Resensi Romansa Dua Benua: Pipiet Senja




Romansa Dua Benua: Selamat Hari Perempuan Sedunia

Pipiet Senja

Soli tak pernah tahu siapa ayah kandungnya dan mengapa ibunya
sampai hati membuangnya begitu saja? Masa kecilnya dihiasi dengan
pergulatan seru melawan kemiskinan dan kekerasan fisik bahkan
seksual dari kaum Adam. Soli yang tinggal hanya berdua dengan
neneknya tercinta harus menjalani pahitnya hidup di sebuah desa kecil
di Jawa Barat.

Tiga belas tahun umurnya, saat Soli mendapat pelecehan dan perlakuan
sadis dari seorang lelaki jahim. Drama hidup terus berlanjut. Ketika Soli harus kehilangan neneknya tercinta, satu-satunya keluarga yang dimilikinya. Kini, ia harus menjalani kerasnya hidup sebatang kara. Hingga suatu hari, Soli kembali mengalami babak pahit dalam skenario hidupnya. Soli disekap berhari-hari di gerbong kereta, kesuciannya kembali direnggut untuk kedua kali.

Namun, kali ini Soli telah berubah, dia berani bangkit melawan dan
menghabisi si Durjana. Berbagai hujatan dan penghinaan bertubi-tubi menyerangnya. Kegetiran hidupnya tak kunjung bermuara.
Soli dan neneknya lari dari Gunung Halu, Cililin, kampungnya.
Sepanjang malam berdua jalan kaki menuju perbatasan Cimahi. Nenek yang sudah tua menghembuskan napas terakhir, ketika Soli mencari air untuk minum.

Sejak itulah Soli bergelandangan di kawasan kumuh, Bandung. Bos
Gepeng perempuan menemukan Soli, mengajaknya bergabung di
rumah seng. Soli didandani menjadi buruk rupa, baju compang-camping, agar tidak menarik perhatian lelaki. Soli kemudian mencari jejak ibu kandungnya.

Penantian panjang yang begitu indah dalam imajinasinya kini di depan mata. Akhirnya Soli menemukan ibu kandung yang telah meninggalkannya sejak masih bayi. Kebahagiaan yang menghiasi relungnya kala berjumpa untuk pertama kalinya dengan perempuan, yang melahirkannya ke dunia fana itu pun
hanya ada dalam kisah dongeng belaka.

Sang ibu justru menolak kehadirannya, bahkan mengusirnya. Tidak ada sedikit pun kasih dan sayang seorang ibu yang layaknya dicurahkan kepada buah hatinya. Soli pun pasrah, dia sudah tak mampu berharap. Tiba-tiba Soli disergap mantan kekasih Bos Gepeng. Ia disekap dan dilecehkan secara seksual oleh lelaki jahanam di gerbong kereta selama berhari-hari.

Ketika Bos Gepeng dan teman-teman menemukannya, Soli telah
melawan si pemerkosa, tangannya berlumuran darah. Bos Gepeng yang mengasihinya mengakui bahwa itu perbuatan dirinya. Soli terbebas dari hukuman.

Suatu hari, ibu Soli datang dan mengajaknya untuk tinggal bersama
layaknya keluarga. Bukan main girangnya hati Soli, sontak langsung
mengiyakannya. Tak ada sedikit pun rasa curiga terhadap niat baik sang ibu. Ternyata di balik kebaikannya sungguh tega sang ibu justru menjual Soli.

Soli pun tak berdaya. Dia benar-benar telah terpenjara di rumah Baba Liong, tauke tembakau dari Deli yang mempunyai bisnis besar di kota kembang. Soli menjalani hidupnya yang baru bergelimang harta dan kemewahan di rumah Baba Liong. Hingga pada suatu hari Soli menemukan cinta pertamanya, Nuwa mahasiswa Kedokteran asli Papua.

Cinta pertama yang telah membutakan matanya. Cinta pertama yang begitu manis di awalnya. Cinta pertama yang selalu menggetarkan hatinya setiap waktu. Cinta yang justru membawa petaka. Cinta yang justru menorehkan luka.
Cinta yang perih tak teperi meninggalkannya sorang diri di Negeri Kincir Angin. Cinta yang membuahkan benih manusia di dalam rahimnya. Hingga akhirnya dia pun benar-benar tidak tahu arah, setelah Nuwa meninggalkannya sebatang kara dengan janinnya.

Tuhan tidak pernah melepas Soli begitu saja. Sang Maha Agung yang tidak pernah memberikan cobaan di luar batas kemampuan hamba-Nya. Titik terang dalam hidupnya kembali datang. Jan van Hartland, pria bule bertubuh sangat subur, berperawakan tinggi kini telah mengisi lembar hidupnya dengan penuh kebahagiaan.

Soli melahirkan buah hati dengan cinta pertamanya yang telah
membutakannya pun diberi nama Nuwa. Hidup terus berjalan penuh kebahagiaan. Hingga Soli pun melahirkan buah hati lainnya yaitu Beatrice dan Martin.

Soli bukan lagi gadis desa lugu yang bodoh dan miskin. Soli Van
Hartland kini telah menjelma menjadi wanita cerdas dan bergelimang harta. Berkat kesuksesan bisnisnya di Negeri Kincir Angin. Hingga ia digelari Dewi Dari Timur.

Namun, kesedihan kembali menimpanya kala dia mendengar kabar
bahwa putranya meninggal, tenggelam di laut bersama kapal pesiar
pribadinya. Hatinya hancur menerima kenyataan ini.

Soli mempunyai cucu bernama Max, anak kandung Nuwa Van Hartland dengan istrinya, Jennifer Hamilton, artis Hollywood. Max dirawat oleh Soli. Dia begitu mencintai cucunya.
Namun, Soli kembali harus kehilangan orang yang dicintainya, Jan Van Hartland, suaminya tercinta. Kini dia membiarkan skenario Tuhan berjalan apa adanya.

Seiring berjalannya waktu, usia Soli semakin tua. Kesehatannya pun semakin menurun. Soli kini tengah tak berdaya terbaring di rumah sakit. Max, cucunya telah beranjak dewasa dan memilih jalan hidupnya sendiri. Max bersyahadat, menjadi muslim sejati dan mengganti namanya Ahmad Faiz.

Bagaimana pun panjang perjalanan hidupnya, Soli kembali teringat
kepada Nuwa, cinta pertamanya. Ia masih menyimpan dendam yang tak kunjung padam. Faiz mulai tahu akan kisah cinta pertama sang nenek yang getir. Dia pun berusaha mencari sosok Nuwa. Maka dia terbang ke Indonesia, tepatnya di Papua. Pencariannya pun tak sia-sia, hingga dia menemukan cinta pertama sang nenek.

Soli kini semakin sehat. Dia telah belajar ilmu agama dari perawatnya, Laila. Perjalanan hidup memang tak bisa ditebak, Soli tak pernah menyangka bahwa dia akan kembali ke Indonesia dan dipertemukan kembali dengan Nuwa.

Kini Soli sudah memaafkannya. Faiz merasa bahagia karena bisa
mempertemukan dua insan yang saling mencintai, walaupun penuh
dengan tragedi.

Setting: Gunung Halu, Cililin – Kawasan Kumuh Bandung – Perkebunan Pangalengan – Belanda.

Tema Romansa, Tragedi, Human Interest
1. Seorang wanita yang kuat dan tegar dalam menghadapi kegetiran
hidup.
2. Wanita yang lugu dan baik hati namun terlalu mudah percaya
terhadap perkataan orang lain yang justru membuatnya lara.
3. Perjuangan hidup penuh tragedi seorang gadis yang ditinggal ibu
kandung sejak bayi, kemudian harus hidup sebatang kara setelah
neneknya, satu-satunya keluarganya meninggal dunia dan
akhirnya ibunya tega menjualnya.

Tokoh
1. Tokoh Utama : Soli
2. Tokoh Kedua : Titin
3. Tokoh Ketiga : Nuwa
4. Tokoh Keempat: Jan Van Hartland
5. Tokoh Kelima: Max - Faiz
6. Tokoh Pembantu : Mak Dijah, Tunem, Baba Liong, Beatrice, Martin

Penokohan-Karakter
1. Soli: Sosok perempuan yang kuat dan tegar, keinginannya untuk
mandiri sejak muda, dan sangat menyayangi nenek dan ibunya.
2. Titin: Ibu kandung Soli yang cinta harta hingga tega menjual
anaknya.

3. Nuwa: Sosok laki-laki yang cerdas dan mampu memikat hati
Soli. Namun tega meninggalkan Soli seorang diri dalam keadaan
mengandung anaknya
4. Jan van Hartland: Laki-laki bule yang berperawakan tinggi, baik
hati, penyayang, mencintai Soli apa adanya.
Penokohan lainnya.

Alur
Alur maju mundur, menceritakan keadaan Soli yang sedang tak berdaya terbaring di rumah sakit. Kemudian alur kembali mundur menceritakan kisah hidup Soli. Sejak bayi hingga remaja yang penuh tragedi hingga ia hamil namun ditinggal oleh Nuwa. Kemudian dia berjumpa dengan Jan Van Hartland di Negeri Kincir Angin. Ia menikah dengan Jan Van Hartland, kemudian mempunyai dua anak, Beatrice dan Martin.

Alur maju ditutup dengan bertemunya Soli dan Nuwa.
Sudut Pandang : Sudut pandang orang ketiga

Amanat-Pesan Moral
1. Tidak ada anak yang dilahirkan dengan keadaan haram.
Perbuatan orang tuanya lah yang haram.
2. Sepahit apapun hidup, tidak boleh menyerah. Hidup terus
berlanjut. Berusahalah menjalani hidup dengan baik.
3. Memaafkan orang yang telah berbuat jahat memang susah, tetapi kita harus mampu melakukannya agar hidup tenang.
4. Jangan mudah terpercaya oleh perkataan orang, terkadang
berujung sengsara.

5. Sebagai insan perempuan kita harus menjadi cerdas, kuat,
mandiri, dan tangguh dalam menjalani warna-warni kehidupan
yang tak terduga.

Keunggulan Novel
Novel ini mengajarkan kita akan apa arti tegar, kuat, mandiri dan
tangguh bagi wanita. Sebuah bacaan menarik yang sangat inspiratif. Bahasanya mudah dipahami.
Perwatakan tokoh mudah dipahami dan digambarkan secara jelas.
Alur cerita mudah dipahami meski alur maju mundur, dan alur
tersebutlah yang membuat kita menjadi semakin penasaran.
Sarat akan nilai religi.

Kesimpulan Kata Para Senior – Dosen Sastra
Novel ini pantas dibaca untuk siapa saja, terutama untuk perempuan.
Novel ini mampu menginspirasi kaum perempuan dalam menjalani
hidup yang penuh tantangan agar selalu kuat, tangguh, dan mandiri.

Novel ini juga mengandung nilai religi. Bahwa sejatinya hidup harus
seimbang antara dunia dan akhirat. Banyak pesan dan kesan yang
dapat diambil sebagai pelajaran hidup dari novel ini. Sebuah novel yang mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sederhana. Namun mampu membangkitkan emosi pembaca.



0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama