Lakon Kita Cinta: Penyintas Thallasemia



Pipiet Senja

Mei ini, tepatnya tanggal 16 umurku 68 tahun. Menurut seorang Profesor pakar Hematologi, aku penyintas Thallasemia tertua di Indonesia.

Oya, mulai ditransfusi rutin saat umur 9 tahun.  Dokter Qomariyah yang cantik, asli Garut.  Selain dokter pangkatnya Kolonel.

Selama sebulan penuh, pertama kalinya diopname tentu saja rasanya nano-nano.

Acapkali aku menahan tangis, diam-diam dengan rasa takut yang sulit kujabarkan.

Ada pasien eks tapol, Gerwani, konon titipan suka gentayangan di bangsal 14 tsb.

Sering dia nyanoerin aku dan meneror dengan pernyataan sbb;

"Hei, kowe anak tentara ya?"

"Bapak kowe pernah tugas di Madiun kaaaan?"

"Lihat! Kakiku buntung ini ditembak tentara!"

Mujurlah ada seorang nenek yang sering mengawasiku, menjaga dan memberiku makanan.

"Wooooi, Ani! Jangan ganggu anak tentara, ya! Mau kulaporkan ke PM!" sergahnya seraya menyambangiku.

Kebaikan hatinya membuatku menitikkan air mata saking terharu.

Aku ditransfusi rutin di RSPAD sampai dewasa dan menikah. 

Sempat dinyatakan harapan hidup tipis. Selama 21 hari dikarantina dengan berbagai penyerta; thallasemia, ashma bronchiale, maag, malaria, thypus, pneumonia. Samakbreeeek!

Belum ada ICU saat itu, dikaruniai mungkin dianggap bisa menular. Sekujur badanku kuning dan banyak kudis.

Ketika eling kembali, dokter Qomariyah berpesan sbb; "Tenang saja Neng, insya Allah panjang umur. Asal selalu transfusi rutin."

Kemudian lain waktu beliau berkata sbb:

"Neng, kalau mau nikah cari lelaki Batak...."

"Mengapa dengan lelaki Batak, dokter?"

"Tak ada Thallasemia di suku Batak."

Nah, selamat Hari Thallasemia Dunia, 8 Mei 2024.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama