Perang Ijazah Palsu Melebar, Jokowi Semakin Panik dan Risau



Ilustrasi Pilihan Manini


Buni Yani

Rakyat menyayangkan sikap berbelit-belit Jokowi dalam menangani masalah sepele ijazah palsu yang dituduhkan kepadanya dengan cara belok-belok, berkelok-kelok tidak karuan. Sudah tidak terbilang jumlah himbauan agar Jokowi segera menunjukkan ijazahnya. Namun dia memilih langkah yang rumit dan tidak lazim.

Akibat akrobatnya itu, Jokowi disindir, juga dikecam, karena telah membuat kegaduhan nasional yang tidak perlu. Rakyat terperangah, mengapa Jokowi yang dua kali menjabat jadi presiden sama sekali tidak memiliki sikap kenegarawanan yang seharusnya. 

Jokowi kelihatannya menikmati drama tidak bermutu ini, yang bahkan menimbulkan gesekan horizontal di tengah masyarakat.

Menyusul Jokowi dilaporkan di beberapa tempat, lalu dia juga melaporkan lima nama di Polda Metro Jaya, kasus murahan ini sudah semakin melebar dan tidak terkendali. 

Seseorang telah menggugat pihak UGM dan bekas dosen Jokowi yang dulu diakui sebagai dosen pembimbing. Dosen sepuh itu bernama Kasmudjo yang sudah berumur 75 tahun.

Dari pihak UGM terdapat sejumlah nama yang digugat di Pengadilan Negeri Sleman, Yogyakarta. Yaitu Rektor, empat Wakil Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, dan kepala perpustakaan UGM. 

Penggugat bernama Komardin yang berprofesi sebagai pengacara dari Makassar itu menuntut UGM untuk membayar ganti rugi sejumlah 1.069 triliun rupiah bila UGM tidak bisa menunjukkan bukti akademik kelulusan Jokowi.

Tak lama setelah beredar rumor Kasmudjo menghilang menyusul pelaporan Komardin, Jokowi mengunjungi kediaman pria sepuh itu. Tidak ada yang tahu apa isi pembicaraan mereka. Beredar spekulasi bahwa Jokowi sedang mengarahkan Kasmudjo menghadapi sidang yang akan dimulai pada 22 Mei 2025. 

Jokowi diduga menitip pesan apa yang harus dikatakan oleh Kasmudjo di depan hakim nanti.

Sehari setelah Jokowi mendatanginya, Kasmudjo berbicara kepada wartawan bahwa dirinya tidak siap dengan gugatan yang dilayangkan kepadanya. Dia tampak bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan. Kasmudjo kelihatannya tidak menyangka pernyataan Jokowi dulu bahwa dia dosen pembimbingnya akan menyeretnya menjadi pihak tergugat. 

Bingung, tidak tahu apa yang harus dikatakan, Kasmudjo akhirnya mengatakan telah menyerahkan perkara ini ke Fakultas Kehutanan UGM.

Publik sangat kasihan melihat Kasmudjo yang sudah sepuh itu tidak bisa menjalani masa-masa pensiunnya karena diseret-seret Jokowi ke dalam pusaran kasus tak berujung ini. Sebagian publik mengecam Jokowi karena dianggap sudah melampaui batas. Seharusnya Kasmudjo bisa hidup tenang di usia senjanya, mengisi kegiatan dengan hal-hal yang bermanfaat, bukan melayani gugatan hukum yang mungkin dia tak pernah sangka sebelumnya.

Apa mau dikata, nasi sudah jadi bubur. Kasmudjo harus kooperatif bila mendapat panggilan dari pengadilan dan harus bersedia memberikan keterangan sebenar-benarnya sesuai dengan pengetahuannya. 

Inilah waktu paling dinanti oleh rakyat Indonesia agar Kasmudjo berkata jujur, tidak ada yang ditutup-tutupi.

Di antara pengakuan Kasmudjo yang paling mengejutkan kepada wartawan adalah dia cuma asisten dosen. Bukan dosen pembimbing skripsi, dan bukan pula dosen pembimbing akademik (PA) Jokowi. Tentu pengakuan ini berbanding terbalik dengan pernyataan Jokowi beberapa tahun lalu bahwa Kasmudjo adalah dosen pembimbingnya—entah pembimbing skripsi atau pembimbing akademik.

Di akun X miliknya tertanggal 13 Mei 2025, Jokowi masih mengaku Kasmudjo sebagai dosen pembimbing akademiknya. 

Namun dalam wawancaranya dengan wartawan, Kasmudjo sama sekali tidak menyinggung bahwa dia dosen pembimbing akademik Jokowi. 

Dia mengaku hanya pernah menjadi asisten dosen di Fakultas Kehutanan UGM pada 1980-1985, masa yang diakui Jokowi sebagai masa dia kuliah di kampus itu.

Kasus ijazah palsu ini sangat memalukan rakyat Indonesia. Bila Jokowi punya ijazah, mampu menunjukkannya di depan hakim, dan terbukti sah, maka rakyat malu karena Jokowi telah membuat gaduh selama bertahun-tahun. Dia terbukti bukan negarawan dan memilih memenjarakan rakyatnya sendiri daripada menunjukkan ijazahnya secara baik-baik ke publik jauh-jauh hari sebelumnya.

Tetapi rakyat akan lebih malu lagi bila ijazah Jokowi ternyata memang palsu. Bagaimana mungkin negara besar dengan penduduk hampir 300 juta jiwa ini bisa dibohongi secara telak, telanjang, dan mentah-mentah selama 10 tahun? Membayangkan kemungkinan kedua ini yang terjadi ibarat membayangkan runtuh dan bubarnya republik. 

Pasti ada yang sangat salah selama ini yang ditutup-tutupi para elit.

Rakyat hanya menginginkan para penegak hukum, terutama dalam hal ini kepolisian, untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. 

Setelah 10 tahun menjadi alat kepentingan sempit Jokowi, kini sangat susah bagi rakyat untuk percaya pada kepolisian. Karenanya, penanganan kasus ini oleh polisi, terutama dalam uji forensik ijazah Jokowi, diliputi sikap skeptis oleh masyarakat. Bagaimana mungkin lembaga yang selama ini menghamba pada Jokowi akan bisa bersikap obyektif dan adil?

Rakyat tentu tidak bisa disalahkan begitu saja bila muncul kecurigaan dan rasa tidak percaya pada kepolisian. 

Rakyat masih trauma dengan kasus Kilometer 50, kasus Sambo, dan kasus kopi sianida Jessica, di antaranya, yang diliputi rekayasa demi membela pihak tertentu. Kasus-kasus ini jauh dari kebenaran dan keadilan.

Dari semua perkembangan kasus ijazah palsu ini yang sudah melebar ke berbagai pihak sebagai tergugat, Jokowi kelihatan semakin panik dan risau. Dia tampak semakin cepat tua. Angle kamera dari sudut agak atas memperlihatkan rambutnya sudah kelihatan jarang dan rontok. 

Mungkin Jokowi sudah mendapat firasat kurang baik sehingga kondisi fisiknya semakin terganggu. 

Mungkin juga dia mulai sadar bahwa semua aktingnya di depan kamera sudah tidak mempan lagi mengelabui rakyat.

Namun kabar keseriusan Presiden Prabowo untuk memberantas korupsi dengan tidak melibatkan kepolisian mungkin yang paling merisaukannya. 

Publik dengan cepat membaca langkah Prabowo memerintahkan TNI untuk menjaga kantor-kantor kejaksaan di seluruh Indonesia sebagai sikap tidak percayanya pada kepolisian.

Bila langkah Prabowo ini menggelinding dan berhasil sebagai program unggulan, maka terbuka kemungkinan untuk memeriksa laporan dugaan korupsi keluarga Jokowi yang sudah dilaporkan ke KPK tetapi tidak kunjung diproses. 

Skenario ini bukan isapan jempol bila melihat langkah catur Prabowo yang sudah memasuki bulan keenam dalam memerintah.

Kasus laporan hukum yang menimpa Jokowi sudah lumayan merepotkannya. Di samping kasus ijazah palsu, ada pula laporan wanprestasi mobil Esemka yang membuat Jokowi terpilih menjadi Gubernur Jakarta pada 2012. 

Gugatan ini dilakukan di Pengadilan Negeri Kota Solo oleh seorang warga Solo.

Melihat melebarnya medan pertempuran yang harus dihadapi oleh Jokowi dan keluarga, yang kemudian akan melebar kelak ke kroni-kroninya, kemungkinan besar akhir hayat Jokowi akan berakhir tragis. 

Tidak sukar untuk melihat ke mana arah kemarahan rakyat yang selama ini menderita akibat kezaliman Jokowi selama 10 tahun.

Mungkin Jokowi sekarang sedang menjalani kutukan ungkapan yang mengatakan, “Mereka yang naik kekuasaan dengan cara tidak wajar, akan jatuh pula dengan tidak wajar.” 

Jokowi tidak perlu mengeluh, apa lagi memohon belas kasihan kepada siapa pun, karena dia sangat sadar dengan segala kezaliman yang telah dilakukannya. 

***

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama