Menjalani Hidup Berbekal Sabar dan Syukur (Anas Nasrudin)






Judul  : Catatan Cinta Ibu dan Anak
Penulis : Pipiet Senja & Adzimattinur Siregar
Penerbit : Penerbit Jendela (Grup Zikrul Hakim)
Cetakan I :  April 2010
Jumlah Halaman : 256
ISBN: 978-979-063-567-8
Harga: Rp.40.000,-

Menelusuri lembar demi lembar catatan duet ibu dan anak ini memaksa emosi saya teraduk-aduk. Kadang iba, geram, hingga terpingkal-pingkal. Iba lantaran membayangkan perihnya ujian hidup yang dialami keduanya terutama oleh Pipiet Senja yang mesti menjalani transfusi seumur hidu, Geram menyimak perlakuan tidak manusiawi yang dipraktekkan pihak rumah sakit terhadap pasien-pasien kurang mampu, dan terpingkal-pingkal membacai dialog-dialog lucu dan gaul khas ibu dan anak. Bagaimana tidak, saat-saat kritis pun keduanya sempat-sempatnya adu banyolan.

Buku berkover putih dengan latar seorang ibu dan anak yang saling berpeluk-erat lengkap dengan tiang infus di belakangnya, membuat saya merasakan dua hal. Pertama, hebatnya derita sakit yang dirasakan sang ibu, sehingga berusaha meredamnya dengan membenamkan diri dalam pelukan anaknya. Kedua, besarnya rasa cinta antar keduanya melalui ekspresi saling peluk erat.

Awalnya saya agak bingung saat membaca buku ini. Hampir melahap separuh isinya, saya belum juga menemukan tulisan Adzimattinur Siregar, hingga membuat saya bertanya-tanya, apakah yang dimaksud catatan duet oleh ibu dan anak ini hanya merupakan dialog-dialog antar keduanya.

Namun setelah merampungkannya, saya baru tahu kalau catatan Adzimattinur Siregar ada di bagian 8 bab terakhir buku ini. Ini agak unik, karena umumnya catatan duet selalu diberi keterangan siapa penulisnya pada tiap judul bab. Sementara di buku ini pembaca dibiarkan menebak langsung mana tulisan sang ibu mana tulisan sang anak melalui alur tulisan yang mereka buat.

Catatan ibu dan anak yang sama-sama berprofesi sebagai penulis ini telah menampar, dan menyadarkan saya tentang pentingnya memiliki sikap sabar dan syukur sebagai bekal menjalani hidup.

Sabar saat diterpa ujian dan syukur saat dianugerahi kebahagiaan. Tentu bukan sabar dalam arti patalis atau pasrah atas nasib. Dengan segala keterbatasan keuangan lantaran biaya pengobatan selangit serta perlakukan tidak menyenangkan dari pihak rumah sakit, keduanya terus memaksimalkan ikhtiar.

Sang ibu (Pipiet Senja) terus menulis dan berkarya walau dengan kondisi tangan biru-bengkak, lantaran harus sering disuntik jarum infus. Sementara Butet sapaan untuk Adzimattinur Siregar di sela-sela aktivitas kuliah, selalu mondar-mandir Jakarta-Depok mencarikan ibunya suplai darah ke PMI, serta menjagai dan mengurusi keperluan ibunya setiap saat.
Kesabaran keduanya pun dijawab Allah melalui rezeki tak disangka-sangka, yang mengucur dari banyak pihak, terutama rekan-rekan Pipiet Senja dari jejaring sosial dan dari Majelis Taklim yang banyak membantu meringankan biaya pengobatan. Dengan menyaksikan pasien-pasien lain yang lebih menderita dan orang-orang yang kurang beruntung lainnya, keduanya pun selalu bersyukur, bahkan sekedar menikmati lukisan indah bintang-bintang di langit pun keduanya selalu bersyukur.

Catatan yang ditulis dengan air mata ini tidak melulu mengumbar dramatisasi kesedihan melainkan juga berisi tips-tips menghadapi njlimet-nya prosedur rumah sakit, serta membeberkan fakta sikap-sikap dokter dan perawat yang memposisikan pasien sebagai kelinci percobaan yang berbuntut malpraktek.

Namun ada sedikit catatan Pipiet Senja yang terasa keluar dari tema besar yakni penggalan cerita-cerita horror di dapur dan di belakang rumahnya (lih.201-207) yang tak berkaitan dengan saat-saat ia kritis sebagaimana judul buku ini. Ia keceplosan karena awalnya menceritakan cerita horor sekaligus lucu, ketika nyasar di kamar mayat, sehingga disangka kuntilanak oleh sepasang remaja yang lari tunggang langgang sambil meneriakinya; kutilanaaaak! (lih.184).

Walau begitu, buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang rindu hikmah dan pelajaran hidup. Penulis pemula akan terlecut semangatnya saat membaca usaha Pipiet Senja yang terus menulis hingga “berdarah-darah”.

Orang yang sakit akan diingatkan pentingnya kesabaran dan keyakinan pada Allah selama ikhtiar mencari kesembuhan, bagi ibu dan anak yang kurang harmonis akan mendapati indahnya saling mencintai melalui sikap yang ditunjukkan oleh Pipiet Senja dan Adzimattinur Siregar dalam buku ini. (Anas Nasrudin – Serang)

@@@

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama