Menjadi Saksi Perubahan: Berujung Haru Biru

 



Pipiet Senja 

Sepanjang tahun 2023 kulihat bagaimana  Anies Baswedan wara-wiri ke pelosok negeri, mulai kampanye sebagai Paslon Presiden. Sejak awal aku sudah jatuh hati, mendukungnya untuk menjadi pemimpin bangsa.

Di mataku H. Anies Rasyid Baswedan Untuk Indonesia adalah paket lengkap: siapapun Wapresnya.

Ia Peofesor yang mumpuni, baik ilmu pengetahuan umum maupun ilmu agamanya.

Meskipun sempat degdegan dengan pilihan Wapresnya. Sebab masih berharap dari militer, misalnya Gatot Nurmantyo. 

Alhamdulillah, ikut mendukung dan bersyukur, saat pilihan Wapres pada sosok Muhaimin Iskandar. 

Sempat terbersit, jujur saja, mengapa bukan dari partai kebanggaanku: PKS? 

Namun, sebagai awam tentu harus percaya sajalah dengan kebijaksanaan mereka; Timnas Amin.

Sejak kampanye resmi digelar, aku pun menjadi saksi Perubahan. Jika dekat dan terjangkau oleh kocek serta kondisi Lansia ringkih ini, aku akan hadir bergabung bersama Barisan Emak-emak PKS Depok.

Beberapa kali bergabung dan menyaksi kampanye Amin 1, lengkap mengenakan atribut kaos, topi, sampai jeruk: Segeeer Beneeer!

Tibalah agenda kampanye pamungkas: Kumpul Akbar JIS. Seminggu sebelumnya sudah kusiapkan, tentu setelah transfusi rutin agar kuat, perkasa, eh!

"Mbak, aku mau ikut ke JIS. Tapi gak sanggup kalau harus konvoi dengan Ojol. Apa bisa kenalkan aku dengan PJ-nya ambulans di DPRA PKS?" pintaku kepada Mbak Atun, emak Ojol perkasa yang suka antar jemput cucu sekolah.

"Bisa, Manini. Nanti jam 3 kuantar ke DPRA." Demikian kesepakatan kami.

Eh, sehari sebelum H, ada pesan dari Mak Rita, sahabat baru yang berencana bikin buku inspiratif disunting oleh Pipiet Senja Dưa.

"Boleh ikutan ya Manini ke JIS. Jam 3 kujemput Manini ya dengan mobilku," pesannya di WA.

Berangkatlah kami pukul 03.00 dari Depok. Mobil diparkir di kosannya di Kwitang. 

Suasana jalanan Jakarta sudah ramai.

Lama pesan Gocar tak dapat terus. Pilihan jatuh ke Bajaj, akhirnya meluncur kami ke kawasan JIS.

Semakin padat jalanan dengan rombongan, konvoi yang mau ke JIS. Sepanjang jalan saling menyemangati. Bahkan ada yang beri kami kipas, pita, roti, tahu, lontong, minuman dll.

Sampai di jembatan Sunter, mobil dan Bajaj tidak bisa jalan. Kami pun harus jalan kaki ke JIS.

"Kita jangan maksa masuk ke Stadion. Sedapatnya saja dekat gedungnya. Ada panggung dan layar, kita bisa lihat Abah dan Cak Imin," kataku kepada Mak Rita dan putrinya, Galih.

Menurut Map 5 Km yang harus kami tempuh dengan jalan kaki. Rehat beberapa kali, sambil sarapan bekal roti seadanya. Hepi-hepi saja kujalani, ikut menyuarakan yel-yel pendukung Amin 1.

Inilah jalan kaki terpanjang yang kulakukan pasca operasi lumbar.

"Di sini Amin, di sana Amin. Di mana-mana Amin diomelin..."

"Cangkul-cangkul cangkul yang dalam. Menanam jagung tumbuhnya singkooong!"

"Amin menang!"

"Allahu Akbaaar!"

Tak terasa sampailah kami di depan panggung. Semakin mbludak saja lautan manusia. Nyaris tak bisa gerak, Bestie!

Bersambung ya, soriiii yeeee... 

Minum obat dulu dan sarapan plus masak neh. Maklum Lansia penyakitan, tetapi banyak urusan. Heuheu.

Lanjuuuut!

Semakin siang situasinya semakin melimpah ruah; pecah serius!

Sempat tergencet badanku, terinjak beberapa kali kakiku sampai kesenggol hape jadulku. Retak LCD. Alamaaaak, sabodo teuinglah!

Putriku janji akan belikan hape bagus buatku:"Doakan Ma, agar Butet segera dapat kerjaan lagi," katanya. 

Akhirnya aku memutuskan masuk ke warung kebab. Baru ingat di dompet tak ada cash. Syukurlah, bisa dengan transfer. Kupesan kebab 3 porsi dan minuman. Ada transferan dari Dato Hashim Yaacob sahabatku di Malaysia.

Sejak itulah aku mencermati situasinya dari warung kebab. Hingga Cak Imin dan Abah Anies muncul, memberi pesan.

Berujung menangis haru, serius merembes air mataku bak curah hujan. Terutama saat Abah dan Cak Imin berangkulan. Keduanya sungguh bagai abang adik, aura keikhlasan terpancar ke pelosok JIS. Niscaya menguar pula kepada jutaan pendukung Amin 1.

Mana pernah dua Paslon lainnya berangkulan macam itu, hayo?

Adegan ini benar membuat mayoritas hadirin menangis terharu. 

Sama seraya mendoakan dengan hidmat; "Ya Robbana, kabulkanlah doa kami ini. Jadikanlah Anies-Muhaimin pemimpin bangsa, Presiden dan

Wapres 2024. Pemimpin yang amanah dengan janji-janjinya, mewujudkan Perubahan. Al Fatihah."

Ketika pulang sempat mampir di mushola. Duh, nenek-nenek begini kebelet pis, hihi. Setengah jam antri depan kamar mandi, terkenang musim haji saat wukuf, 2006. Maka kuulang kenangan itu; antri di kloset sambil sholawatan, zikrullah.

Hilang segala lelah, disilih kebahagiaan sepanjang jalan pulang, meskipun kembali jalan kaki 5 Km. Asa dalam dada hanya satu: Demi Perubahan.

Spesial terima kasih untuk Mak Rita dan putrinya, telah membersamaiku dan traktir makan di Simpang Raya. Alhamdulillah lega sampai rumah bada Maghrib.

Orang serumah sempat mencemaskanku, nyaris lapor nenek-nenek hilang di JIS. Hihi.

Mari, sama berdoa semoga sholat Ied kali ini diimami oleh Presiden RI ke-8.

Meskipun Abah sudah bilang: "Jika menang artinya Allah Swt mengizinkan. Jika kalah artinya Allah Swt menyelamatkan." Demikian kurang lebih, tetaplah panjatkan doa agar sampai ke Maha Pencipta di Arasy sana.

Amin Menang.

Allahu Akbar!

Depok, 10 Februari 2024

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama