Ary Gumintang Aliet
Togutil. Itulah nama sebuah suku terasing di pedalaman hutan Halmahera yg selama ini belum mengenal peradaban. Nama suku tersebut sempat viral setelah setahunan lalu sejumlah orang dari mereka tersesat di kawasan pertambangan tatkala sedang mencari makanan.
Beberapa tahun sebelumnya, suku Togutil juga ramai menjadi pemberitaan karena beberapa orang dari mereka ditemukan tewas. Diduga kuat, mereka tewas lantaran kelaparan setelah hutan tempat tinggal suku Togutil kian menyempit karena adanya proyek pertambangan dan perkebunan secara masif.
Koh Hanny Kristianto, mualaf Tionghoa yg juga aktifis dakwah, di bawah yayasan beliau telah mengirim satu tim untuk menuju salah satu habitat tempat tinggal mereka. Alhamdulillah, lewat upaya dakwah tak kenal menyerah, puluhan orang dari anggota suku tersebut akhirnya masuk Islam.
Mereka yg telah menjadi mualaf, lantas dipindahkan ke luar hutan. Dibuatkan satu perkampungan khusus. Kata Koh Hanny, saat ini telah ada 40-an rumah untuk para mualaf tersebut. Selain menempatkan dai untuk membina mereka, tim Koh Hany juga membawa anak-anak muda Togutil ke Jakarta. Di ibu kota, mereka dimasukkan pondok (Koh Hanny menyebutnya rumah ceria) untuk dididik ilmu agama dan berbagai skill.
Lantas seberapa primitif sih kehidupan suku Togutil di pedalaman hutan Halmahera sana? Dalam podcast "The Sungkars" Koh Hany menjelaskan. Bahwa sehari-hari, suku Togutil ini bertahan hidup dengan berburu dan meramu. Mereka bisa dikata telanjang. Alat v1t4l hanya ditutup dengan kulit pohon.
Mereka hidup berkelompok di bawah gubug yg sangat sederhana beratap dedaunan. Mereka terbiasa berhubungan seks secara inces. Saudara laki2 dengan saudara perempuan, ayah dengan anak, ibu dengan anak, dll.
Gara2 inilah banyak bayi yg terlahir cacat. Biasanya bayi yg terlahir dengan anggota badan tidak utuh, langsung dibunuh dan dibuang ke sungai.
Di sisi lain, untuk menyalakan api mereka masih menggunakan cara zaman megalitikum. Batu digesek dengan batu, lalu percikannya diarahkan ke jerami.
Dalam podcast tsb, Koh Hanny juga membawa dua gadis asli suku Tugotil yg baru setahun dibina di pondoknya Koh Hany. Dengan bahasa Indonesia terbata, mereka menjelaskan bahwa dahulu mereka hanya makan seminggu sekali. Selebihnya, bertahan hidup dengan minum air.
Akan tetapi, kedua gadis Togutil itu kini telah hafal dua Juz dan mulai bisa memasak. Koh Hany sendiri menyatakan, Januari nanti beliau berencana akan datang langsung ke kampung suku Togutil.
"Rencananya, saya akan jual rumah dulu. Karena nggak mungkinlah kita datang ke sana dengan tangan kosong!" ucap Koh Hany.
Masya Allah, jual rumah demi kepentingan dakwah! Semoga Allah ganti dengan rezeki yg berlipat ganda, Koh.
Hayo, ada yg tertarik untuk ikut Koh Hany nggak? Informasi dari tim beliau, rute untuk sampai ke kampung suku Togutil adalah: penerbangan Jakarta-Ternate. Dari Ternate naik kapal feri 8 jam, disambung perjalanan darat 6 jam dengan mobil 4 X 4 yg khusus untuk medan berat. Dilanjut naik motor 2 jam. Dilanjut lagi jalan kaki 12 hari (malam istirahat) ke pedalaman hutan, tempat tinggal suku Togutil.
Oh ya, selain mengirim tim dakwah, saat ini Koh Hanny juga sedang ada proyek menyusun kamus Bahasa Togutil agar kelak bahasa tersebut tidak punah. Sebab memang jumlah suku Togutil sekarang tinggal sekitar 800-an orang.
Posting Komentar