Belimbing Sayur #5


Pipiet Senja & Deva Sastravan


Bab 5: Mak Erot Kelinci Percobaan

Malam hingar-bingar di sebuah villa mewah di kawasan Sukabumi, milik Lurah. Ada pesta Pongdut semalam suntuk. Artinya, pesta jaipong plus dangdut ala Lurah. Ya, Lurah sedang diliputi sukacita. Merasa yakin, agendanya bakal sukses!

“Ini bakalan ada tambahan kompensasinya dari Koh Lim Peng,” ujar Lurah di hadapan tim kongkalikongnya.

“Punten, kira-kira berapa tambahannya, Yang Mulia?” Aspri, memberanikan diri bertanya.

"Nilainya M-an, hayyaaa!” sahut Lurah seraya menunjuk ke arah pelayan yang sibuk wara-wiri membawakan minuman beralkohol. “Sini, heeei, Cantiiik!Sini, tambah  nih!”

Pelayan dengan baju seronok alias ketek kewer-kewer itu menghampiri Lurah. Meletakkan baki yang berisi berbagai botol minuman. 

Saat akan menuangkan minuman ke gelas, seketika ia memekik manja.“Auuuuw! Geliiii, aaaargh!” 

Namun, sambil balik menyowel mesra pipi Lurah Takada Otake. Bukannya marah Lurah malah terkekeh-kekeh kegirangan.

Begitu pula dengan tim horenya serentak menyemangati:”Tariiiik, Maaang!”

Malam semakin hingar-bingar. Aromanya sudah memabukkan. Asap rokok, bau alkohol campur dengan goyang Pongdut yang kian asoy geboy.

“Sssst, cepat ajak ngamar tuh si Nganu,” bisik Oneng melalui microphone mini yang ngumpet di kerah baju si pelayan.

Dia memang bertugas sebagai penyusup sukarela. Artinya tanpa bayaran dari BEMS. Niknok, demikian nama bekennya, belakangan jadi agen ganda. 

Jika dari Oneng tidak dapat bayaran, sebaliknya dari tim hore Si Nganu; jebreeed dah!

“Kami pamit dulu, ya Kawan-kawan,” ceracau Si Nganu sambal sempoyongan dipapah Niknok.

“Tapi, rapatnya belum beres nih, Yang Mulia?” kata Aspri.

"Ada Camat, sana lanjutkan saja!” hardiknya semakin sempoyongan menuju kamar pribadi di lantai atas.

Niknok berbisik melalui microphone:”Dia sudah teler, Mak Oneng.”

“Tambah pelnya. Bagaimana tim horenya?”

“Rapat di lantai 3!”

"Oke, kami bergerak sekarang!”

Sementara Niknok sibuk mengurus Si Nganu, Oneng bersama Sarjang menyelinap ke ruang bawah tanah. Ya, Mak Erot ditempatkan di sebuah ruangan bawah tanah. 

Biasanya dijaga ketat. Namun, malam itu Niknok sukses membagikan makanan dan minuman yang sudah dibubuhi obat bius.

Suasananya sungguh senyap, lengang tak ada pengawal sebiji pun!

“Oh, tidaaak! Lihat!” seru Oneng tertahan.

“Gila juga tuh Niknok, semuanya tepar!” Sarjang pun melotot kaget.

“Husy, bukan gila. Super kereen!” tukas Oneng, geleng-geleng kepala saking takjubnya.

 Bagaimana tidak!

Tampaklah selusin petugas bergelimpangan di depan kamar, tempat Mak Erot dikurung. Sarjang leluasa membongkar gembok pintunya. Leluasa pula mereka berdua memapah Mak Erot yang bercucuran airmata.

“Terima kasih, anak-anak, terima kasih,” gumamnya lirih.

“Diapakan saja sama mereka, Mak?” tanya Oneng menahan geram, melihat kondisi Mak Erot pucat pasi. Sepasang matanya mendelong hampa.

“Dijampe-jampe sama si Dukun Setan!” sahut Mak Erot menggeletar.

“Abah Emil, ya?” tebak Sarjang.

Mak Erot mengangguk lemah. “Iya, tampangnya mirip Abah Emod….”

"Ngobrolnya nanti saja di mobil,” kata Oneng mengingatkan Sarjang.

Suara Niknok di telinganya pun mengingatkan mereka agar waspada. Segera meninggalkan villa itu. 

Benar saja. Tak berapa lama setelah Sarjang menghidupkan kendaraan, terdengar teriakan-teriakan di belakang mereka.

“Mak Erot dibawa minggaaat!”

“Cegaaat!”

“Tangkaaap!”

Ruang rapat yang dipimpin Camat mendadak hening. Abah Emil masuk danmelapor. “Kelinci percobaan kita lenyap!” ujarnya dengan suara menahan amarah.

“Lantas?” Camat menggeram dengan mata memerah.

"Aku akan menariknya kembali….”

“Iya, iya! Bagaimana caranya?” tanya Camat tak paham.

"Tenang Bos. Akan kukirim Mbah Gendrow untuk menculiknya lagi!” tegas Abah Emil semakin menggeram menahan angkara.

Camat tak berani berkomentar lagi, saat dilihatnya Abah Emil segera sibuk menyiapkan pemanggilan bangsa dedemit. 

Semuanya disuruh menyingkir dari ruang rapat. Kecuali Camat, RW dan RT. Lurah yang sudah tepar pun diangkut ke situ. 

Niknok berhasil menyelinap, mengawasi kegiatan mereka dari balik pintu. Harus jadi mata-mata untuk BEMS!

Abah Emil bilang:”Nanti yang tanggung jawab urusan ini adalah Pak Lurah!”

“Mengapa begitu?” tanya Camat ingin tahu.

"Ya, karena yang memodali semuanya ini beliau,” sahut Abah Emil.

Kemudian memerintahkan semuanya jangan ada yang bicara lagi.”Kalau masih ada yang ngomong, Mbah Gendrow gak sudi datang!”

Sementara itu dalam pelarian, kendaraan yang dikemudikan Sarjang membelah Tol Jagorawi.

"Menurut Maps ini, kita sudah berada di jalan yang lurus dan benar.” Cetus Oneng yang setia memandu dengan Google Maps.

“Ya, itu kalau Abah Emod benar kirim lokasinya. Bagaimana kalau salah, hayo?” kata Sarjang.

“Ikhtiar, Jang, ikhtiar saja,” komentar Mak Erot yang berbaringan di jok belakang. ”Biarlah hasil akhirnya serahkan saja kepada Gusti Allah.”

"Insya Allah gak bakalan salah. Pakar IT yang kasih shareloc-nya.” Oneng menenangkan mereka, sekaligus hatinya sendiri. 

"Lihat di belakang!” kata Sarjang, mendadak terdengar serius sekali.

"Ya, ada yang menguntit kita sejak tadi,” sahut Oneng.

“Nah, tunggu apalagi, Sarjang? Cari jalan lain!” Mak Erot terdengar tegas,  berwibawa.

"Kereeen, Mak Erot,” puji Oneng. “Sudah gak lemes lagi, ya Mak?”

"Semangat jihad fi sabilillah kiriman….” Mak Erot tak melanjutkan.

“Kiriman siapa, Mak?” kompak Oneng dan Sarjang penasaran.

“Ngngng, ngng…. Entahah. Seperti ada yang bisik-bisik di kupingku, eeeh!”

"Siapaaa?” kompak lagi Oneng dan Sarjang, mulai merasa merinding.

"Sarjang, hei itu lihat jalanan! Belok kanan, beloook!” teriak Mak Erot sambil bangkit, kemudian menunjuk jalanan yang harus dilewati Sarjang.

Tanpa ba-bi-bu Sarjang spontan mengikuti arahan Mak Erot.

Zhieeeeng, blaaaash!

Beberapa detik mobil berputar, belok kanan kemudian melaju dalam kecepatan tinggi.“

"Sudah, sudah jangan ngebut lagi,” kata Oneng beberapa saat kemudian.“Sudah gak ada yang mengikuti kita.”

“Iya, seriuuuus! Sekarang kita sudah aman suraman,” sambut Sarjang, menghela napas lega.

“Alhamdulillah,” gumam Mak Erot sambal berbaringan kembali.

Menjelang tengah malam.

"Sebentar lagi, di sini dibilang 10 menit lagi sampai di tujuan,” kata Oneng.

"Neng, sekarang seharusnya malam purnama penuh….”

“Eh, iya, ya? Tapi, tapi….”

"Langit mendadak gelap, ya?”

Sarjang membuka kaca di sebelahnya. Mendadak angin berkesiuran kencang.

Mujurlah, sigap sekali Sarjang menutup kembali kaca mobilnya. 

Beberapa detik Oneng meloncat ke jok belakang. Matanya yang jeli melihat sesuatu melintas di bagian belakang mobil mereka.

"Sini, aku peluk Mak, ya,” kata Oneng sigap memeluk Mak Erot yang sudah duduk tegak.

Oh, bukan!

TIba-tiba perempuan yang sedang hamil besar itu kejang-kejang.

"Kang, ini Mak Erot kejang!” seru Oneng mulai panik.

Ajaib, Mak Erot masih bisa bergumam lirih:”Jangan panik. Zikrullah, Oneng. Baca Ayat Qursyi…”

"Apa mau berhenti dulu?” tanya Sarjang.

"Jangan!” sahut Oneng. “Jalan teruuus!”

Sarjang kini melajukan kendaraannya sambil hatinya riuh melafazkan Ayat Qursyi. Ya, sesuai permintaan Mak Erot.

“Duh, ini apa yang terjadi, ya?” gumam Oneng.

Ya, apakah ini efeknya upacara sakral Abah Emil?

Mari, kita tanyakan kepada pakarnya genre horor; Deva Sastravan.

Bersambung

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama