Negeri Jiran: Tak Sangka Ada Yang Seronok





Kuala Lumpur, Desember 2011
Pekan lalu saya berkesempatan wisata di negeri jiran dan beberapa negara bagiannya seperti; Melaka, Selangor, kawasan UKM, Ayer Keyoh. 

Hmmm, cuma segitu kok ya, sepertinya masih salah nulisnya tuh tempat Air Keroh.

Begitu menginjakkan kaki di Bandara LCCT, mataku langsung menatap jam, sudah pukul 12 tengah malam, waktu Malaysia. Ini gara-gara ada delay, biasalah!

Sekejap celingukan seorang diri, tampaklah para penumpang berlalu-lalang, semua serba bergegas. Seorang gadis muda, kutaksir sesama WNI, kemungkinan mantan atau calon dan masih TKI, melintas di sebelah saya.

"Dek, maaf, ini pintu keluarnya ke arah mana ya?" tanya saya, sopan tentu saja.
"Tak tahulah, jangan tanya sahaya!" sahutnya ketus nian.

Meskipun terkejut, saya tak bereaksi lagi, terus saja mengikutinya dari belakang. Bagasi dengan cepat sudah kudapatkan, gadis itupun demikian pula. Kali ini dia sudah menemui seorang kawannya, ternyata seorang pria. Kupasang kuping baik-baik, menangkap percakapan mereka.

"Ti Bandungna jam sabaraha atuh, Neng, meuni wayah kieu?"
Jam berapa dari Bandung, tanya teman pria penjemputnya.
"Nya ti isuk we atuh, duka teuing lah, lieur!" sahut si gadis yang menjawab ketus tadi. Dari pagi, katanya, ini sudah bikin puyeng.

Penasaran kusambangi keduanya dan bertanya: "Aslina ti mana, Aa?"
"Oh, ieu pun adi ti Cililin."
"Di mana tuh Cililinnya?"
"Gunung Halu!"

Hmmm, sebuah tempat yang tak ada di peta saking udiknya. Tapi dia begitu sombong, ketus sehingga cukup menjawab:"Tak tahulah, jangan tanya sahaya!" Bahna lieur alias puyengnya jetlag, barangkali ya. Deudeuh teuing, kasihan ah!

Ifendayu sudah menanti bahkan masuk ke dalam, sehinga aku segera mengenali sosoknya kembali. Pada pertemuan pertama April di acara KBRI, kami sempat beramah-tamah.

Nah, bareng TKI inilah selama seharian dan semalam saya menginap, bersama-sama di kosannya. Banyak kisah inspirasi, curhatannya yang saya rekam dalam memoriku. Direncanakan hari Minggu, setelah acara di Melaka, saya akan jumpa komunitasnya di Es Teler dan taklimnya.

Setelah rehat di kosannya Ifendayu, esok paginya kami pun jalan. Ifendayu pun mengajakku dolanan di KLCC, sentralnya Komuter MTR khas Kuala Lumpur.

Ketika saya cermati tingkah polah orang-orang yang berseliweran disekitar kami, ternyata banyak juga gadis atau perempuan  muda yang bergaya seronok, berbusana seupritan, eeeh!

"Makna seronok negeri jiran tentu tak sama dengan seronoknya kita, ya Ifendayu?"
"Iya, Bun, banyak istilah di sini yang tak sama maknanya dengan bahasa Indonesia."

Nah, coba saja itu lihat; Tandas Awam untuk toalet alias kamar mandi. Bilik Kecemasan untuk UGD alias ruang gawat darurat. Bilik Keelokan, nah loh, apaan tuh? Salon kecantikan kaleee.

Ada lagi; silakan Anda hubungi kaki tangan kami. Nah loh apa pula ini! Kaki tangan apaan? Ternyata staf, atau semacam karyawannya  begitulah.

Ketika jalan-jalan di Melaka, betapa kami banyak menemukan spanduk di toko atau Mal: Harga Runtuh Akhir Tahun. Rumah Runtuh!

"Itu artinya diskon gede-gedean akhir tahun, Teteh," jelas Ifendayu, dan kami ketawa geli.

Menaiki komuter MTR di negeri jiran membuatku merasa iri, ternyata. Batinku selalu mendumal:"Kapan kira-kira Jakarta memiliki sarana angkutan serba canggih begini, ya?"

Tahu-tahu di atas MTR, eh, komuter itu mata saya menangkap sepasang anak muda sedang bedekapan,. Ssesekali tangan si cowok menggerayangi di punggung cewek dan mendekapnya kuat-kuat. Berciuman sekilas-sekilas, alamaaaaak!

"Yu, lihat itu, lihaaaat!" teriakku tertahan, perpaduan antara kaget dan penasaran. Hihi.
"Biasa itu, Bunda."

"Bagaimana mungkin? Ini Malaysia gitu loh, bangsa Melayu dengan tatakrama tinggi, adat-istiadat dan kaum beragama.... Eh, bukankah memakai hukum syariat Islam di negeri ini?" ceracauku, tidak habis pikir.

"Bun, kalau yang melakukannya warganegara, orang Melayu, pastilah segera diseret dan dihukum. Tapi itu yang melakukannya kan bangsa asing. Pemerintah yah tiada mengurusinya."

"Ooooh, begitu, ya Yu. Kira-kira menurutmu tadi yang mesraan itu bangsa apa, ya?" pancingku ketika kami sudah turun di Stetsen Ampyang Park.

"Iiiih, Bunda nih kura-kura dalam perahu. Hehehe."
"Mereka bukan cakap Melayu, ya Yu, tapi berbahasa Indonesia. Logatnya dedek banget. Hehe, hadeeuuuuh. Kabooooooor!"


Maka, selama dolanan di Kuala Lumpur, mata saya masih bisa menangkap adegan macam itu di beberapa sudut stetsen. Ya, tentu saja itu bukan dilakukan oleh warganegara Malaysia melainkan warganegara asing yang sedang bertandang di negeri jiran.

Masih dilanjutkan, ya, ada rangkaian wisata di Melaka. Jumpa TKI di Pasar Seni, dan menginap semalam di sebuah kondominium mewah, kediaman sahabatku; Donie Perdanawati di kawasan Ampyang Park.
Sampai jumpa!
@@@

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama