Hormat Lelaki yang Suka Sholat di Masjid



Aminah Mustari - Penyaji Pipiet Senja

Kami memanggilnya Bang Somad. Lelaki berusia senja itu tinggal di gang sempit pemukiman padat Setiabudi, rumah masa kecil saya. Rumah Bang Somad nyaris tak mendapat sinar matahari karena berhimpit-himpitan dengan rumah amat sangat sederhana lainnya. 

Saya mengenalnya sejak kecil. Sejak dulu ia selalu dalam kebersahajaan. Anak-anak sering menjadikan wilayah rumahnya sebagai tempat sembunyi yang aman karena ruwet dan enggannya orang melewati gang sempit yang hanya muat satu badan itu.

Sepuluh menit sebelum maghrib sore itu, saat lantunan ayat suci baru mulai terdengar diputar dari mushalla, saya melihatnya berjalan merambat-rambat keluar dari rumahnya. Jalannya sudah agak sulit. 

Baju koko putih, sarung, dan senyumnya tampak bersinar. Ia butuh waktu lebih lama menuju mushala terdekat, karena matanya tak lagi bisa melihat. Ia harus meraba-raba tembok untuk menuntun arah.

Saya teringat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. 

Abdullah bin Ummi Maktum suatu ketika datang menemui Nabi saw dan berkata, ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya Madinah ini banyak binatang berbisa dan binatang buasnya. Padahal aku ini buta. Rumahku jauh dari

Masjid. Aku punya penuntun jalan, tapi aku ridak cocok dengannya.

Apakah ada keringanan bagiku untuk mengerjakan shalat di rumah?"

 "Apakah kamu mendengar adzan?" 

Rasullullah malah bertanya. “Ya,” jawab orang itu. Lalu Rasulullah bersabda, ”Jika demikian penuhilah panggilan itu. Aku tidak mendapatkan keringanan bagimu.” 

Dan sejak itu, Abdullah bin Ummi Maktum yang buta itu pun selalu datang shalat wajib di masjid, meski beberapa kali terjatuh saat berjalan menuju masjid hingga terluka wajahnya.

Laki-laki diwajibakan shalat di masjid ini menurut saya luar biasa. Saya pikir laki-laki memang harus diminta begitu, supaya berlatih tanggung jawab dalam setiap keterbatasannya.

Dalam keadaan buta pun, Abdullah bin Ummi Maktum diperintahkan datang ke masjid untuk shalat. Jika untuk shalat 5 kali sehari saja dia mampu berkhidmat, mudahlan bagi dia untuk berkhidmat untuk yang lain. 

Lelaki, ia diberikan hak istimewa karena tanggung jawabnya. Ia memimpin, ia mendapat 2 bagian waris karena bertanggung jawab terhadap istri, anak, ibu, dan adik-adik perempuannya jika tak ada suaminya. Hak kepemimpinan yang diberikan kepadanya bukan untuk bersikap angkuh sebagai pemilik kuasa, tapi untuk mengayomi dan mengasihi orang-orang dalam kepemimpinannya. 

Doa dan hormat saya untuk para lelaki yang memaksimalkan usaha demi kewajiban dan tanggungjawabnya.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama