Cinta dan Dakwah Bertaut di Pesantren Banyuanyar


 Santriwati Ponpes Banyuanyar, menyimak serius


Madura, 28 Juli 2012

Wajah-wajah cerah, generasi muda Islam, menyebar di sekitar kami. Sejak pondokan, gengku disambut para santriwati, ada yang beruluk salam dari jauh, ada yang melambai sambil sembunyi-sembunyi malu, ada juga yang mendekat bahkan mencuri start; mewawancarai kami berempat.

“Waduuuh, Elly mah bukan siapa-siapa,” kilah Direktur Travel Akbar Umroh dan Haji, buru-buru menghindar santriwati.

“Yeeeh, nanti Elly Lubis harus woro-woro program Umroh Bareng Pipiet Senja,” tuntutku ketawa, melihatnya sudah ngabur duluan ke TKP; ternyata sebuah aula untuk santriwati.
“Jadi, ini tidak ada santri cowoknya, ya?” bisikku kepada Abrar Rifai yang sudah siap memandu acara.

“Ya, Teteh, ini pondok pesantren putrinya,” tampak Abrar Rifai agak  bingung dengan pertanyaanku.

“Maksudku, daku gak akan lihat brondong kecenya dong,” kataku ringan, kumat isengku.
Tak dinyana Elly Lubis, Astri Anjani dan Evatya Luna seketika ngakak hebat.
“Husssy, pssssttttt!”

Sebelum mengisi acara, aku menyempatkan diri untuk sowan ke kediamannya Nyai, yakni bundanya Taqi, Ketua Forum Lingkar Pena Arab Saudi. Berbincang sebentar dengan perempuan sebayaku itu, aku merasa sudah langsung akrab saja. Padahal baru kali inilah bertemu.

Kebersahajaan, ketulusan menerima tamu dan keikhlasan Nyai berbagi pengetahuan perihal pondok pesantrennya. Ya, inilah yang membuat sosok Nyai, istri KH. Syamsul Arifin, sangat istimewa di mataku, bukan hanya di mataku tentunya.

Elly Lubis yang belakangan sowan juga, berbincang beberapa saat dengan Nyai mengatakan hal yang sama.

Aku baru tahu bahwa Ponpes Darul Ulum Banyuanyar ini putra-putrinya sukses diterima sebagai mahasiswa di Universitas Ummul Quro Mekkah, Arab Saudi. Padahal untuk bisa diterima kuliah di sana sangat sulit.

Salah satu putri KH. Syamsul Arifin adalah Taqiyah Syams, masih menuntut ilmu pada Universitas Ummul Quro. Taqiyah bergiat juga di Forum Lingkar Pena Arab Saudi, saat ini sebagai Ketua.

“Jadi, pesantren Banyuanyar ini paling tua di Madura. Santri-santrinya sudah menyebar ke mana-mana. Santrinya total  berjumlah 4000. Santriwati 1200, santrinya 2800,” jelas Nyai, kuperhatikan kaki dan tangan kirinya bermasalah, ternyata memang pernah terserang stroke.

“Masak sendiri, ya Nyai?” tanyaku, melihat kesibukan di pawonnya.
“Iya, sebagian masak di sini, sebagian lagi di  beberapa pawon di sana.”
“Ehhh, kira-kira berapa kilo berasnya yang harus dimasak untuk santri sebanyak itu?”

“Ini hanya untuk masak buka saja. Biasanya kami masak sendiri-sendiri. Kalau sekarang, yah, sekitar 8 kuintal…”
“Subhanallah!” seruku tertahan, kaget tak terkira.

Ponpes Banyuanyar ini adalah pesantren salaf, usianya telah lebih dari dua abad, didirikan 1787 M/1204 H oleh KH. Itsbat bin Hasan bin Abdurrahman. Kyai Abdurahman adalah menantu Sunan Giri.

Ringkas cerita, acara dimulai oleh Abrar Rifai mengenalkan kami, lanjut aku dipersilakan tampil membagi tips-tips kepenulisan. Intinya, menyebarkan virus menulis. Namanya juga tukang terror agar semua yang dekat-dekat dengan diriku turut serta mengikuti jejakku.

“Nah, betapa nikmatnya menjadi seorang penulis, ya,” ujarku bersemangat sekali mempresentasikan materi yang suka kubawa ke mana-mana sejak bergabung dengan Forum Lingkar Pena itu.

“Katakan Cinta Dengan Aksara. Ini ada 14 Jurus Jitu Membuat Novel, dan bagaimana jika naskah kita sudah jadi? Bagaimana pula kita mengirimkan naskah ke media yang amanah?”

Beberapa saat aku terus saja nyerocos, tetapi, biasanya kupatok paling lama 20 menit. Selanjutnya kuberikan sesi dialog interaktif. Agar aku mengetahu, apa saja yang hadirin butuhkan dari pemateri.

Rehat di tengah jalan di Madura, tengah malam

“Jadi, kata Bunda Pipiet Senja,” akhirnya Abrar Rifai menyimpulkan.”Modal utama untuk menjadi seorang penulis itu adalah; 3 M dan 3 M. Yaitu; Membaca, Membaca, Membaca. Kemudian, Menulis, Menulis, Menulis!”

Giliran Evatya Luna, membagikan pengalamannya ketika menghimpun wawancara dengan para Dai Idola ANTV. Sehingga akhirnya kumpulan wawancara tersebut disuntingnya menjadi sebuah  buku yang masih dalam proses.


Ponpes Banyuanyar, Pamekasan

Astry Anjani, terus terang, mengaku sebagai seorang penyair. Basisnya adalah sastra dalam bentuk puisi. Selama dua tahun bekerja sebagai BMI di Hong Kong, Astry Anjani baru mendapatkan kesempatan bergaul dengan komunitas kepenulisan pada tahun kedua kontrak kerjanya.


Gaya si Tukang Teror


“Sejak bergabung dengan Forum Lingkar Pena Hong Kong, aku merasa terlecut untuk melahirkan karya-karya mencerahkan. Hmm, bolehkah aku membacakan salah satu puisi yang kutulis beberapa saat yang lalu?”

“Boleeeeh!” sambut hadirin bagaikan dengung lebah, menggema ke pelosok ponpes Banyuanyar.

Astry Anjani baca puisi


Saat itulah, untuk pertama kalinya kusaksikan mantan BMI Hong Kong membacakan puisinya yang indah. Aku menangkap, ada kelembutan, kerinduan, kecintaan yang dipadu dalam gerak seorang perempuan muda.

Ia pernah menikah dan gagal di tengah jalan. Ada luka di sana, di matanya, meskipun ia berusaha menyembunyikannya dari sesiapapun.

Astry Anjani, kudoakan dirimu segera mendapatkan pengganti, pasangan sejati yang sevisi dan semisi, sepadan dengan sosokmu yang berkelas. Demikian menurutku.


Ridho, kepala cabang Zikrul Hakim Surabaya dan Astry, Evatya Luna

Cinta, cinta, cinta. Sepertinya mulai bertaut di Banyuanyar. Meskipun bukanlah cinta antara lelaki dengan perempuan. Melainkan cinta yang berbalun pesan mencerahkan yang patut dikenang sepanjang masa.

Setelah sesi dialog interaktif yang selalu semangat dan suoerduper seru itu, giliran Elly Lubis memaparkan programnya: Umroh Bareng Pipiet Senja. 


Evatya Luna


Abrar Rifai kemudian mengakhirinya dengan doa yang takzim. Sehingga tak pelak, ada mata-mata yang mengembun sepanjang mengaminkannya. (Pipiet Senja, Banyuanyar-Madura)
@@@

4 Komentar

  1. lagi-lagi reportase yang kereeeen, Bundaa.. ^__^

    BalasHapus
  2. An Maharani Bluepen; terimakasih sering mampir dan meninggalkan jejak di rumah maya saya, nanda; salam perjuangan!

    BalasHapus
  3. kapan ntu acaranya kak???, waaaaaah knpa q gak tau ya kalo kak pipiet ke Madura ya???,

    BalasHapus
  4. Fahmi yeeeeeh ketinggalan ya, itu tertulis tanggal berapa hayooooo!

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama