Duet Pipiet Senja & Deva Shastravan
Bab 2 : Si Nganu Gagal Menculik Mak Erot
Mak
Ijot terdiam di sisi pembaringan Mak Erot, dengan kening yang dikerutkan dalam.
Dia seperti berpikir keras. Kehamilan Mak Erot yang terjadi sangat di luar
nalar!
Suami
Mak Erot telah lama meninggal, sedangkan anak, Mak Erot tak punya. Mak Erot
memang pernah hamil, tetapi selalu keguguran, tak ada bayinya yang selamat.
Kalau
kini Mak Erot hamil memang masih masuk akal, tetapi siapa yang menghamili Mak
Erot?!
"Sudahlah,
Rot. Aku ini sahabatmu. Katakan saja siapa yang menghamilimu?" Wajah Mak
Ijot mengeras menatap sahabatnya.
Mak
Erot, masih dengan menahan sakit, susah payah hendak menjawab sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sudah kukatakan Jot, aku sendiri tak
tahu. Tiba-tiba delapan bulan yang lalu aku merasa mula-mual, dan semakin hari
perutku membesar.
"Itulah
sebabnya aku tak pernah lagi turun dari Bukit Sinongnong ini untuk berjualan ke
pasar. Selama ini Udin, anak angkatku itu yang menggantikan berjualan.
"Aku
malu dengan semua warga Desa Sukariang dengan adanya janin aneh dalam perutku
ini, Jot ...."
Mak
Ijot mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia yakin kalau sahabatnya itu tak
berbohong. Tiba-tiba Mak Ijot menoleh ke arah pintu bambu, terdengar suara
langkah beberapa orang mendekat. Mak Ijot bangkit dan bergegas menuju pintu.
Ketika
pintu dibuka, tampak beberapa orang yang tak asing lagi bagi Mak Ijot, tiga
orang lelaki memakai jas, mereka tak lain adalah Pak Lurah, Pak RT, Pak RW dan
Pak Camat, Pak Lurah memberi isyarat untuk dibiarkan masuk ke dalam rumah.
Mak
Ijot sebenarnya enggan mempersilakan keempat pejabat pemerintah itu masuk, tapi
sebagai rakyat kecil dia mana berani menolak permintaan mereka. Mak Erot pun tak
kalah kaget dengan kedatangan keempat lelaki itu. Dia lalu beringsut dan duduk
bersandar, masih di amben bambunya.
Pak
Lurah memandang perut Mak Erot yang membesar, lalu berkata, "Ternyata
benar kabar yang kudengar, bahwa Mak Erot hamil besar. Tampaknya sudah akan
melahirkan. Kalau begitu, sebaiknya Mak Erot ikut denganku saja, dan tinggal di
rumahku sampai bayinya lahir."
"Eh...
maksud Pak Lurah bagaimana?" Mak Ijot kaget dengan kata-kata Pak Lurah
barusan.
"Sebagai
Lurah, tentu saja aku merasa bertanggung jawab untuk keselamatan janin salah
seorang wargaku. Kalau di rumahku, Mak Erot akan lebih terawat, makanannya akan
jauh lebih bergizi. Setidaknya sampai bayinya lahir kelak."
Mak
Ijot melirik Mak Erot, seakan meminta pendapat dari Mak Erot sendiri.
Sekilas,
meskipun sangat halus sekali, Mak Ijot dapat menangkap gelengan halus kepala
Mak Erot. Mak Erot tak mau tinggal di rumah Pak Lurah!
"Begini,
Pak Lurah. Aku sebagai sahabat dekat Mak Erot sangat berterima kasih atas niat
baik Pak Lurah untuk merawat Mak Erot dan janinnya, tetapi biarlah Mak Erot di
sini saja, biar Udin dan aku yang akan merawatnya."
"Mak,
rumah Mak Erot ini di atas bukit, sulit untuk ke Puskesmas jika kelak mau
melahirkan." Kali ini Pak RT yang bicara.
“Tidak
perlu ke Puskesmas, aku sendiri dukun beranak yang sudah berpengalaman di desa
ini. Aku bisa menanganinya."
Pak
RT memandang Pak lurah dan Pak Camat, usahanya untuk meyakinkan Mak Ijot gagal
total.
Pak
Camat berdehem lantas berkata, "Mak Ijot, saya percaya kalau Mak bisa
merawat Mak Erot di sini, tetapi jika Mak Erot di rumah Pak Lurah, maka gizi
dan kesehatannya akan jauh lebih terjamin.”
"Maaf,
Mak, kalau Mak Ijot menghalangi, Mak bisa kena UU ITE!"
Mak
Ijot yang hanya warga desa yang polos, tak mengerti apa itu UU ITE, tetapi dia
pernah mendengar dari Oneng, Sarjang dan lainnya, biasanya seseorang yang kena
UU ITE akan berakhir di penjara!
Wajah
Mak Ijot pun langsung memucat! Sikapnya spontan berubah 180 derajat!
"I…,
iya, Pak Camat. Kalau begitu terserah Pak Lurah saja." Mak Ijot menyerah.
Pak
Lurah dan Pak Camat saling melirik. Seandainya Mak Ijot melihat sekilas saja
lirikan mereka, tampak sekali kalau di antara dua pejabat ini seperti sudah
bersepakat. Ada sesuatu yang mereka sembunyikan!
Sayangnya
Mak Ijot saat itu sedang berbincang dengan berbisik-bisik pada Mak Erot. Mak
Ijot berusaha menenangkan Mak Erot agar mau dibawa oleh Pak Lurah.
Akhirnya,
dengan dipapah Mak Ijot, Mak Erot pun dibawa keluar rumah, menyusuri jalan
setapak Bukit Sinongnong.
Kepergian
mereka dilepas tatapan bingung para emak-emak yang sejak tadi berada di luar
rumah Mak Erot, emak-emak yang menamai diri mereka BEMS.
"Mak
Erot mau dibawa ke mana, ya?" tanya salah seorang.
"Yeeeh,
merege tehe! Tanya sana sama Pak Lurah langsung," jawab emak-emak yang lain
sambil mencibir.
"Nggak
berani, ih." Si Emak menjawab ragu.
"Kalau
begitu, tunggu Mak Ijot saja. Kalau dia kembali, baru kita tanyakan," kata
yang lain berusaha menengahi.
Beberapa
emak-emak mengangguk, mereka pun duduk kembali. Suasana hening. Dalam pikiran
mereka saat itu penuh tanda tanya besar, apa yang akan dilakukan Pak Lurah pada
Mak Erot? Mau dibawa ke mana Mak Erot?!
Rombongan
yang menuruni Bukit Sinongnong telah tiba di kaki bukit. Mobil dinas milik Pak
Lurah dan Pak Camat terparkir di sana.
Terlihat
dua lelaki berdiri tak jauh dari mobil-mobil itu, tetapi ada satu sosok lagi
yang juga berada di sana. Mata Mak Ijot yang sudah mulai rabun tak dapat
melihat jelas siapa sosok tersebut. Tetapi saat posisi mereka sudah semakin
dekat, dia langsung terperanjat. Terkejut bukan main!
"Abah Emod?!" ujar Mak Ijot dengan mata membelalak!.
Siapa
sebenarnya sosok Abah Emod?
Mengapa
Mak Ijot sampai sedemikian kaget melihat sosok Abah Emod?
Rencana
apa pula yang akan dijalankan Pak Lurah dan Pak camat kepada Mak Erot yang
sedang hamil tua itu?
Lanjut
ke bab berikutnya, ya Bestie.
Pipiet
Senja akan menjawab pertanyaan besar ini.
Bersambung
Posting Komentar