Hadirnya Kekuatan Karena Pasrah



Oleh: Gugun Gunardi*

Pengantar

Etty Hadiwati Arief dikenal sebagai penyair, cerpenis, novelis, dan penulis cerita anak, lahir di Sumedang pada tanggal 16 Mei 1956.

Nama Pipiet Senja ternyata mempunyai kisah tersendiri. Menurut Pipiet, suatu sore menjelang petang, ia tengah berdiri di tepian sungai sambil memandangi pesawahan dan langit di sebelah barat. Ketika itulah, ia melihat kawanan burung pipit terbang menuju sarangnya.

Hal itu memberikan ilham kepadanya. Pipit adalah burung kecil yang ringkih. Hal itu sangat cocok dengan dirinya yang kecil dan penyakitan, sedangkan senja menggambarkan dirinya yang berada di ujung harapan, seorang yang harapan hidupnya tidak lama lagi. Supaya lebih keren, ia tambahkan huruf `e’ pada pipit menjadi Pipiet.

Karya Pipiet pada awalnya berupa puisi yang dikirim ke radio-radio di Bandung. Tahun 1974 nama Pipiet Senja sudah menggema di radio-radio di Bandung, tetapi pada waktu itu ia belum berani mengirimkan karya ke majalah. Dari penulisan puisi, Pipiet merambah ke dunia penulisan cerpen. Setahun kemudian, puisi mbelingnya dimuat di majalah Aktuil.

Pipiet telah berkeliling Indonesia, bahkan sampai ke luar negeri untuk menularkan kiat-kiat menulis cerpen dan novel. Di sisi lain, ia menganggap penyakit thalassemia adalah “teman” yang mendorongnya untuk memanfaatkan sisa umur dengan berkarya sebanyak mungkin dan berbagi ilmu dengan orang lain.

(Hak Cipta © 2016 Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi)

Kajian Teori

Analisis wacana menurut Stubbs (dalam Setiawan, 2006:3) ialah suatu usaha untuk mengkaji organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa; dan oleh karena itu, analisis wacana merupakan studi yang lebih luas daripada unit-unit linguistik, yakni kajian pertukaran percakapan dan kajian teks-teks yang tertulis.

Jadi, analisis wacana adalah suatu kegiatan untuk mengkaji suatu satuan bahasa yang terlengkap untuk menghasilkan pengertian yang mendalam.

Menurut Sumarlam dkk dalam bukunya yang berjudul Analisis Wacana, jenis analisis wacana ada dua yaitu :

1. Analisis Wacana Tekstual yaitu analisis yang memandang bahwa sebuah wacana terdiri atas bentuk dan makna, maka hubungan antarbagian wacana dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu hubungan bentuk yang disebut kohesi dan hubungan makna atau hubungan semantis yang disebut koherensi.

Teks dapat dipahami sebagai suatu rangkaian pernyataan bahasa secara terstruktur.

2. Analisis Wacana Kontekstual yaitu analisis wacana yang mengkaji tentang aspek-aspek internal wacana dan segala sesuatu yang secara eksternal melingkupi sebuah wacana. Analisis kontekstual adalah analisis wacana dengan bertumpu pada teks yang dikaji berdasarkan konteks eksternal yang melingkupinya, baik konteks situasi maupun konteks kultural. Pemahaman konteks situasi dan konteks kultural dalam wacana dapat dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai prinsip penafsiran dan prinsip analogi.

Prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

· Prinsip penafsiran personal

Prinsip penafsiran personal berkaitan dengan siapa yang menjadi partisipan di dalam suatu wacana. Dalam hal ini, siapa penutur dan siapa mitra tutur sangat menentukan makna sebuah tuturan. Halliday dan Hasan (dalam Sumarlam, 2004: 98) menyebut penutur dan mitra tutur atau partisipan dengan istilah “pelibat wacana”. Pelibat wacana biasanya menunjuk pada orang-orang yang berperan dalam wacana, kedudukannya, jenis hubungan perannya, ciri fisik dan non-fisik, serta emosi penutur dan mitra tutur.

· Prinsip penafsiran lokasional

Prinsip ini berkaitan dengan penafsiran tempat atau lokasi terjadinya suatu situasi (keadaan, peristiwa, dan proses) dalam rangka memahami wacana.

· Prinsip penafsiran temporal

Prinsip penafsiran temporal berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu. Berdasarkan konteksnya dapat menafsirkan kapan atau berapa lama waktu terjadinya situasi (peristiwa, keadaan, proses).

· Prinsip analogi

Pemahaman wacana lirik lagu/puisi melalui berbagai prinsip penafsiran dan analogi tentu saja perlu mempertimbangkan faktor-faktor penting yang melatarbelakangi terciptanya lagu/puisi tersebut, baik faktor sosial, situasional, kultural, maupun faktor pengetahuan tentang dunia (knowledge of world).

Pembahasan

Jalan Tak Berujung

(Pipiet Senja)

1) Kembali menatih ringkih ke ruang putih

2) Bergerak pelan brankarku didorong

3) Seorang perawat menyemangati

4) Sejak pagi sekali

5) Telah siap menjemputku

6) Ini operasi ketujuh

7) Serasa telah biasa hendak berjabat denganmu

8) Wahai, Malaikatku

9) Gerangan dimanakah bayangmu?

10) Kucari-cari sepanjang lorong cinta

11) Menyibak gemawan kelabu

12) Tiada sesuatu

13) Kuminta perawat henti sekejap

14) Kupandangi langit sembunyi dalam mendung

15) Gerimis mulai renyai

16) Seakan mewakili airmata anak cucuku

17) Berbisik pilu kulempar tanya

18) Masih adakah hari esok, wahai langitku?

19) Tiada jawaban

20) Gerimis telah berganti curah hujan

21) Bunyi waktu terdengar ngilu

22) Menusuk kalbu

Tik tik tik tik

23) Dokter mulai membiusku

24) Seketika aku masih mampu

25) Berbisik lirih

26) Mohon setelkan sholawat Nabiku, dokter

27) Ketika sholawat mulai terdengar

28) Sepasang mata lelah mengatup

29) Ya Robbana, mohon matikan hamba yang dhaif ini

30) Dalam husnul khotimah

31) Laa illaha ilalah Muhammadarosulullah

Ramadhan, RSPAD 2022

Analisis Prinsip penafsiran persona:

(1) brankar-ku, (2) seorang perawat, (5) menjemput-ku, (7) dengan-mu, (8) Malaikat-ku, (9) dengan-mu, (13) ku minta, (13) perawat, (16) anak cucu-ku, (18) langit-ku, (23) dokter, (24) aku, (26) Nabi-ku, (26) dokter, (29) hamba.

Pronomina persona yang ditemukan adalah (13) (24) ku, aku, (29) hamba, (2) (13) perawat, (16) anak cucu, (23) (26) dokter. Terlihat bahwa dalam puisinya, penyair melibatkan dirinya sebagai pelaku ( ku, aku), tetapi ada saat di mana pelaku berhadapan dengan kekuatan yang lebih dari dirinya, sehingga muncul persona “hamba”. Sementara yang terlibat dalam puisi tersebut ada aku (ku, hamba), perawat, dokter, anak cucu. Bisa jadi pelibatan peran dalam puisi tersebut adalah 5 orang atau lebih, kalau melihat frase “anak cucu”.

Analisis Prinsip penafsiran lokasional:

(1) ruang putih, (10) sepanjang lorong cinta, (14) langit sembunyi dalam mendung.

Kalau melihat frase “ruang putih”, biasanya gambaran rumah sakit atau ruang operasi. Dikuatkan dengan sepanjang “lorong — ruang putih”, semakin memperkuat lokasi kejadian ada di rumah sakit. Diyakinkan dengan “langit sembunyi dalam mendung”, menggambarkan sesuatu yang membuat sedih — karena ada yang berurusan dengan rumah sakit.

Analisis prinsip penafsiran temporal:

4) pagi sekali

15) Gerimis mulai renyai

18) Masih adakah hari esok

20) berganti curah hujan

21) Bunyi waktu terdengar ngilu

28) Sepasang mata lelah mengatup

(30) Dalam husnul khotimah.

(4) , (15), (18) dan (20) suasana pagi yang tidak bersahabat, ada rasa pesimis menggelayut, mengiringi rasa sedih, (21) detak jantung terasa lebih kenceng, (28) tapi terasa tidak berlanjut karena sudah tak sadar, (30) dalam kepasrahan.

Analisis Prinsip Analogi

(2) brankarku didorong

5) siap menjemputku

7) berjabat denganmu

8) Malaikatku

9) dimanakah bayangmu?

18) wahai langitku?

22) mulai membiusku

26) sholawat Nabiku, dokter

29) Ya Robbana, mohon matikan hamba

30) husnul khotimah

Pronomina persona kepunyaan merupakan kata yang menggantikan kata ganti orang sebagai kepemilikan atau kepunyaan dari orang tersebut. Kata ganti yang dimaksud seperti -ku (sebagai pengganti aku), -mu (sebagai pengganti kamu) dan -nya (sebagai pengganti dia, dan mereka).

Ada 8 frase, yaitu (2) (5) (7) (8) (9) (18) (22) (26), dialog dan permohonan serta harapan dari sang penyair, yang akhirnya Ia pasrah. Ditutup dengan kalimah hidayah (29) dan (30).

Judul puisi “Jalan Tak Berujung”, penyair tidak pernah tahu apa yang akan terjadi berikutnya, Ia hanya punya kekuatan dengan pernyataan “tiada Tuhan selain Alloh dan Muhammad utusan Alloh”, itu yang menguatkannya.

Penutup

Puisi “Jalan Tak Berujung”, mendeskripsikan sesuatu yang tidak diketahui oleh Sang Penyairnya, apa yang akan terjadi berikutnya, dan seperti apa yang akan dialami. Sang penyair betul-betul tidak tahu. Meskipun sudah berulang situasi yang dihadapi, Ia tidak pernah tahu akhir dari cerita yang akan dihadapi. Oleh karena itu, hanya kepasrahan yang Ia laksanakan. Namun yang menjadi kekuatannya ada pada pengakuan akan “Alloh Yang Satu dan Muhammad Rasul Alloh”. Sebagai kekuatan dan harapan terakhir apapun yang dihadapinya.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama