Oleh: Jose Rizal Manua
1. Seni Teater
Seni teater merupakan suatu kesenian yang berbeda dengan kesenian lainnya, karena pada seni teater terkandung dua aspek sekaligus; dimana yang satu dengan lainnya merupakan satu kesatuan. Aspek-aspek tersebut merupakan seni sastra dan seni teater.
Sebagai seni sastra ia mengandung cerita yang merupakan hasil budi daya manusia yang mencerminkan ungkapan makna kehidupan. Liku-liku kehidupan itu kemudian dipilih dan disusun oleh pengarang berdasarkan alur (plot), karakter, struktur dramatik dan latar peristiwa agar menimbulkan ketertarikan dan keharuan. Sebagai seni teater, ia adalah suatu pertunjukan yang di dalamnya berpadu unsur-unsur lakon, tarian, nyanyian, seni rupa, musik dan lain-lain, sehingga dapat menimbulkan kesan yang memukau bagi penontonnya.
Dalam sejarahnya, setiap bangsa memiliki sejarah teaternya masing-masing. Salah satu Negara yang yang terkenal sejarah teaternya adalah Yunani. Awal dari teater Yunani adalah upacara keagamaan yang kemudian berkembang menjadi seni teater yang kita kenal sekarang. Sepanjang tiga kurun waktu, Yunani telah melahirkan beratus-ratus penulis lakon, empat di antaranya yang paling terkemuka: Aeschylus, Sophocles, Euripides dan Aristophanes.
Di Asia, khususnya di Indonesia mempunyai sejarah teaternya sendiri, yang juga berawal dari upacara-upacara keagamaan. Teater Indonesia yang paling awal adalah “Calon Arang”, terdapat di Bali. Boen Sri Oemarjati, Bentuk Lakon Dalam Sastra Indonesia, Jakarta: Gunung Agung, 1971, hlm. 16. Mengenai sejarah dan perkembangan teater Dunia, teater Asia, dan teater Indonesia akan diurakan lebih lanjut pada bab 6.
Pada bab 5, dengan bimbingan guru, peserta didik akan mencoba menyelenggarakan pementasan melalui tujuh langkah latihan. Juga mencoba dan mempelajari latihan-latihan improvisasi, tahap-tahap merancang pementasan, dan latihan-latihan olah tubuh, olah vocal dan olah pikir dan rasa; - yang pada hakekatnya, satu sama lain mempunyai keterkaitan.
Tujuh Langkah Menuju Pementasan
Tujuh langkah yang dimaksud adalah tujuh kali pertemuan. Seandainya, latihan teater di sekolah berlangsung seminggu sekali, maka pada minggu ke tujuh, peserta didik sudah bisa mementaskan lakon yang dipelajarinya selama tujuh kali pertemuan tersebut. Isu-isu aktual yang dihadapi remaja bisa menjadi topik yang menarik untuk dijadikan tema pementasan.
Sebelum memulai latihan, ada baiknya guru membaca sebuah artikel mengenai dramaturgi di bawah ini:
Dramaturgi
Dramaturgi adalah sebuah teori yang mempelajari seluk-beluk cerita dari naskah, yang di dalamnya terdapat studi struktur dramatik, plot atau alur cerita, penokohan dan setting peristiwa. Dengan mempelajari dramaturgi seseorang mempunyai pengertian yang mendalam tentang hubungan antara dunia fiktif dalam permainan drama dan dunia realitas.
Fasih dalam menganalisa naskah berdasarkan keterangan mengenai keadaan masyarakat di mana naskah tersebut ditulis dan teori-teori serta praktek menjalankan pemeranan untuk mana naskah atau yang bersangkutan telah ditulis. Juga berkemampuan menerapkan analisa tersebut dengan menguji ketepatan karakterisasi dari watak-wataknya; seperti memerinci keluarga watak, latar belakang pendidikan watak, lingkungan kehidupan watak, kepribadian watak, perkawinan watak, dan lain-lain, yang diketemukan di dalam analisa naskah, dan mengatur konsistensinya dengan visi sutradara.
Dengan mempelajari dramaturgi seseorang dirangsang untuk mencari informasi tentang naskah dari periode tertentu dalam sejarah dan menggali latar belakang sosialnya. Istilah dramaturgi dicetuskan oleh dramawan Jerman Gotthold Ephraim Lessing. Dari tahun 1767 – 1770, ia menulis dan menerbitkan serangkaian kritik melalui bukunya yang berjudul dramaturgi Hamburg (Hamburgische Dramaturgie). Lessing dikenal sebagai bapak dramaturgi modern.
Karya lain yang penting dalam tradisi teater Barat adalah karya Aristoteles yang berjudul “Poetics” (ditulis sekitar 335 SM). Yang sampai sekarang masih dianggap sebagai acuan dunia teater. Dalam buku Poetics, Aristoteles menjabarkan penelitiannya tentang drama tragedi dan komedi. Aristoteles meneliti hampir semua karya penulis Yunani pada masa itu. Kisah tragis merupakan obyek utama penelitiannya.
Aristoteles menyanjung lakon Oedipus Rex sebagai drama yang paling dapat diperhitungkan. Meskipun Aristoteles mengatakan bahwa drama adalah bagian dari puisi, namun Aristoteles menganalisa drama secara keseluruhan. Bukan saja dari naskah, tapi juga hubungan antar watak, akting, dialog, plot dan cerita. Nilai-nilai yang dikemukakan Aristoteles dalam mahakarya tersebut dikenal sebagai drama ala Aristoteles atau “drama Aristotelian”, di mana Deus Ex Machina (karakter imajiner, buatan, peristiwa yang tiba-tiba terjadi atau keajaiban yang timbul sebagai solusi dalam lakon yang memuncak atau plot yang sulit.
Contohnya, dalam kisah Cinderella ada peri yang tiba-tiba muncul ketika dia tidak bisa pergi ke pesta) adalah suatu kelemahan, dan dimana akting harus tersusun berdasarkan sebab-akibat.
Ada juga konsep kunci dramatik seperti Anagnorisis ( perilaku acuh menjadi butuh karena perkembangan cerita) dan katarsis (sensasi atau efek turut terbawanya alur cerita ke dalam hati atau kejiwaan; - perasaan ini seyogyanya muncul di hati penonton seusai menonton lakon drama) tertuang dalam Poetics.
Karya Aristoteles ini sampai sekarang masih menjadi acuan dasar pada berbagai petunjukan atau pun kursus-kursus teater dan per-film-an.
Jika Aristoteles mengungkapkan dramaturgi dalam artian seni, maka Goffman mendalami dramaturgi dari segi sosiologi. Irving Goffman melalui bukunya yang berjudul The Presentation of Self in Everiday Life, menggali segala macam perilaku dalam berinteraksi, seperti yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, di mana kita menampilkan diri sebagaimana seorang aktor menampilkan karakter peran dalam sebuah pertunjukan drama.
Jika Aristoteles mengacu pada pertunjukan drama, maka Goffman mengacu pada pertunjukan sosiologi (pertunjukan yang terjadi di masyarakat). Goffman menggali segala macam perilaku interaksi yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, yang menampilkan diri kita sendiri dalam cara yang sama dengan cara seorang aktor menampilkan karakter orang lain dalam sebuah pertunjukan.
Tujuan dari presentasi dari diri – Goffman ini adalah penerimaan penonton akan manipulasi. Bila seorang aktor berhasil, maka penonton akan melihat aktor sesuai dengan apa yang ingin diperlihatkan oleh aktor tersebut. Aktor akan semakin mudah menggiring penonton untuk mencapai tujuan dari pertunjukan. Ini dapat dikatakan sebagai bentuk lain dari komunikasi. Karena komunikasi sebenarnya adalah alat untuk mencapai tujuan.
Dalam komunikasi konvensional manusia berbicara tentang bagaimana memaksimalkan indra verbal dan non-verbal untuk mencapai tujuan akhir komunikasi, agar orang lain mengikuti kemauannya. Maka dalam dramaturgi, yang diperhitungkan adalah konsep menyeluruh tentang bagaimana menghayati peran sehingga dapat memberikan sesuatu yang sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Tujuan dramaturgi bagi Goffman adalah mempelajari perilaku manusia dalam mencapai tujuannya dan bukan untuk mempelajari hasil dari perilakunya tersebut. Bermain peran merupakan salah satu alat yang dapat mengacu kepada tercapainya kesepakatan tersebut.
Dalam teori dramaturgi dijelaskan bahwa identitas manusia adalah tidak stabil dan setiap identitas tersebut merupakan bagian dari kejiwaan (psikologi) yang mandiri. Identitas manusia bisa berubah-ubah tergantung dari interaksinya dengan orang lain.
Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknai sama dengan pertunjukan drama. Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakterisasi personal dan tujuannya kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”. Dalam mencapai tujuannya tersebut, menurut konsep dramaturgi, manusia akan mengembangkan perilaku-perilaku yang mendukung perannya tersebut.
Sebagaimana pertunjukan drama, seorang aktor kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan pertunjukan. Kelengkapan ini antara lain memperhitungkan setting, kostum, penggunaan kata (dialog) dan tindakan non-verbal lain. Hal ini tentunya bertujuan untuk meninggalkan kesan yang baik pada lawan interaksi dan memuluskan jalan dalam mencapai tujuan.
Oleh Goffman, tindakan di atas disebut dalam istilah “impression management”. Goffman juga melihat bahwa ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas panggung (front stage) dan di belakang panggung (back stage) drama kehidupan. Kondisi akting di front stage adalah adanya penonton (yang melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita berusaha untuk memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan dari perilaku kita.
Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan untuk membuat drama yang berhasil. Sedangkan back stage adalah keadaan dimana kita berada di belakang panggung, dengan kondisi bahwa tidak ada penonton. Sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa mempedulikan plot perilaku, bagaimana yang harus kita bawakan.
Contohnya, seorang teller senantiasa berpakaian rapi menyambut nasabah dengan ramah, santun, bersikap formil dan dengan perkataan yang diatur. Tetapi, saat istirahat siang, sang teller bisa bersikap lebih santai, bersenda gurau dengan bahasa gaul dengan temannya atau bersikap tidak formil (ngerumpi,dsb).
Saat teller menyambut nasabah, merupakan saat front stage baginya (saat pertunjukan). Tanggung jawabnya adalah menyambut nasabah dan memberikan pelayanan kepada nasabah tersebut. Oleh karenanya, perilaku sang teller juga adalah perilaku yang sudah digariskan skenarionya oleh pihak manajemen.
Langkah Pertama
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Bukalah pertemuan dengan menyapa semua peserta didik. Ajaklah peserta didik untuk mengungkapkan siapa dirinya. Tidak hanya menyebutkan nama dan alamat, tapi juga aktifitas, kegemaran, dll. Buatlah suasana cair dan menarik.bukalah dengan doa.
2. Berikan penjelasan mengenai teater, seperti; maksud, tujuan dan membeberkan segala permasalahan yang akan dibangun menjadi sebuah pementasan.
3. Proses ini akan membutuhkan ruang yang cukup luas untuk bergerak. Guru dapat memilih lokasi yang cukup lapang sebelum memulai latihan.
4. Melakukan latihan pemanasan; ajaklah peserta didik untuk mengendurkan seluruh anggota tubuh. Memulainya dari mengendurkan otot-otot leher, bahu, pinggang, hingga jari-jari tangan dan jari-jari kaki.
5. Berikutnya, ajaklah peserta didik untuk membuat gerakan-gerakan imajiner, seolah-olah mereka berada dalam situasi tertentu. Misalnya, dimulai dengan setiap peserta didik membayangkan dirinya, menghindar dari serangan kumbang; mulai dari kumbang seekor, lalu sepuluh ekor, limapuluh ekor, dst. Di akhiri dengan mengekspresikan; setiap peserta didik yang menjadi kumbangnya.
6. Setiap peserta didik membayangkan dirinya, menghindar dari serangan ular; seekor, sepuluh ekor, limapuluh ekor, dst. Diakhiri dengan mengekspresikan; setiap peserta didik yang menjadi ularnya.
7. Setiap peserta didik membayangkan dirinya sebagai mobil atau motor, atau kendaraan di arena balap.
8. Pada akhir latihan buatlah evaluasi. Sampaikan bahwa latihan-latihan tersebut di atas, bertujuan untuk membongkar potensi-potensi yang selama ini tersimpan di dalam diri peserta didik. Mengeksplorasi suara dan gerakan yang selama ini tidak lagi pernah dilakukan. Dan perlu diperhatikan, bahwa latihan-latihan di atas, meski akan berlangsung seru dan menyenangkan, tapi umumnya peserta didik cenderung bercanda dan kurang serius. Jadi guru harus selalu mengingatkan tentang konsentrasi dan kesungguhan berekspresi.
Agar peserta didik bergairah dalam ber-teater, latihan teater haruslah menyenangkan. Serius tapi santai.
9. tutuplah pertemuan dengan doa.
Langkah Kedua
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Guru membuka diskusi mengenai latihan sebelumnya. Membicarakan apa yang harus diperbaiki dari latihan sebelumnya. Mulailah latihan dengan berdoa.
2. Guru dapat memulai dengan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
3. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik mengenai isu/ ide yang akan dipentaskan.
4. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 orang.
5. Lakukan latihan sebagai berikut:
a. melakukan latihan pemanasan; mengendurkan seluruh anggota tubuh. Memulainya dari mengendurkan otot-otot leher, bahu, pinggang, hingga jari-jari tangan dan jari-jari kaki.
b. Guru memilih tema/ topik sederhana.
c. Dari setiap kelompok; 1 orang berperan sebagai tokoh protagonis (tokoh baik), 3 orang sebagai tokoh antagonis (tokoh jahat/ penentang), dan yang 1 orang sebagai tokoh penengah. Peserta didik mempersoalkan “tema/ topik” secara spontan dan dalam bentuk improsisasi (misalnya, mengekspresikan: “saling menyalahkan”, “saling memuji”, “saling menertawakan”, dst. Satu orang lawan tiga orangdan seorang penengah), diimprovisasikan secara bergantian dan dinamis. Peserta didik bisa melakukannya ditempat yang mereka pilih sendiri, atau bergerak dari satu susut ke sudut lain.
d. Guru mengevaluasi dan membuka diskusi secara umum, untuk perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
e. Guru melakukan evaluasi sebelum mengakhiri latihan.
f. Guru menutup latihan dengan berdoa.
Langkah Ketiga
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Guru membuka diskusi mengenai latihan sebelumnya. Membicarakan apa yang harus diperbaiki dari latihan sebelumnya. Mulailah latihan dengan berdoa.
2. Guru dapat memulai dengan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
3. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik mengenai isu/ ide aktual, yang sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan memainkannya secara spontan dan dalam bentuk improvisasi.
4. Guru membagi peserta didik menjadi beberapa kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 – 5 orang.
5. Lakukan latihan berikut:
a. melakukan latihan pemanasan; mengendurkan seluruh anggota tubuh. Memulainya dari mengendurkan otot-otot leher, bahu, pinggang, hingga jari-jari tangan dan jari-jari kaki.
b. Guru memilih tema/ topik sederhana.
c. Guru mengajukan beberapa nomor improvisasi. Kelompok peserta didik memilih salah satu nomor improvisasi yang diajukan guru:
(a). Tema: Saling menggunjingkan.
Tiga orang duduk berjajar. Yang seorang pamit. Dua yang tinggal menggunjingkan yang pamit. Mereka pamit bergantian. Improvisasi ini bisa sangat lucu. Guru mengingatkan peserta didik agar menggunakan bahasa yang santun.
(b). Tema: Mencoba memperdayai.
Dua orang mencoba memperdayai seseorang yang
mempunyai banyak koleksi mainan.
(c). Tema: Mencoba mengatur siasat.
Dua orang mencoba mengatur siasat untuk membela diri
atas kesalahan yang mereka lakukan terhadap
seseorang.
(d). Dst.
d. Guru mengevaluasi dan membuka diskusi secara umum, untuk perbaikan-perbaikan yang diperlukan.
e. Guru melakukan evaluasi sebelum mengakhiri latihan.
f. Guru menutup latihan dengan berdoa.
Langkah Keempat
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Pada langkah keempat ini, latihan akan mengarah ke bentuk pementasan. Guru dapat memulai dengan memberikan pengantar tentang bagian-bagian dalam sebuah pementasan sebagaimana yang terdapat dalam bahan bacaan tentang dramaturgi.
2. Sebelum memulai, buatlah evaluasi latihan sebelumnya. Tidak lupa berdoa.
3. Lakukan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
4. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk mendiskusikan lakon apa dan lakon yang bagaimana yang akan dipentaskan.
5. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk mendiskusikan dramaturgi apa (lenong, longser, ketoprak, ludruk, arja, kemidi rodat, kondobuleng, dulmuluk, randai, makyong, mamanda, dll), atau bentuk teater modern, yang akan digunakan untuk membangun pementasan.
6. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk menonton (baik langsung maupun melalui video, pementasan lenong, longser, ketoprak, ludruk, arja, kemidi rodat, kondobuleng, dulmuluk, randai, makyong, mamanda, dll) atau pementasan teater modern yang lain untuk nantinya menjadi panduan ketika membangun pementasan.
7. Guru dan peserta didik menentukan pemeran, pemeran pembantu dan pemeran pendukung. Atau siapa saja pemeran protagonis (tokoh utama), siapa saja pemeran antagonis (tokoh yang selalu menghalangi tercapainya cita-cita atau tujuan dari tokoh utama), dan siapa saja pemeran yang akan menengahi pertikaian.
8. Menentukan setting/ latar peristiwa/ tempat (lokasi) kejadian, yang hubungannya dengan tata artistic (tata pentas, tata rias, tata busana, dll.
9. Menentukan musik, suara, dan atmosfir (suara jangkrik, lolong srigala, kokok ayam, deru kenderaan, dll).
10. Menentukan tata gerak atau tari (kalau diperlukan).
11. Mencoba membangun adegan demi adegan secara improvisasi.
12. Melakukan evaluasi sebelum mengakhiri latihan.
13. Menutup latihan dengan doa.
Langkah Kelima
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk melakukan evaluasi dari latihan sebelumnya. Tidak lupa berdoa.
2. Guru dapat memulai dengan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
3. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk mempraktekkan rangkaian adegan atau rangkaian babak secara menyeluruh dan memperhatikan detail-detailnya.
4. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik agar memperhatikan unsur-unsur penunjang pementasan lainnya; seperti musik, suara, atmosfir, gerak-tari, busana, dll.
5. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk melakukan evaluasi dan mendiskusikan hasil latihan.
6. Menutup latihan dengan doa.
Langkah Keenam
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk melakukan evaluasi dari latihan sebelumnya. Tidak lupa berdoa.
2. Guru dapat memulai dengan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
3. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk mencoba tata rias, tata busana, properti; meja, kursi, dipan, dll, hands-prop; tongkat, sapu, kemoceng, dll. Yang akan digunakan dalam pementasan.
4. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik memainkan adegan atau babak secara utuh, lengkap dengan tata rias, tata busana, hands-prop, properti, set dekor, musik, suara, atmosfir, gerak-tari, dll.
5. Menutup latihan dengan doa.
Langkah Ketujuh
Waktu: Disesuaikan dengan yang ditetapkan oleh sekolah.
Langkah-langkah bagi guru:
1. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk melakukan evaluasi dari latihan sebelumnya. Tidak lupa berdoa.
2. Guru dapat memulai dengan latihan pemanasan seperti dalam langkah pertama.
3. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik memainkan adegan atau babak secara utuh, lengkap dengan tata rias, tata busana, hands-prop, properti, set dekor, musik, suara, atmosfir, gerak-tari, dll.
4. Guru membimbing (mendorong dan mengarahkan) peserta didik untuk melakukan evaluasi dan mendiskusikan hasil latihan terakhir.
5. Menutup latihan dengan doa.
Posting Komentar