Dari 99 Cerita Hikmah:Dahsyatnya Kekuatan Doa



Ilustrasi:Googling

Doa Ibu
Bayi mungil yang barusan menolak disusuinya itu diyakininya masih bernapas. Anakku harus hidup, harus bertahan, demikian yang terpeta dan mengakar di otak Mak Musa. Bayi yang terbaring lemah di ranjang mungil ini telah dinantikannya selama lima belas tahun. Betapa sukacita ia dan suami saat dokter menyatakan dirinya hamil. Meskipun selang kemudian suaminya harus pergi ke Malaysia. Demi masa depan mereka, sebab di kampung sulit mendapatkan pekerjaan.
Pukul satu dinihari, suasana di ruangan rawat tak pernah tidur. Ada saja tangis, rengekan dan suara kesakitan pasien anak-anak di sebelah menyebelahnya. Para penunggu, ibu dan bapak harus punya kesabaran tinggi untuk menenangkan anak masing-masing.
Dokter jaga didampingi perawat memasuki ruangan. Mak Musa gegas menghampiri mereka.”Bagaimana, Dokter? Sudah adakah tempat kosong di NICU?”
Dokter cantik dengan jilbab biru itu menggeleng.”Belum ada yang kosong, Ibu Musa. Apa tidak ada kabar dari keluarga yang bantu cari NICU untuk Musa?”
Mak Musa menggeleng lesu. Keluarganya tinggal jauh di kampung. Keluarga suami nyaris tak peduli, satu pun tak ada yang menengok. Sejak awal mereka tak pernah menyukainya. Teman-teman di pabrik sudah repot dengan urusan mereka. Hanya satu-dua yang sempat menengok sejak ia melahirkan tiga bulan yang lalu.
“Bagaimana kondisinya sebenarnya, Dok? Tolong dijelaskan saja sejujurnya,” bisiknya sesaat membiarkan dokter memeriksa bayinya. Sosok mungil yang telah diberi nama oleh ayahnya sejak tujuh bulan dalam kandungan, tampak bergeming, tak bereaksi sama sekali. Hancur rasanya hati keibuan Mak Musa.
“Seperti yang sudah kami jelaskan kemarin,” kata dokter dalam nada serius, meskipun berusaha menenangkannya.”Bayi Ibu punya kelainan jantung. Ia harus dirawat secara ntensif di ruang NICU. Bertahap nanti akan dilakukan operasi jantung kalau dia sudah besar dan kuat....”
Mak Musa tak sanggup mendengar kelanjutannya lagi. Kelainan jantung harus dirawat di NICU, karena peralatan yang menunjang kehidupannya harus lengkap. Titik. Tapi tak ada NICU yang kosong dengan biaya surat keterangan tidak mampu yang dimilikinya. Semua NICU rumah sakit terdekat yang dihubunginya menyatakan; penuh!
Ini adalah malam ke-9 bayinya menunggu mendapatkan tempat di ruangan NICU. Mak Musa tidak mau membawa bayinya pulang dalam kondisi parah. Karena di rumah pun ia hidup seorang diri. Seketika sesak serasa dadanya mengingat betapa perjuangannya demi memiliki keturunan. Mulai dari konsultasi ke bidan, dokter kandungan, hingga menemui orang-orang pintar bahkan dukun.
“Ya Robb, ampunilah hamba yang lemah ini. Agaknya saat itulah hamba telah berbuat dosa besar, menduakan-Mu,” gumamnya kini.
Terbayang yang terakhir dilakukannya tanpa sepengetahuan suami adalah menemui kuncen di Pangandaran. Sang kuncen mengatakan akan memanggil Buta Hejo untuk memberinya keturunan. Syaratnya ia tak boleh mengucapkan asma Allah seumur hidupnya.
Ketika ia mengandung tak berapa lama sepulang dari Pangandaran imannya nyaris gugur. Ia percaya bahwa kehamilannya berkat perantara si Kuncen. Berkat perutnya dipegang oleh Kuncen yang katanya adalah perantara si Buta Hejo. Naudzubillahi min dzalik!
Sekarang tubuhnya bergetar hebat, tersuruk di atas sejadah dengan air mata bersimbah. Ia menjeritkan rasa penyesalannya kepada Sang Maha Penguasa Semesta. Ia berharap ampunan dari Sang Maha Penyayang.
Ya Rahiim, Ya Rahiim, Ya Rahiim!
“Hamba ikhlas dengan segala kehendak-Mu. Ya Rahiim, apapun keputusan-Mu kini hamba pasrah lilahi Taala,” desisnya nyaris tak putus-putusnya berdoa, zikir, berdoa, zikir. Itu saja yang masih bisa dilakukan Mak Musa mengisi sisa dinihari.
Pagi telah datang, tim dokter memeriksa semua pasien kecil di ruangan Permata. Mak Musa menunggu rombongan dokter dengan hati tenang. Ya, ia telah menyerahkan segala urusan bayinya kepada Sang Pencipta.
Dipimpin seorang Profesor ahli jantung, mereka memeriksa Musa dengan cermat sekali. Mata Mak Musa tak lepas-lepasnya dari sosok buah hatinya yang tampak tenang. Ya Rahiim, Ya Rahiim, Ya Rahiim!
“Bagaimana Prof, apa sudah ada tempat di NICU?” tanyanya menatap Profesor penuh harap saat dilihatnya lelaki paro baya itu selesai memeriksa bayinya.
“Untuk apa pindah ke NICU?” balik Profesor tersenyum ramah.
“Maksud Profesor?” Mak Musa belum paham.
“Musa boleh dirawat di sini saja sampai kondisinya lebih membaik. Ibu tidak perlu mencari kamar di NICU lagi, ya,” suaranya terasa bagaikan air dingin, menyejukkan segala resah pasah jiwanya.
Rombongan dokter meninggalkan ruang perawatan anak. Mak Musa masih tertegun-tegun, nyaris tak bisa memercayai daya pendengarannya. Hingga tiba-tiba mendengar suara meringik dari ranjang mungil bayinya. Ya Rahiim, Ya Rahiim, Musa bisa menangis meskipun hanya ringikan lembut!
“Terima kasih, Ya Robb. Engkau telah mendengar doa hamba-Mu yang sempat menduakan asma-Mu,” kesahnya terharu sangat. Air mata Mak Musa berlinangan, membasahi rambut bayi dalam dekapannya.
Mak Musa tahu, perjuangannya masih panjang demi pengobatan buah hati. Artinya Allah Swt masih memberinya kesempatan menikmati kebersamaannya dengan buah hati yang didamba belasan tahun.
Ilustrasi: Mak Musa berdoa khusuk di samping ranjang kecil bayinya yang terbaring sakit parah di ruang perawatan anak.
@@@
       

        

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama