Malam Jumat Merinding Disko



Pipiet Senja 

Anno, 2021

Ini hari kedua dirawat di rumah sakit khusus penanganan Covid 19, Wisma Atlet.

Aku dan cucu Balita tanpa gejala, alhamdulillah tak ada keluhan. Sedangkan anakku, istrinya dan cucu satu lagi, meriang demam, batuk, dan hilang rasa di lidah serta penciuman.

Mereka dirawat di kamar sendiri di Tower 7 lantai 21.

Rada horor suasananya di tempatku. Setiap saat pasien dijemput pulang oleh Malaikat Maut. Kadang kubayangkan Malaikat Maut wara-airi sibuk mencabut nyawa di ruangan luas ini.

Entah berapa jumlah pasien karantina ini. Banyaklah.

Namun, tak pernah lama. Satu demi satu lewat; selamat jalan, Kawan. Sampai jumpa di kampung akhirat.

Duh, pedih hatiku bagai tersayat sembilu.

Kabarnya, banyak juga yang dikubur massal, tanpa diketahui oleh keluarganya.

Sepanjang siang itu suasananya termasuk santai. Letak ranjangku dekat dengan meja para koas yang cantik dan kece-kece. Mereka datang dari pelosok Tanah Air.

Tak tampaklah wajah asli. Kubayangkan saja begitu. Dari sepasang mata bening dan sikap ramah serta tulus mengabdi.

Salut dann kagaum aku dengan pengabdian mereka. Bayangkan saja, delapan jam berada dalam balutan baju APD. Tak boleh makan minum dan BAB, duh, perjuangan dahsyat!

Lupa kalau ini hari Kamis. Artinya malam Jumat. Ketika mau ambil wudhu sholat Isya, kunampak ada darah berceceran di kamar mandi. Darah segar loh.

Padahal aku sendirian. Mendadak bau kembang kemboja yang sering ada di kuburan. Seketika meremang hebat buku romaku.

Lariiii, titah batinku.

Lah, mau lari gimana coba. Aku sambil bawa tiang infusan. Tak bisa pula teriak minta tolong. Pintu ditutup rapat!

Baca Ayat Kursyi bolak-balik tak karuan, weleeeeh!

Merinding disko bangeeet nih urusan.

Gimana kalau tiba-tiba muncul arwah gentayangan? Mau ngapain tuh, walaaaah!

Usai ambil wudhu bisa juga kupaksakan kaki-kakiku melangkah, meninggalkan kamar mandi. Serasa melayang tak karuan.

Kuhampiri meja para perawat.

Pas ketemu perawat, eeeeh, dia cerita belum lama ada yang meninggal di kamar mandi. 

Kabarnya awal April 2020 yang tewas, karena corona di sini memang banyak.

“Tolong dibersihkanlah darah berceceran di kamar mandi,” laporku.

"Apa? Ada darah bececeran?" 

"Iya, darah segar loh mulai dari ambang pintu sampai ujung...."

Rasanya bau anyir darah masih melekat di hidungku.

Perawat segera memeriksa kamar mandi. Sejurus kemudian kembali sambil geleng kepala.

“Ibu salah lihat kaliiii….Bersih kok gak ada ceceran darah.”

Kutengok bersamanya, benar saja. Ceceran darah itu sudah lenyap!

Semalam masih kulihat pasien seorang ibu muda 30-an. Sempat curhatan, katanya 3 anaknya masih Balita; 6 bulan, 4 tahun dan 2 tahun positif juga. Mereka dirawat bersama ayahnya di lantai 4.

Begitu terbangun aku kesiangan. Dua hari banyak pemeriksaan, hampir tak bisa rehat. Nah, ke mana tuh ibu 3 Balita? Ranjangnya sudah kosong.

Kutanya perawat jawabnya. “Sudah pulang tadi jam dua an….”

“Syukurlah kalau sudah sehat….”

“Iya, beliau gak akan merasa sakit lagi selamanya.”

“Maksudnya, eeeh, sehat selamanya, eeeh….” Otakku langsung saja konek dengan istilah selamanya.

Benar, ibu muda dengan badan subur, berumur 30 tahun, kena serangan jantung, dan takkan jumpa 3 Balita serta suaminya lagi.

Aku tercenung dalam diam yang senyap. Kurasa Malaikat Maut begitu dekat dengan diriku.

Ya Robbana!

@@@

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama