Perjalanan Malam: Dalam Zikir Lintas Suramadu


Ini mah di RM Biyung




Serial Safari Ramadhan: Gerakan Santri Menulis

Surabaya, Petang, 27 Juli 2012
Usai berbuka puasa di rumah makan Biyung, kami sholat berjamaah di musholanya. Tak berapa lama kemudian, kami pun melanjutkan perjalanan menuju pulau garam, Madura.

“Baca doa bepergian dulu, ayo,” himbau seseorang dari jok belakang, sepertinya Elly Lubis, kami segera mengiyakannya. Terdengarlah gumam doa yang takzim, memohon keselamatan dari Dia: Sang Maha Pengasih yang memperjalankan kami pada malam ini.

“Jangan lupa jemput Eva dulu, ya,” kataku kepada Ridho, padahal; tak perlu diingatkan juga kurasa, niscaya dirinyalah yang paling mengingatnya lekat-lekat.

Evatya Luna muncul dari pintu gerbang apartemen Metropolis, lengkap dengan ransel gendong dan bawaan lainnya. Pasti makanan ringan alias cemilan dan minuman, pikirku berharap.

“Nah, ini Elly Lubis, Nung, adiknya, dan ini Astry Anjani. Yang di depan itu Abrar Rifai,” kataku mengenalkan hadirin semobil. Eva tertawa, tampaknya senang sekali, dalam sekejap dia memelukku erat-erat.

Evatya Luna memilih duduk di jok belakang bersama Nung. Sementara di jok tengah berisi diriku, Elly Lubis dan Astry Anjani. Dalam perjalanan akan terjadi rotasi, kecuali diriku tetap pada tempat semula.

Maka, mulailah perjalanan diwarnai dengan bahasan, diskusi, candaan dan pemikiran campursari; berseliweran tanpa direncana sama sekali. Seruuuu!

Memasuki kawasan Madura ini selalu mengingatkanku akan kisah para carok dan dua orang sastrawan yang kukenal: Zaim Ukhrowi serta Zawawi Imron.

Foto ini sama sekali gak ada kaitannya, tapi; kereeen, jadi kuculiiik; rasakno!

Beberapa jenak kami masih tenggelam dalam diskusi macam-macam; mulai dari kepenulsian, sosial, politik sampai program umroh Bareng Pipiet Senja dengan Travel Akbar yang dikelola Elly Lubis.

“Weeeei, lihat, lihaaat, kerennya! Suramadu, oh, Suramadu, oh, Suramaduuuu!” seruku begitu kami melintasi jembatan Suramadu, satu-satunya jembatan terindah dan termegah di Tanah Air.

“Teteh hebohnya, hihi, luthuuuuu!” komentar dari belakang sambil ngikik.
“Boleh gak ya foto-foto di tengah sana, Mas Ridho,” entah siapa yang nyeletuk.
“Ada polisi!” kilah Ridho.

“Sudah malam begini mah polisinya bobo ‘kaleee!” dukung Evatya Luna
“Ayo, kita turun, narcisan dululah, Cin!” ajakku, kasihan juga melihat geng cewek yang sudah ngebet kepingin foto-foto, tapi masih mencoba dicegah Ridho.
“Horeeeee!” Tuh kan, beneran kayak krucil-krucil saja. Sumpeee deh!




Jembatan Suramadu


Sebelum pertengahan jembatan Suramadu itu, malam yang indah dengan rembulan sepasi, kami pun berfoto-ria. Terutama Elly Lubis (baru kusadari!) paling semangat urusan fotografi ini. Kameranya pun keren, tidak sama dengan kamera kami masing-masing dengan kamera BB.

“Apa masih ada yang suka usil nyopotin mur-mur di bawah jembatan sana, Mas Ridho?” cetusku, seketika teringat pemberitaan beberapa tahun silam, perihal orang-orang tak bertanggung jawab yang melakukan tindak kejahatan; mencopoti mur-mur jembatan Suramadu.




Ini gara-gara gak ngajak Manini; kuculik juga; Rasakno Jeung!

“Dulu sih, iya, tapi kabarnya kan sudah dipasang CCTV. Gak berani nekad juga ‘kali, Teteh,” sahut Ridho, entah sejak kapan akhirnya sudah bergabung dengan kami; berfoto-ria.

“Masa sih, Teteh? Tega amat?” seru Astry Anjani, si lembut hati. Selama perjalanan di setiap kesempatan acara, dia akan membuat puisi indah kemudian membacakannya sendiri dengan gayanya yang khas.

“Mur-murnya dicopotin, terus dikiloin, begitu yang kubaca beritanya….”
“Innalilahi!” seru ngeri, kompak sekali.

Anginnya semakin besar menebah tubuh kami, maka, kuseru mereka agar segera kembali menaiki kendaraan. Perjalanan pun dilanjutkan dengan berzikir, Astry Anjani kudapati mengaji, Elly Lubis sempat mabuk.

Nah, demikianlah berbagai polah dipagelarkan di depan mataku dalam Avanza, selama berjam-jam, hingga tibalah kami di Ponpes Banyuanyar pukul 01.00 waktu Madura.

“Teteh dan teman-teman perempuan, silakan menginap di rumah Nyai. Kami di asrama putra,” kata Ridho, sambil membantu menurunkan bawaan kami.

Aku hanya bawa tas gendong ukuran kecil, berisi tiga stel baju dan laptop mini saja. Evatya Luna pun tas gendong hanya ukuran besar. Sedangkan Astry Anjani dan Elly Lubis berupa koper besar. Hingga bibirku gatal untuk meledek keduanya.

“Kelihatan banget, ya; ini jiwanya masih TKW Hong Kong dan Arab Saudi. Lihat saja bawaan kalian, bedeuh!”

“Teteh, iiih!” Elly Lubis dan Astry Anjani malah ngikik dan mengakui:”Iya nih, kita emang TKW!”
Maklum, Elly Lubis kan profesinya memang memandu jamaah umroh dan haji sejak 2002. Entah berapa kali bolak-balik Jakarta-Jeddah, berkelindan umrohan dan hajinya.

“Ingat, ya, Teteh, besok acaranya mulai jam delapan!” Ridho kembali mengingatkan kami.
“Ocreeh beib, sampai jumpa,” kataku setengah mengusir, kepingin buru-buru rebahan.




Muridku, eh, korban terorku di HK


Kami mendapatkan dua kamar bagus untuk rehat. Aku bersama dua bersaudara; Elly Lubis dan Nung. Di kamar sebelah Evatya Luna bersama Astry Anjani.

Rasanya kami hanya memejamkan mata dua jam saja, pintu sudah diketuk, seseorang mengingatkan kami untuk makan sahur. Menunya khas Madura, ada soto, sate ayam, ikan besar, entah jenis apa, dibakar, dan sambal lengkap dengan lalapannya. Nyam, nyam deh!

Aku tak bisa memejamkan mata lagi, menulis catatan kecil ini. Ketika kucoba membuka jaringan internet, beberapa kali gagal. Modemku jenis yang diisi ulang, bukan seperti modem punya Astry Anjani dengan kartu bebas.

“Hmm, yowis. Agaknya kita mulai berada di kawasan: No Signal!” gumamku memutuskan situasi, sendirian. Terpaksa menutup hasrat postingan di website, kemudian fokus menyiapkan presentasi berikut materi kepenulisan.

Catatan kecil; terpaksa aku harus mengompres mata dengan tisue dingin, bengkak juga kurang tidur Cin. Semoga tidak terlalu kentara dan merusak pemandangan hadirin. Gak kebayang, sudahlah nenek-nenek, pesek, eeeh, melotot mata-matanya. Heuheu!

Bersambung

3 Komentar

  1. haha..lucu juga pengalamannya, Bunda..
    An jadi pengen liat jembatannya,nii..
    ohya, foto jembatannya mana, Bunda/
    :D

    Mohon Maaf lahir batin,ya, Bunda..
    Sungkem jauh dari Semarang..
    Semoga semangat Ramadhannya tetap lestariii..aamiin

    BalasHapus
  2. Iya An Maharani; banyak lucunya, banyak ketawanya dan terharu juga ketika kami, geng rusuh istilah Elly Lubis, padahal mah cantik2 tauuuk gak rusuh kok, sueeerrrr...hehehe....ternyata disambut hangat oleh setiap santri dan santriwati yang kami singgahi...bentar ya jembatannya akan kupajang!

    sama-sama sayangku, terima kasih sudah mampir selalu dan meninggalkan jejak, maafkan lahir batin juga ya; mhuuuaaaa!

    BalasHapus
  3. Jembatan dan orangnya cantiiik-cantiik, Bundaa....
    kayak Jembatan Ampera Sumsel,yaaa?

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama