Bukti Keperkasaan China

 Enaknya kereta di Hong Kong



Hong Kong, 22 Mei 2012
Pagi sekali kami bedua,  aku dan sahabat, Mbak Sri, pebisnis kita di Hong Kong, sudah siap berangkat ke Shen Zhen. Ini propinsi di kawasan China Selatan yang langsung berbatasan dengan Hong Kong. Siapapun yang hendak pergi ke China daratan melalui Hong Kong, ya, ke propinsi inilah harus datang, sebagai pembuka dunia tirai bambu.

“Sekarang jangan sampai kiwir-kiwir lagi, ya Teteh,” kata Mbak Sri dalam nada meledek sekaligus mengingatkanku. 

Tentu dia masih ingat bagaimana si manini ini memasukkan semua baju berikut CD-nya ke laundry. Sehingga tinggal satu setel baju dan tanpa dalaman sama sekali.

“Kali ini gaklah, Mbak Sri. Kapoook!” sahutku nyengir, membayangkan harus demam, gara-gara kebanyakan angin memasuki sekujur tubuhku. Kacooow beneran!
“Paspor, ayo, sudah lengkap?”

“Sudah, bahkan tiket pulang juga ada,” sambil kucek sekali lagi isi tas kulit (entah apa!) warna hitam. Tas kado ultah dari Bertha Siagian ini, bagiku, sungguh keren dan sangat bermanfaat, menggantikan tas lamaku yang mendadak error resluitingnya.
 Terima kasih tasnya, ya Bertha Siagian sayang!


Kusambar sebotol aqua dan sebuah apel, kuselipkan ke ransel punggung yang selalu menemani backpackeran ala perempuan paro baya. Kulihat sekilas Mbak Sri menyambar 3 teh kotak yang ditenteng-tenteng dengan tas kecil.

“Kita ambil dananya dulu, ya Mbak Sri,” ujarku ketika melintasi kantor Citi Bank. Demikianlah memasuki pekan ke-3, aku baru mengambil dana yang kusimpan apik dan hemat sedemikian rupa di BCA.

Selama itu segala keperluan masih bisa ditanggulangi dari dana yang kupegang, ditambah pinjaman dari ibu Santi Rachmat, Dompet Dhuafa HK.

Baru kutahu bahwa tabungan tidak bisa diambil  melalui kantor perkawilan BCA di Hong Kong. Sebab di sini hanya untuk urusan pengiriman semata. Mengapa pihak BCA tidak menjelaskan perihal ini di Indonesia, ya? Padahal sehari sebelum berangkat ke Hong Kong, aku setor tunai dan sempat berbincang dengan seorang karyawan di BCA Depok.

Untunglah di Hong Kong di mana-mana ada ATM bertanda Master dan Cirrus. Meskipun dikenai cost 30 dolar HK per transaksi, ya, sudahlah, mau bagaimana lagi. Resiko!

Dari Causeway Bay kami naik bis menuju Hung Hom. Dari station ini kita bisa naik KJR, kereta khusus menuju Lo Wu yang berbatasan dengan Shen Zhen.

Setiap kali ada hal-hal yang kuanggap menarik segera kamera beraksi. Seorang anak kecil asyik mengerjakan pe-er sambil berdiri, tanpa peduli suasana sekitarnya. Langka kulihat pemandangan begini di gerbong KRL Jabotabek.





Bersama gengnya Pelangi nih...



Pemandangan alam sepanjang jalan, terutama mendekati Lo Wu,  mengingatkanku akan lanskap di kawasan Puncak. Bedanya di sini ada gedung-gedung pencakar langit, dilatarbelakangi gunung-gunung dan hijau royo-royo.

Tibalah kami di Lo Wu, kulirik arloji tepat pukul empat sore. Jadi hanya 45 menit saja dengan KJR yang lowong, bersih dan nyaman. Menurut Mbak Sri jika pulangnya nanti malam dipastikan keretanya bakal penuh sesak.

Begitu keluar gerbong, aura keimigrasian seketika menguar di sekitar kami. Manusia entah dari mana saja serentak bergegas menuju barisan Imigrasi. Para petugas pun tampak bersiap dalam sikap awas dan waspada. Ditambah teriakan-teriakan dan para pengunjung dalam berbagai bahasa; Kantonis, Inggris, Latin dan tentu saja Mandarin.

“Teteh antri di situ, ya. Aku harus di bagian sana antrinya,” kata Mbak Sri yang sudah memiliki KTP Hong Kong. Aku manut dan segera bergabung dengan antrian rombongan bule. Lumayan mengular.

Selang 15 menitan dan posisiku tinggal di belakang dua orang lagi, seketika kulihat ada kehebohan di bagian seberang, di luar Imigrasi. Dua orang perempuan muda (Buruh Migran Indonesia HK) protes keras dalam bahasa Kanton campur dialek Jawa Timuran.

“Kepiye ini, kita bisa masuk tapi ora iso keluar….”
“Terbalik, jiiieeeh; bisa keluar tapi gak bisa masuk!”

Otakku mudeng alias tak paham, eh, jantungku malah degdegplas tak karuan. Ini penyakit kalau akan berhadapan dengan Imigrasi. Trauma, gara-gara perlakuan yang sering kuterima di Imigrasi Bandara Cengkareng!

Sementara orang-orang tampak semakin mengalir, mbludak dengan suara yang hingar-bingar, tak bisa kupahami. Multibahasa begitulah.

Tinggal satu orang lagi. Tiba-tiba kudengar ada orang yang memanggil-manggilku:”Teteh, weeei, Teteeeh!” Kutoleh kea rah suara itu, lah, Mbak Sri, ngapain berlari-lari sambil mengisyaratkan tangannya ke arahku, kupahami dia melarangku melanjutkan langkah.

Bimbang sejenak, lah wong tinggal selangkah lagi, maka keluarlah dari kawasan Hong Kong, kemudian berada di areal kekuasaan dan hukum Republik China.
“Balik sini, Teteh, gak bisa masuk nanti!” kali ini suara Mbak Sri tegas, tandas.

Kulihat dua anak BMI Hong Kong di perbatasan sana masih juga bersitegang dengan petugas. Mereka dihalau keluar dengan bentakan-bentakan menakutkan. Aduh, kasihan amat tuh anak-anak bangsaku, seruku dalam hati.

Sayup masih kudengar bahwa waktu visanya sudah habis hari itu. Artinya, jika besok atau lusa dia datang lagi ke perbatasan Imigrasi, maka dia harus didenda, entah berapa ribu yuan!
“Bagaimana urusannya, Mbak Sri?” kuhampiri sahabatku yang segera melaporkan hasil investigasinya.

“Tadi aku kan sudah sampai di depan petugas. Dia bilang, tidak bisa masuk karena tak ada visa ke China. Waktu kukatakan mau beli di sini, katanya kantornya sudah tutup. Harus beli di Hong Kong.”

“Oh, jadi beneran kata anak BMI HK tadi. Inilah bukti keperkasaan China,” kataku mencoba bercanda untuk melumerkan ketegangan kami.

“Ya, bisa masuk tapi gak bisa keluar,” cetus Mbak Sri menyimpulkan. Kami jadi tertawa cekikikan dengan pikiran ngeres, imaji liar perihal lelaki China.

Alhasil, kali ini kami gagal memasuki kawasan China Selatan. Tak mengapa, pasti ada kesempatan lain hari. (Perbatasan China-Hong Kong)

@@@


3 Komentar

  1. Subhanallah...Pengalaman yang menegangkan, ya, Bunda..
    Semoga senantiasa diberi kemudahan dan kelancaran dalam menghadapi segala hambatan.
    Kaifa haluk, Bunda?
    * sehat selalu, kn :)

    BalasHapus
  2. Hehehehe, ada lagi yang lebih menegangkan waktu digiring ke Imigrasi di Singapura....alhamdulillah sudah membaik nih, amin ya Robbal alamiiin...

    Terimakasih nanda selalu mampir, salam sayang; luuuuv!

    BalasHapus
  3. iyaa, Bunda..An selalu setia membaca kisah-kisah inspiratif dari Bunda..
    *Bunda selalu bisa berkesempatan menulis saat masa-masa sulit sekalipun t-t

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama