Pesan ke 085669185619
Ketika Tiga
Mas Pergi
Helvy Tiana
Rosa
Banyak
orang berkata mereka tergugah saat membaca buku Ketika Mas Gagah Pergi (KMGP),
termasuk engkau, Mas. Lebih dari sekadar menyukai dan tergugah dengan kisah
KMGP, kau kemudian menjadi orang yang sangat mendukung munculnya film Ketika
Mas Gagah Pergi.
“KMGP
kisah yang sangat bagus, menginspirasi dan menyentuh. Kalau difilmkan KMGP ini
akan menyentak kesadaran berislam para pemuda Indonesia!” katamu penuh
semangat.
Tahun
2004. Kau duduk di hadapanku sambil memakan sate kambing kesukaanmu. Kau
Chaerul Umam, sutradara terkemuka yang menghasilkan berbagai film terkenal
seperti Kejarlah Daku Kau Kutangkap,
Ramadhan dan Ramona,
Fatahillah, dan lain-lain.
Aku
tersenyum mendengar kalimat-kalimatmu. Mas Mamang, begitu panggilan akrabmu.
“KMGP ini akan jadi film keren! Saya sudah bisa bayangkan tiap adegannya!”
tambahmu antusias.
Masih
tahun yang sama: 2004.
Kau,
sang penghibur terkemuka, sambil menyantap buah kesukaanmu dengan semangat
berkata padaku, “Mbak Helvy, ini konsep yang saya buat!” Kau perlihatkan isi
laptop dan beberapa kertas serta bagan yang telah kau print. “Kita akan buat
acara televisi untuk mencari Mas Gagah!”
Aku
menatap kertas-kertas di hadapanku. “Mencari Mas Gagah?”
“Ya,
kita akan buat semacam acara atau kuis untuk “Mencari Mas Gagah”. Jadi
konsepnya kita mencari sosok-sosok yang memiliki wawasan keislaman, akhlak,
karakter dan postur mirip Mas Gagah. Ini bisa berdasarkan usulan yang dikirimkan
ke kita, atau kita hunting.
Orang-orang yang terkumpul nanti bisa “diadu” lagi di acara tersebut, sampai
final. Saya yakin, lewat acara ini nanti insha Allah kita bisa menemukan Mas
Gagah….”
“Terima
kasih, Mas Pepeng, ini keren sekali,” ujarku dengan mata berbinar.
“Fungsi
televisi yang informatif, mendidik sekaligus menghibur terpenuhi melalui ”Mencari Mas Gagah” ini!
Acara ini akan menginspirasi terutama buat anak-anak muda, Mbak!” katamu lagi.
Aku
manggut-manggut melihat engkau, Mas Pepeng, begitu bersemangat.
“Mas
Gagah itu akan jadi role model para pemuda Indonesia. Tidak bisa sembarang
orang yang main. Kita cari orang yang kualitas diri, yang kesehariannya sama
dengan Mas Gagah di buku dan filmnya. Itu baru mantap! Saya dukung!” tambahmu
sambil tertawa.
Namun
sejak 2004 hingga kini, film Ketika Mas Gagah Pergi belum kunjung dibuat. Ada
beberapa kendala, antara lain ketidakcocokan dengan PH yang ingin
memproduksinya.
Tahun
2005 engkau, Mas Pepeng, terkena penyakit langka multiple sclerosis yang menyebabkan kau lumpuh dan kemudian makin
lama kian lemah serta hanya bisa terbaring di rumah, namun kau selalu ingat
pada Mas Gagah, termasuk menanyakan perkembangan filmnya saat aku menjengukmu.
Tujuh
tahun kemudian, tepatnya Januari 2013, sebuah PH besar yang ingin memproduksi
film Ketika Mas Gagah Pergi membuat casting
untuk film ini. Aku, Mas Mamang, Niniek El Karim dan kau: Mas Didi Petet,
menjadi juri. Kita melihat penampilan lebih dari 500 orang dari sekitar seribu
yang mendaftar dalam sehari!
Saat
istirahat, kau yang familiar dalam perfilman Indonesia sebagai aktor kawakan,
menghampiriku. Lalu terdengar warna
suara kalem itu,“Mbak Helvy, udah ketemu sama Mas Gagah?”
“Belum,
Mas. Belum ada yang benar-benar cocok dari casting
ini….”
“Saya
suka ceritanya. Ini akan jadi film yang berkarakter, apalagi kalau ketemu
pemeran Mas Gagah seperti gambaran dalam buku. Kerenlah pokoknya. Si Boy aja
mah lewat,” candamu lagi. “Itu tokoh 3 preman insap temannya Mas Gagah juga
seru.”
“Ya,
Mas. Tulisan itu lebih tua dari usia anak saya, semoga kita segera ketemu para
pemerannya, ya.”
Namun
sejak pagi hingga malam makin larut kita merasa belum menemukan Mas Gagah.
“Adanya separuh Mas Gagah!” ujarmu sambil garuk-garuk kening.
Ketika
malam itu kita selesai merekap, kita belum juga mendapat sosok Mas Gagah yang
sesuai dengan bayangan kita saat membaca KMGP.
Dengan
wajah lelah, sebelum pulang, kau berkata, “Nanti kalau mbak Helvy duluan ketemu
sama Mas Gagah, tolong kenalin sama saya ya! Biar saya bisa belajar juga dari
Mas Gagah. Sekarang jamannya orang tua belajar sama anak muda!”
Aku
tersenyum dan mengangguk menatapmu, Mas Didi.
“Terima
kasih buku Ketika Mas Gagah Pergi sangat menginspirasi saya!” tambahmu sebelum
berlalu.
Tahun
2013 itu aku masih bertemu kalian bertiga dan berinteraksi. Mas Mamang dan Mas
Didi hadir saat acara Solidaritas Sastra untuk Palestina yang kugelar bersama
Bengkel Sastra Jakarta. Usai mengisi acara baca puisi, kalian masih saling
bertanya:
“Mbak
Helvy, datang nggak nih Mas Gagah di acara ini? Cinta nggak dia sama Palestina?
Harus cinta kayak kita ya!”
Aku
ingat beberapa kali kita bicarakan keprihatinan yang sama terhadap anak-anak
muda Indonesia sekarang. Para pemuda kita yang gampang marah, mudah membenci,
hingga terjerat drugs dan narkoba. Para pemuda harapan bangsa kini banyak yang
miskin peduli terhadap sesama, terhadap agama, bangsa dan negara.
“Mas
Gagah ini film yang diperlukan anak-anak muda kita!”
“Ketika
Mas Gagah Pergi akan jadi film yang mendekatkan kita dengan Allah, keluarga dan
sesama.”
“Film yang menumbuhkan karakter!”
Suara-suara
kalian masih terasa dekat di telinga.
Dan
kini sudah tahun 2015. Mozaik kisah bersama kalian berkelebat kembali, seperti
sebuah film yang tayang berulangkali di benakku dan membuat airmata bergulir,
menderas membuat sungainya sendiri….
3
Oktober 2013 engkau Mas Chaerul “Mamang” Umam, wafat dalam status sebagai
sutradara yang dipilih sebuah PH untuk film yang kita cita-citakan: Ketika Mas Gagah Pergi. Kepergianmu pada
akhirnya menjadi awal aku mengambil kembali naskah ini dari PH yang
bersangkutan, selain kontrak yang sudah selesai.
6
Mei 2015, engkau Mas Ferrasta “Pepeng” Soebardi wafat. Aku sesenggukan.
Menyesal sekali menunda-nunda menjengukmu kembali setelah pertemuan kita
sebelumnya. Maafkan aku, ya, Mas….
15
Mei 2015 engkau Mas Didi “Petet” Widiatmoko meninggal dunia. Ini hanya beberapa
saat setelah aku menemukan pemeran Mas Gagah untuk film KMGP. Sayang, aku belum sempat memperkenalkannya
padamu, Mas, karena kau lebih dulu pergi….
23
tahun usia kisah KMGP, 11 tahun sudah perjuangan menuju layar lebar, kalian
tiga “Mas Gagah” dalam perjuangan ini pun satu persatu telah dipanggilnya.
Meski selalu ada perih yang mengiris-iris setiap kali mengingat hal itu, aku
tahu Allah lebih mencintai kalian, Mas.
Ya,
akhir 2014, untuk menjaga keaslian cerita, ruh dan spirit KMGP, kuputuskan
untuk memfilmkannya dengan cara crowdfunding
(pendanaan gotong royong). Aku melibatkan tim yang dari dulu selalu
bekerjasama dengan engkau, Mas Mamang, dan kami beranikan diri menghadapi jalan
terjal ini. Kau tahu, Mas, ternyata banyak yang mendukung kita. Film ini akan
menjadi karya sastra Indonesia pertama yang dibiayai pembuatan filmnya dari
dana patungan para pembacanya, insha Allah.
Selamat
jalan Mas Mamang, selamat jalan Mas Pepeng, selamat jalan Mas Didi! Kalian
memang telah pergi, tapi semangat yang pernah kalian pahatkan, terus terpatri
di sini. Oh ya, kalian tahu? Saat ini setiap pekan aku keliling Indonesia untuk
sosialisasi dan crowdfunding film
KMGP. Setelah kalian pergi, teman-teman Forum Lingkar Pena dan kawan-kawan dari
Aksi Cepat Tanggap menjadi tim tangguh untuk merealisasikan film ini. Kau ingat
Mas Firmansyah, Mas Adha, Mas Fredy? Mereka juga ada di sini, Mas. Aku merasa
diberkati karena kian hari kian banyak yang mendukung gerakan budaya “Patungan
Bikin Film” ini. Aku menyebutnya selebrasi, sebuah perayaan memenangkan gagasan
untuk proyek idealis seperti KMGP. Ya, seperti katamu, Mas, idealis bukan
berarti tak bisa komersil, bukan? Doakan banyak pengusaha muslim yang tergugah,
agar kami dapat investor dan sponsor yang mau mempertahankan nilai-nilai Islam
yang kuat dalam film ini, ya, Mas….
Insha
Allah kami akan terus bergerak dan lanjutkan perjuangan, hingga film ini tayang
dan membawa seberkas cahaya bagi Indonesia.
Selamat
jalan menuju Maha Cahaya, Mas! (Depok,
25 Mei 2015)
@@@
Daftar Isi
I. Pengantar Ketua
Komisi Bidang Seni dan Budaya MUI Pusat: Habiburrahman El Shirazy
II.
Prolog: Gotong Royong Memenangkan
Gagasan Patungan Bikin Film
1. Ketika Tiga
Mas Pergi – Helvy Tiana Rosa
2. Karenamu Aku Menemukan Duniaku
– Afifah Afra
3. Sepasang Mata Bening - Pipiet
Senja
4. Emang Cerita Pendek Bisa
Difilmkan? – Firman Syah
5. Ingin Seperti Mas Gagah -
Abrar Rifai
6. Mas Gagah: Siapa Peduli
Sastra? - Benny Arnas
7. Dua Mas Gagah – Aisya Avicenna
8. Jejak Cinta Mas Gagah -
Sudiyanto
9. Ong, Aku dan Mas Gagah -
Alimin Samawa
10. Gerak Gagah Mas Gagah – Billy
Antoro
11. Izinkan Aku Berguru -
Marnarita Yarsi
12. Saat Hidup Lebih Berpelangi –
Keisya Avicenna
13. Antara Amar dengan Mas Gagah – Arya Noor
14. Ketika Mas Gagah Menjalani
Takdir-Nya – Irfan Azizi
15. Kang Lijer Si Raja Desain –
Muthi’ Masfu’ah
16. Ketika Mas Gagah Memaksa – Dwi
Septiawati Djafar
17. Mbak Gagah dan
Mas Gagah – Akhi Dirman Al-Amin
18. Mas Gagah di
Bumi Kinanah – Putri Rezeki Rahayu
19. Inspirasi Mas
Gagah – Hikaru
20. Ingin Jumpa
Pengarang Mas Gagah – Jaenal Jalalludin
21. Langkahku
Makin Mantap – Rifia FN
22. Mas Gagah di
Negeri Jiran - Dewie DeAn
23. Sastra Dakwah
Bidah: Kado Untuk Mas Gagah – M.Irfan Hidayatullah
24. Mas Gagah Sang
Idola - Rita Audriyanti
25. Salam Kenal
Mas Gagah – Tyas Maulita
26. Mengeja Jejak
Mas Gagah – TaQ Shams
27. Sebab Mas
Gagah Menggugah - Ulka Chandini Pendit
28. Inspirasi
Menulis – Yanuardi Syukur
29. Kemana Kau
Akan Pergi, Mas Gagah? - Fahri Asiza
III. Biodata Para Penus
Wuaaah..baru jalan berliku untuk mewujudkan KMGP, ehm, ternyata ini yaa cerita dibalik menampilkan foto ketiga tokoh Chaerul Umam, Pepeng dan Didi Petet di akhir film KMGP :D
BalasHapusNabung, dulu, Mbak...semoga bulan depan bisa beli bukunya :D
Posting Komentar