Sekadar Bertanya: Pak Dubes: Mana Plakat Simposiumnya?



 Simposium PPI Timur Tengah

  
Menggantikan Mereka yang Tak Berani Datang di Tengah Gejolak Mesir
Kairo, 3 Juli 2013
Akhirnya tiba jua rombongan kami, Sastri Bakry, Irwan Kelana dan saya di ruangan luas petang itu. Selang kemudian menyusul rombongan RRI: Zulhaqqi Hafiz, Muhammad Anhar, Eddy Sukmana dan Nismah.

Wisma KPJ, Keluarga Pelajar Jakarta Mesir, hari ini menggelar perhelatan berskala insternasional. Simposium akbar mengambil tema:”Pendidikan Dalam Menanggulangi Radikalisme dan Terorisme”.

Para peserta perwakilan PPI dari berbagai Negara pun hadir: Teheran, Suriah, Eropa, Sudan, Nigeria dan beberapa negara lainnya, Tentu saja selain para Masisir, mahasiswa Mesir sebagai tuan rumah.

“Pembicaranya tidak bisa hadir, Bun, pas dua ari menjelang Simposium mereka membatalkan kedatangan,” bisik seorang panitia Semesta Menulis.
“Siapa yang akan menggantikannya?” tanya saya ingin tahu.
“Ya, sesama Masisir harus saling bantulah. Kami harus mendukung Simposium berskala internasional ini, Bun.”

Beberapa saat kami, para pembicara dari Jakarta pun membahas hal yang mengejutkan ini. Tentu saja, kami datang ke Mesir atas undangan panitia Semesta Menulis, hanya menyiapkan materi yang sesuai dengan kapasitas kami masing-masing.

Irwan Kelana sebagai jurnalis senior Harian Republika tentunya hanya bicara tentang kejurnalistikan. Eddy Sukmana dan Nismah menyajikan materi broadcasting. Sedangkan Zulhaqqi Haviz dan Muhammad Anhar sebagai petinggi RRI, niscaya akan bicara perihal peradioan, khususnya tentang Radio Republik Indonesia yang melegenda sejak mengudarakan; Proklamasi 1945,

Alhasil, disepakatilah yang akan tampil pada acara dadakan bagi kami ini adalah: Zulhaqqi Haviz, Muhammad Anhar, Sastri Bakry dan Irwan Kelana. Lega rasanya, karena jujur saja, saya takkan sanggup membincang sesuatu yang bukan duniaku, kapasitasku sebagai seniman kreatif kepenulisan.

Sastri Bakry selain sebagai sastrawati adalah seorang birpokrat, Irjensus pada Kemendagri. Ia sering diundang seminar-seminar perpolitikan ke pelosok Tanah Air, masih tepat bicara dengan tema seperti tersebut di atas.

Zulhaqqi Haviz dan Muhammad Anhar sebagai corong RRI tentu saja masih tepat mengedepankan opini perihal:Bagaimana Media Menyikapi Radikalisme dan Terorisme. Demikian pula Irwan Kelana sebagai wartawan senior Harian Republika piawai membincang urusan begini.

Saya masih mengikuti sesi Sastri Bakry, tetapi selanjutnya sungguh tidak tahan lagi dengan serangan teroris Raja Kantuk. Maka, diam-diam menyingkir, diikuti Sastri Bakry, mencari sudut agar kami bisa merebahkan diri.





“Masya Allah, Bunda, jadi bergeletakan di ubin begini?” Agus membangunkam kami berdua.

Sastri Bakry dan saya saling pandang, rada-rada bingung pula. Kami baru menyadari memang bergelimpangan di ubin berkarpet ruangan full AC yang nyaman dan sejuk.

Pukul sepuluh malam waktu Kairo, Agus tergopoh-gopoh menemani kami mencari taksi. Saya lihat Agus sampai lupa dengan sepatunya, jadi nyeker saja sambil tersipu malu.

Kondisi tubuh kami belum beradaptasi, perut dan kepala masih terkondisikan sebagai manusia Khatulistiwa. Keroncongan dan masih jetlag, kurasa. Di Indonesia ini sudah dinihari, saatnya biasa saya tahajud. Jadi, keleyengan tidak karuan rasanya!

“Ada roti dan minuman hangat, Bun,” kata Agus sesampai kami di penginapan di kawasan Madinatul Nasr.

“Tidak, terima kasih,” kami berdua sepakat memilih ngeloyor ke kamar, tidur tanpa ingat apapun lagi.

Hingga beberapa hari kemudian, saya dan Sastri Bakry masih suka bercanda.
“Kira-kira dapat honor gak tuh, Teteh?” kata Sastri Bakry.

”Pastilah gede honornya, kan didukung penuh oleh KBRI. Namanya saja Simposium Internasional, dibuka langsung oleh Bapak Dubes. Menggantikan pembicara sekelas Hasan Wirayuda dan Mahfud MD geto loh,” celotehku menyemangati.

“Hmm, kalau dapat honornya, nanti aku bagi buat Teteh sajalah,” ujar Sastri Bakry terdengar serius.

Tunggu punya tunggu, sampai ada kesempatan rombongan kami diterima oleh KBRI, silaturahim jumpa dengan Dubes. Jangankan honor gede, bahkan plakat sekalipun; sungguh tidak ada, Sodara! (Maadi-Kairo, Pipiet Senja)


1 Komentar

  1. Harab maklum Ya Bun, Pak Dubesnya mungkin sedang ada kegiatan di luar :D

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama