Belimbing Sayur #1

 




Novel

Judul: Belimbing Sayur

Karya: Pipiet Senja & Deva Shastravan

 

 

Bab Satu: 

Tiba-Tiba Mak Erot Bunting


Kampung Sukariang biasanya damai, aman dan sejahtera. Namun, pagi ini mendadak geger semesta. Orang sekampung heboh menggunjingkan kejadian aneh bin ajaib.

"Sebenarnya apa yang terjadi di rumah Mak Erot?" tanya Mak Ijot, tukang surabi di Simpangan, kepada langganannya Sarjang.

”Aku belum sempat nengok. Bangun kesiangan gara-gara iseng, lihat Drakor….”

“Nini-nini masih iseng lihat Drakor atuh,” ledek Sarjang.

“Habiiiis, gareulis karasep artisnya…. Eeeh, ada apa sama Mak Erot?”

"Kumaha teu heboh. Etah Mak Erot reuneuh!"[1] jawab Sarjang sambil menyomot surabi, secepat dia bisa.

Maklum, surabi Mak Ijot terkenal sekampung Sukariang. Kalau tak buru-buru bisa kehabisan.

Mendengar jawaban Sarjang, karuan Mak Ijot kaget setengah mati. Sampai loncat susurnya, terbang dan menclok di atas dagangannya. Surabi selusin tak bisa dijual lantaran kecipratan susur Mak Ijot. Demikian dinyatakan sendiri secara jelas dan tegas oleh Mak Ijot.

“Biarin nanti kubersihkan. Buat aku saja, ya Mak,” pinta Sarjang.

"Woooi! Buntingnya sama siapa?" Mak Ijot melotot hebat ke arah Sarjang, sang pembawa berita.

"Bunting begitu saja, katanya...."

"Tak masuk akal! Dia sebayaku, lansia 60-an. Masa iya mendadak banting begitu saja?"

"Bunting Mak, bunting! Bukan banting," ralat Sarjang sambil berlalu, setelah puas nyambar surabi yang selamat dari susur Mak Ijot. Menambah surabi yang dinyatakan Mak Ijot takkan dijual.

“Wooooi, mana duitnya?” teriak Mak Ijot menyadari mantan buruh pabrik itu tak meninggalkan duit sepeser pun.

“Biasaaaa…. Ngutang dulu, ya!”

“Ngutang kok jadi hobi!” gerutu Mak Ijot.

“Siapa dulu Lurahnya, Mak….” Seorang perempuan muda seketika telah berada di hadapannya.

“Ya, Tukang Ngutang!” gerutu Mak Ijot.

Oneng menyodorkan selembar ratusan ribu.”Ini sekalian bayar utang tempohari. Jangan dikembalikan, Mak.”

“Alhamdulillah, rezeki darimu, Oneng. Ambil saja semuanya!” Mak Ijot meninggalkan jongko[2] miliknya. Tak peduli lagi dengan dagangannya.

“Yeeeh? Mau ke mana, Maaak?” teriak Oneng.

“Nengok Mak Erot,” sahut Mak Ijot. “Kasihan mendadak banting, eeh, bunting kabarnya….”

Oneng bagai baru tersadarkan kembali. Dinihari di kosannya sudah heboh juga. Nyai, teman sekosan bergunjing; ada nenek-nenek mendadak bunting. Hanya ia tak menggubrisnya. Siapapun sudah kenal bagaimana kelakuan Nyai. Hobi bergunjing, menyebar berita tak penting. Hoax!

Karena itu pula akun Oneng jadi dibanned si Juki. Iya, gara-gara iseng menyebar berita dari si Nyai. Belakangan Oneng tahu juga, ternyata tak semua berita Nyai bohong. Sebagian ada benarnya.

“Sekarang bukan sekedar bergunjing juga. Fakta! Mak Ijot sampai tak peduli lagi dengan surabinya!” Oneng pun bergegas mengikuti jejak Mak Ijot, menuju rumah Mak Erot.

Di rumah Mak Erot orang sekampung sudah bekerumun. Mulai dari Pak Erte, Pak Erwe, Pak Camat bahkan tiba-tiba ada rombongan datang.

”Awaaas! Lurah datang!” teriak seseorang, mengawal sebuah kendaraan dinas.”Wooooi, hormaaat graaak!”

Meskipun masih berada di kaki bukit kehebohan telah terdengar ke mana-mana.

“Tukang Ngutang dataaang!”

“Dia bawa Abah Emod!”

“Iya, lawan tuh oroknya si Mak Erot!”

“Orok kok dilawan, apaan sih lu?”

“Semalaman amukan terus, katanya….”

“Masa orok di perut sudah amukan?”

“Namanya juga orok ajaib!”

“Iya, nenek-nenek mendadak bunting. Ajaib kaaan!”

“Omdo tuh si Mak Erot!”

“Haish, masih saja dibilang omdo. Lihat sana gih. Masuk ke dalam!”

“Gak bisa. Dijaga ketat sama BEMS!”

“Apaan tuh BEMS?”

“Barisan Emak Militan Sukariang, tahu!”

Sementara itu rumah panggung Mak Erot tampak menjulang. Maklum, letaknya di atas Bukit Sinongnong. Kendaraan hanya bisa parkir di kaki bukit. Rombongan Pak Lurah harus jalan kaki untuk sampai di rumah Mak Erot.

“Hei, anak-anak. Apa aku boleh masuk?”

Mak Ijot sudah berdiri di depan BEMS. Melihat kedatangan Lansia yang sudah dikenal sebagai Tukang Surabi Plus, buru-buru mereka menyingkir. Siapa yang tak kenal Mak Ijot? Selain Tukang Surabi, profesi plusnya tak lain adalah Dukun Beranak.

Telah banyak emak-emak yang sukses ditolongnya saat melahirkan. Mak Ijot beroleh Dukun Beranak Award dari Puskesmas Sukariang.

“Mangga, Mak, mangga lebet….”[3]

Mak Erot seketika teriak kegirangan begitu melihat sosok sahabatnya.

“Jooot, Ijooot! Kenapa baru muncul sekarang, Jooot? Aku kesakitan plus ketakutan, tahu!” ceracaunya sambal memeluk Mak Ijot erat-erat, seakan tak sudi dilepaskan lagi.

“Tenang, tenang. Mak Ijot sudah di sisimu,” kata Mak Ijot, mulai memeriksa perut sahabatnya.

Semua yang hadir di situ mendadak bungkam, tak ada yang berani bicara lagi. Suasananya menjadi hening, senyap bagai di kuburan. Mak Ijot serius sekali memeriksa perut Mak Erot.

Hingga tiba-tiba dia bergumam:”Iya, kamu memang bunting, Erot. Siapa bapaknya?”

Meskipun bergumam ternyata kuping orang serumah bisa mendengarnya. 

Mereka pun serempak teriak:”Siapa bapaknya? Siapa bapaknya?”

Tanyakan saja kepada rumput bergoyang, eeeh, Deva Shastravan!

Bersambung



[1]“Bagaimana tak heboh? Itu Mak Erot mendadak bunting!”

[2] Warung kecil

[3]:Silakan, Mak, silakan masuk….”

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama