong, tinggal di rumah Ustad Abdul Ghofur, saya menulis dan menulis, di samping memberikan workshop, saya pun diajak keliling dari satu shelter ke shelter lainnya yang berada di negeri beton itu. Rombongan relawan DD HK sejak saat itu (hingga saya pulang) bertambah satu, dua minggu kemudian Sastri Bakry bergabung pula.


 “Wooooow! Jadi, kalau Teteh Pipiet Senja jalan-jalan ini bukan sekadar jalan-jalan, wisata atau kuliner saja, ya. Hasilnya, dua buku, subhanallah!” demikian antara lain komentar Amalia Safitri yang notabene bos saya. Karena Jendela yang saya gawangi adalah salah satu divisi penerbitan dari Zikrul Hakim.

Sabeth Abilawa kemudian melengkapi sesi bincang karya ini dengan berbagai informasi seputar TKI di berbagai negara, termasuk Hong Kong yang dikatakannya masihlah sangat bagus situasinya dibandingkan dengan TKI di negara-negara Timur Tengah.

Giliran Bertha Siagian bikin semacam testimoni, pengalamannya selama 12 tahun bekerja di Hong Kong. Logatnya yang kental khas boru Batak, ceplas-ceplos, dan semangatnya yang meledak-ledak, sungguh membuat suasananya semarak dan; menggetarkan plus menggairahkan. Nah loh!

Sastri Bakry menambahkan: “Bertha ini jadi bintang loh malam ini. Pokoknya kita kalah semua sama dia.” Hehe, Uni, its oke, makanya kuminta dia menginap di rumahku, agar gampang bareng mobilisasinya. Hari Minggu, kami akan besut pula Bertha ini di Bilik Sastra, program Voice of Indonesian Radio Republik Indonesia.

Beberapa penanya terkesan sangat antusias dan ikut merasai kegeraman, jika sudah menyangkut lakon pedih-perih yang menimpa TKW. Salah satu penanya, seorang mahasiswa, bahkan menantang; “Jika ada apa-apa sebarkan, kabari kami mahasiswa, Biar kami ikut menggerakkan aksi solidaritas di kampus-kampus!”

Semoga acara-acara semacam ini, bincang karya BMI yang bertaraf Nasional demikian akan semakin banyak di kemudian hari. Sehingga kaum perempuan pahlawan devisa yang sering termarjinalkan ini akan semakin banyak untuk menggoreskan penanya, menyuarakan suara hatinya dalam bentuk karya tulis; buku! (Pipiet Senja)

@@@

Catatan; foto2 nya sedang menanti kiriman dari teman-teman.
Nama Prima Hadi Putra dari Dompet Dhuafa tercantum di layar multimedia, tetapi, beliau bilang;"Mas Sabeth Abilawa saja yang maju." Ehm, malu-malu, eeh, imut-imut deh....

Baiklah, bagi kita yang penting perjuangan untuk membekali para BMI di HK ini berjalan dengan baik. Sebagaimana misi DD HK:"Memulangkan BMI ke Tanah Air. Dengan bekal keterampilan." Demikian yang kudengar dari Ustad Abdul Ghofur.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama