Menatap Darah Menetes Satu-Satu




Anno, 2021

Pipiet Senja

Memasuki pekan ke4 sejak dinyatakan terpapar Covid-19. Tepatnya OTG alias Orang Tanpa Gejala. 

Hanya karena penyintas Thallasemia dengan berbagai penyerta, ditahanlah di HCU Wisma Atlet.

Takaran darahku anjlok. Thallasemia jika mengkonsumsi antibiotik dan berbagai obat, berdampak terhadap takaran darah. Serius, HB anjlok sampai 5.

Dinihari Rabu yang lalu, ketika baru masuk kamar mandi seketika lututku goyah alias nyorodcod tuur. 

Gubraaaaak!

Kepala kejedot ke tembok kamar mandi. Beberapa saat keleyengan rasanya dan lungkrah luar biasa.

Bisa jadi sempat semaput. Pelan-pelan kuraih kembali kesadaran. Istighfar terus berzikir. Hingga bisa kembali ke kamar dengan merangkak perlahan.

Anak mantu dan cucu tidur di lantai atas. Aku di  bawah dekat kamar mandi.

Kami masih Isoman di rumah dalam pemulihan. Pasca 2 pekan dikarantina di  Wisma Atlet. Alhamdulillah Citi 34 dinyatakan boleh pulang.

Oya, saya tidak ke RS Polri karena dipastikan dimasukkan ke bagian Covid. Sedangkan kondisiku dalam pemulihan. Jika digabungkan di bangsal penyintas covid baru, alamaaak. Sia sia saja 10 hari diopname di ICU, dipantau ketat tim dokter.

Akhirnya tidak jadi ambil wudhu. Tayamum saja dan berusaha sholat lail. Lama aku menafakuri diri. Sambil melatih napas dengan sujud berulang kali. Demikian diajari dokter saat di ICU selama 10 hari.

Alhamdulillah tidak sesak. Saturasi 94 95. Kekuatan perlahan kembali dan mulai bisa berdiri, melangkah perlahan ke dapur. Kubikin telor dadar dan minuman hangat.

"Manini harus transfusi, Neng. Gak bisa ditunda lagi," laporku kepada mantu saat kulihat dia turun, menyiapkan sarapan.

Kuceritakan sekilas bahwa tadi sempat ambruk di kamar mandi.

"Memang PCR ulang kita kapan, Neng?"

"Pihak Puskesmas bilang antri. Bisa kebagian 2 minggu lagi."

"Waduh, gak bisa ditunggu selama itu.  Manini mau minta tolong dokter Prita sajalah. Moga bisa numpang transfusi di kliniknya."

Dia setuju dan segera kirim buat Gopay.

Alhamdulillah dengan senang hati dokter Prita, menyilakanku segera datang ke rumah sakit Al Fauzan.

Dengan Gocar aku menuju jalan Pedati. Sendirian. Tak mengapa sudah terbiasa mandiri sejak SMP baheula.

Pukul 11.00 sampailah di tempat sahabatku praktek. Kamar HCU sementara tempatku sambil menunggu adikku Rosi.

Ternyata darah dari PMI hanya dapat 1 kantong. Dibutuhkan 3 kantong darah. Segera kontak Ustad Abdul Ghofur. Dia janji bada Maghrib bisa ke PMI.

Alhamdulillah ada suami perawat bersedia donor. Artinya sudah dua dipastikan bisa ditransfusikan.

"Pak Rus terimà kasih sudah bantu saya urus darah ke PMI, ya," kataku kepada pegawai RS Al Fauzan.

Sejak siang sampai pukul sepuluh malam beliau di PMI Pusat.

Akhirnya jumpa langsung dengan dokter Prita. Sudah sering borong buku saya dan berdonasi sejak 2016, Aksi Bela Islam. Beliau relawan kemanusiaan BSMI. Kami berkomunikasi selama ini melalui Instagram.

Darah pertama mulai menetes satu demi satu. Suster Yanti piawai sekali menusuk jarum infusnya sekali jebreeed. Eh!

Kalau dicermati urat uratku masih bengkak dan menonjol. Bekas ditusuk tusuk termasuk berkali kali gagal selama di ICU. 

Saat saat menerima transfusi begini, kupenuhi dada dengan zikrullah. Menyetel ruqiyyah. Menikmati kesendirian. 

Suasana di ruangan rawat, malamnya aku dipindahkan ke kamar rawat bukan di HCU lagi. Terasa nyaman dan kekeluargaan. Dokter dan perawat sungguh baik dan ramah. Serasa di rumah sendiri.

Menu makannya serba hangat. Ya Allah, terima kasih.

Satu dan dua kantong darah pun memasuki tubuhku. Acapkali terasa lelah jua melototin selang transfusi. Kepingin kutenggak langsung sekalian kalau boleh. Ngedrakuli beneran. Hehe.

Agar tetap segar dan bahagia aku menulis. Posting ulang lakon di rumah sakit saat pertama transfusi. Saat lihat dua sahabat berpulang. Saat di kanan kiriku ada jenazah. Saat disangka mayat didorong ke Kamar Jenazah.

Kupikir dengan mengenang lakon lama maka rasa berdamai, bersyukur dalam dadaku tetap terpelihara. Jangan sampai setres!

Demikianlah pertahananku. Banyak yang heran dan menganggap sebagai keajaiban jika lihat aku masih lolos. Keluar masuk ICU bahkan masih menulis dengan satu dua jari, tangan terpasung di selang infus transfusi. 

Saudaraku sesama penyintas Thallasemia, yakinlah dengan KemahaKasihan Gusti Allah. Teruslah ikhtiar jangan pernah menyerah.

Hasil akhir biarlah kita kembalikan kepada Sang Pencipta jua.

Salam sehat dan tetaplah tawakal.

Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada para donor darah yang telah menyambung hidupku sampai Lansia. Hanya Allah Swt yang akan membalas budi baik Anda semua.

Jakarta, 6 Maret 2021

Note: PCR ke3 sudah negatif. Alhamdulillah. Maafkan belum bisa membalas satu satu.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama