Catatan Cinta Lansia

 


Pipiet Senja 

12 Mei 2025

Bandara Minangkabau, biarlah kumulai saja lakonku kali ini dari sini.

Baru kusadari semakin terasa sakit kaki kiriku selain tampak bulat bin bengkak.

Jalanku pincang-pincang, kuseret paksa kian nyeri. Tak berani minum obat anti nyeri. Kuatir fungsi ginjal yang mulai menurun, bisa tambah error.

"Minta kursi roda saja, Dek," pintaku kepada Ika, teman sekamar yang sangat banyak membantu. Selama kegiatan di ranah Minang. Bersama rekannya, Yola.


Ika berhasil minta kursi roda untukku. Gratis! Bagus servis Garuda, ada makan malam yang enak pula.

"Nyaris ketinggalan pesawat," gumamku saat diberi tahu pesawat terbang pukul 17.00, bukan 19.00.


Benar saja, jauh itu pesawat parkirnya. Karena parkiran biasa sudah penuh, diparkirnya di luar. Disebutnya LL, entah apa maknanya. 


Lagipula mana sempat kutanyakan artinya. Jantung dan napasku mulai tak nyaman. Flu dan batuk mulai menyergap. Malangnya setiap kali batuk bunyinya sbb: uhuuuk, uhuuuk, preeet!


Ampuuun dah, aaaaargh, memalukan gelar Teroris saja. Tukang Teror Menulis.


Aku lebih pilih fokus dengan kenyamanan badan saja. Kupegang teguh keyakinanku dengan zikrullah.


"Terima kasih, ya Bang," ucapku kepada petugas yang mendorong kursi roda.

Kuselipkan selembar merah ke tangannya, dari amplop pemberian Dato Hashim Yacoob.


Di tangga segera dibantu oleh seorang pramugara gagah, badannya tinggi kekar. Mudah sekali dia memapahku. Rasanya sekejap lenyap tuh sesak, eeeeh.... Serius, kalah jauh tuh aktor Drakor yang suka dancing gaya gemulai.


Ceritanya duduk nyaman di bangku 26 B. Kupejamkan mata melanjutkan berdoa dan zikrullah. Entah berapa lama, sepertinya aku ketiduran.

"Silakan makan malam, Ibu. Mau minum apa?" tanya Pramugari cantik.


Serius, enak nian menu makan malamnya dan bisa kunikmati. Bukan rendang, tetapi ikan renyah dengan sayuran segar.


Sampai Bandara Halim PK aku isi dengan nonton film bagus, setting perang dunia Sekutu lawan German. 

Tokoh anak kecilnya menyentuh hati dan kemanusiaan. Persahabatan seorang anak kecil dengan anjing lucu. Berjuang menjadi pemain bissbal seperti idolanya. Ah, lupa judulnya.


Singkat cerita sampailah di rumah putriku. Disàmbut Athena yang sukacita membuka oleh-oleh pemberian Dato Hashim Yacoob. Terima kasih banyak wahai Abanganda Dato nan budiman.


Esoknya dan esoknya  mengurus Bpjs, rujukan segala macam untuk persiapan transfusi.


Tepat 16 Mei 2025, miladku ke 69 begitu terbangun, kulihat adik bungsuku kirim ucapan selamat Ultah dengan capcut. Bagus sekali. Nuhun Emmi Arief di Sumedang.


Nah, mulailah diuyek-uyek cari urat untuk transfusi di RSUI. Tumben, sekali ini susah bangeeeet!


Di tangan tak bisa lagi ambil darah dan transfusi, sudah 6 kali tusuk gagal. Ungu-ungu dan bengkak, sakiiit.


Esoknya lanjut konsul ginjal. Kembali harus ditusuk jarum untuk cek kreatinin dan ureum. Akhirnya kusodorkan saja nadi di kakiku dan berhasil. Alhamdulillah, masih bisa berjuang.


Tanpa kusadari ada embun dingin dari sudut-sudut mataku deras merembes. Kunikmati sambil mencermati kiriman doa dari Sahabat Pipiet Senja. Ternyata banyak juga yang peduli dan mengenang Manini.  Pahala Surga ùntuk sahabatku semua.


Anak-anak Thaller di poliklinik pun sukacita saat dibagi kotak makanan dan buah. Sungguh mengharu biru menyelusup kisi-kisi kalbuku.


Sekejap kukenang segala perjuangan, demi bertahan sejak kanak-kanak. 

Emak yang yakin sulungnya pasti sembuh, menjual semua mahar dari Bapak: cincin, gelang, kalung demi pengobatanku dengan dokter berasal dari Jerman.


Bapak yang sering menggiring pasukannya ke RSPAD. Untuk donor darah.

"Insya Allah Teteh kuat, perkasa dan panjang umur," begitu sering digumamkannya kepadaku.


Kubayangkan itu darah yang kebanyakan dari prajurit TNI, sudah sekolam jika dikumpulkan; 60 tahun gitu loh. Transfusiku sejak umur 9 tahun.


Meskipun Bapak telah tiada, jika darurat darah, aku akan minta bantuan mereka. 

Kuhampiri Markas Kodim atau Kodam terdekat. Mereka siap siaga jika diminta bantuan donor darah. Bravo dan terima kasih tak terhingga, wahai Prajurit TNI!


Oya, sebelum transfusi aku sempat menemani putriku masuk IGD RSUI. Kambuh gerd lambung, muntah-muntah dan sakit bagian perutnya. Salah makan agaknya. 


Bersyukurlah kini dia punya pendamping, seorang Imam yang baik. Bisa kutinggalkan mereka berdua.


"Mama sudah beres ngedrakulinya?" Dia menelepon menjelang petang.

"Iya nih lagi pesan gocar. Bagaimana kondisimu, Nak?"

"Sudah enakan, dikasih obat lewat injeksi. Hadeeeeh, 4 kali tusuk baru bisa masuk....Minta pulang sajalah, gak tahan!"

Kepingin kuledek, baru segitu sudah mengeluh. Bayangkan, emakmu sepanjang hayat ditusuk jarum entah berapa ribuan kali....

Nah, akhirnya kami makan bersama di resto kesukaan putriku.

Alhamdulillah tabarakallah terima kasih, ya Robb. Engkau masih memberi waktu kepada hamba-Mu yang daif ini. Al Fatihah.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama