Catatan Cinta Emak Alin: Gunung Es Thaller



Feni Linda Wati – Pipiet Senja

Didiagnosa Alin memang tertulis thalasemia mayor. Walaupun sebenarnya dia juga punya riwayat terinfeksi virus CMV karena saat hamil saya positif terinfeksi TORCH.

Banyak yang mengira Thalasemia itu adalah kelainan darah yang gampang. Tinggal dapat transfusi, lalu masalah selesai. Mungkin banyak para orang tua yang pernah merasa dianggap remeh jika berkumpul dengan penyandang kelainan darah lain, seperti Meylodi syndrom, anemia aplastik, leukimia, autoimun dan anemia hemolitik lainnya.

Mungkin kalian sering mendengar kalimat, “Masih mending kalian cuma thalasemia” atau “Anakmu kan hanya thalasemia, cuma butuh transfusi”, yang diucapkan orang tua dari penyandang kelainan darah lain. Mereka terlalu sederhana memahami thalasemia.

Kalau boleh memilih takdir, tentunya kita akan memilih untuk menjadi normal, bukan Thaller.

Jika kalian bertemu dengan orang-orang yang mengatakan kalimat seperti yang saya sebutkan diatas. Saran saya. Abaikan!

Fokus pada anak-anak kita saja. Jangan sampai kalimat itu membuat kalian percaya diri. Dan akhirnya mengabaikan penanganan anak. Karena menganggap enteng thalasemia. Karena cuma sebatas transfusi rutin.

Dampak thalasemia itu seperti gunung es, yang sewaktu-waktu bisa runtuh. Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat sejak dini, akan berakibat fatal di kemudian hari. Karena keberhasilan merawat anak penyandang thalasemia itu tergantung pada, apakah Thaller mendapatkan penanganan yang tepat sejak dini.

Hal itu bisa terlihat dari wajahnya, dari pertumbuhannya, dari perkembangan, dari kondisi organ penting di tubuhnya, dan daya tahan tubuhnya. Jika wajahnya sudah berubah, tumbuh kembang terhambat, bahkan mengalami stunting, organ penting membesar dan terganggu fungsinya. Serta daya tahan tubuh yang semakin menurun. Itu bisa dipastikan kalau yang bersangkutan tidak mendapatkan penanganan yang tepat sejak dini.

Bagaimana agar Thaller bisa mendapatkan penanganan yang tepat? Jawabnya dengan memahami thalasemia.

Bagaimana memahami thalasemia? Ya dengan belajar.

Pelajari apa itu thalasemia. Agar kita tahu apa yang sedang kita perjuangkan, dan bagaimana cara memperjuangkan dengan benar.

Sehingga tidak salah dalam mengambil keputusan dan bertindak.

Salam Sehat dan peluk hangat,

Emak ZiraNayaAlin




Dari Manini:

Benar sekali Feni Linda Wati.

Saya termasuk korban tebak tebak diagnosa; penyakit kuning, cacing apalah apalah. Sampai dibawa ke RSPAD umur 10 tahun, baru diketahui Thallasemia beta.

Telat pula kelasi besi, baru umur 45-an konsumsi kelasi besi.

Dampaknya dahsyaaat!

Limpa bengkak seperti hamil 7 bulan. Batu numpuk di kandung empedu. Diangkat sekaligus dua organ tsb, efeknya pancreas error. Kenalah DM, kardiomegali, HT apalagi coba?

Pengeroposan tulang!

Alhasil nenek-nenek ini sudah dibedah depan belakang. Cacatlah. Sekarang kena pula telapak tangan kiri saraf kejepit. Sudah berbulan-bulan nyeri, sepanjang malam nyaris tak bisa tidur. Akibatnya tensi melejit pernah sampai 197/100.

“Kalau dibiarkan bisa stroke, Bu,” kata dokter ortopedi.

“Jadi harus diapakan, dokter?”

“Operasi, bedah kecil di sini…” Dokter menandai di bawah kelingkingku dengan pen.

“Saya Thallasemia, DM, kardiomegali dan HT, Dokter.”

“Kita rawat gabung. Cek dulu semuanya. Kalau kata dokter jantung, hematologi oke, baru tindakan.”

Mau bagaimana lagi?

Ya sudah berdamai dan berjuang untuk tetap tawakal.

Hingga detak jantung berhenti.

Jadwalnya Kamis mendatang. Namun, prosedur yang harus dijalani lumayan pabaliut. Rontgen, cek darah, cek jantung mungkin harus transfusi lagi.

“Ini saya tulis semua di berkas rujukan kontrol ke jantung, internist, PMI….Eh, Ibu bisa baca kan?” kata perawat Dita.

“Baca buku mah nyandu sejak bocah, Suster,” sahutku tertawa ditahan.

“Eeeh, iya maaf lupa Ibu seorang penulis. Ayo, selfie dululah, yaaaa!”

Jeprat-jepret!

“Setelah semua dicek bawa hasilnya ke sini. Rawat Inap hari Rabu, sehari sebelum operasi. Mungkin harus transfusi dulu, ya Bu….”

Aku keluar ruang periksa siang itu dengan langkah serasa melayang-layang. Sudah pernah masuk ruang operasi 7 kali. Jadi dengan ini akan menjadi 8 kali. Entah apa pula yang bakal menantiku di sana.

Ya Rabbana….

Sahabat Manini, mohon doakan dan maafkan lahir batin.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama