Helvy Tiana Rosa
1.
Kursi-kursi itu bukan kayu,
tapi tulang rakyat yang disusun jadi sandaran.
Di antara paku yang menahannya,
ada jerit kanak-kanak yang dipaksa tidur
dengan perut kosong.
Namun di ruang sidang,
janji berjatuhan seperti kembang api,
indah di udara,
padam sebelum menyentuh tanah.
2.
Slip gaji dan aneka tunjangan pejabat bukan angka,
melainkan peta luka yang terhampar:
garis peluh nelayan yang kembali tanpa tangkapan,
garis punggung buruh yang patah di pabrik,
garis ibu di pasar yang menawar harga cabai
lebih sering daripada menawar doa.
Tetapi di layar televisi,
semua garis itu disulap
menjadi grafik pertumbuhan ekonomi
yang tak menyapa meja makan rakyat.
3.
Rakyat berbicara dengan alfabet lapar:
sendok mengetuk panci kosong,
sepatu sekolah yang tak terbeli,
tikar reyot yang menyimpan dingin malam.
Namun di ruang sidang yang benderang,
pejabat tertawa, bergaya, berjoget,
seperti pesta kecil di atas luka bangsa,
seperti musik sumbang
yang menenggelamkan suara perut rakyat.
4.
Wahai pejabat,
kursi yang kaududuki adalah cermin
ia tak pernah berbohong.
Ia menyimpan bayangan tubuhmu,
tetapi juga luka bangsa
yang tak bisa kau hapus.
Bila kau buta dan tuli
Bila kau miskin empati
sejarah akan menutup bukumu
dengan satu kalimat abadi:
engkau pernah berkuasa,
namun gagal menjadi manusia.
(Helvy Tiana Rosa, Agustus 2025)
Posting Komentar