Wawancara Online Dumas MagaIne dengan Pipiet Senja




Sebelas Tahun Silam Sebwlum Era Digital 

Juni 14, 2012

Boarding School di Kampar, Riau

Assalamualaikuum Bunda Pipiet Senja.

Kami dari Dumas Magazine sekaligus Harian Umum Duta Masyarakat ingin mewawancarai perkembangan buku (novel) Islami di Jakarta. Mengingat cukup sulit menemui Bunda lantaran kesibukan dengan seabrek jadwal di sana-sini, kami dari redaksi bernisiatif mewawancarai via email. Berharap, semoga Bunda berkenan menerima kami.

Adapun pertanyaannya, kami rincikan sebagai berikut:

1.   Bagaimana pandangan Bunda mengenai perkembangan buku Islami di Indonesia dewasa ini? Barangkali secara khusus di Jakarta bisa dipaparkan?

Jawaban Pipiet Senja: Perkembangan buku-buku Islami sejak era 90-an, tepatnya, diawali dengan Revolusi Iran, ada fluktuasi peningkatan, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Buku-buku kajian Islam pun semakin merebak, diterbitkan oleh berbagai penerbit daerah dan nasional. Baik terjemahan maupun karya para penulis Indonesia yang berbasis Islam, cendekiawan Muslim.

Khazanah kesusastraaan atau karya fiksi pun mengalami perkembangan yang sangat menakjubkan. Sehingga sempat mengalami booming atau  genre yang dikenal sebagai Sastra Islami.

Pada era reformasi, keberadaan Forum Lingkar Pena, komunitas kepenulisan yang didirikan oleh Helvy Tiana Rosa dan kawan-kawan, tidak bisa dipungkiri sebagai semacam api pelecut yang dahsyat; melahirkan para penulis berbasis pesantren, kampus, dengan nuansa Islami.

Bahkan Taufik Ismail mengatakan bahwa Forum Lingkar Pena merupakan anugerah Tuhan untuk bangsa Indonesia yang sedang sakit, diucapkan saat memberikan orasi budaya pada silaturahim nasional Forum Lingkar Pena.

Bukan saja di Jakarta, karya Islami kemudian merebak ke pelosok negeri. Karena para penulis FLp sangat suka silaturahim dengan mengusung tema; dakwah bil qalam, ke berbagai tempat di Tanah Air.

Bahkan kemudian merebak pula ke berbagai negara seperti di kalangan mahasiswa di Mesir, Jepang. Kalangan ibu-ibu di Belanda melalui taklim Salama, demam sastra Islami maju bersama FLp pun merebak.

Hong Kong pun dilanda demam sastra Islami, kaum Buruh Migran Indonesia alias TKW sangat antusias dan semangat untuk menyerap ilmu kepenulisan melalui; Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, Herry Nurdi dan disusul para sineas seperti Aditya Gumay dan Adelin Adnan.

2.   Sebagai novelis kawakan tanah air, bagaimana analisa Bunda seputar novel yang lebih banyak diminati di pasaran buku Jakarta, novel Islami atau novel konvensional (non-islami)?

Jawaban: Sesungguhnya tidak bisa dikatakan demikian juga. Jika melihat animo masyarakat pembaca/literasi dari event-event kepenulisan, seminar dan workshop yang telah saya lakukan keliling pelosok NKRI, boleh dikatakan berimbang saja.

Ada daerah-daerah tertentu yang hanya menyukai karya Islami, tetapi ada juga daerah-daerah lainnya yang lebih menyukai karya umum, tidak dimuati label sastra Islami.

Pengalaman saya, ketika menjadi pembicara di beberapa kampus di Ibukota, pesertanya memang banyak tetapi mereka nyaris melewatkan begitu saja buku yang dibazaarkan, ini terutama di kampus-kampus.

Lain halnya jika kita melakukan hal serupa di pondok-pondok pesantren, bukan hanya di Ibukota saja, anak-anak ponpes di manapun; sangat menyukai buku-buku Islami!

Jika dicermati, saya melihat buku/novel Islami memang agak kurang peminatnya di Ibukota daripada di daerah.

3.   Bunda sendiri lebih senang nulis novel Islami dengan tema apa? Sejauh ini sudah berapa novel Islami yang Bunda hasilkan?

Jawaban: sejak awal saya tidak pernah menulis karya yang bermuatan esek-esek atau seputar selangkangan, meskipun belum focus dengan sastra Islami. Jadi, begitu bergabung dengan Forum Lingkar Pena, 2000, saya lebih meningkatkan pesan moral di setiap novel yang saya ciptakan.

Ada 203 buku karya saya terdiri dari; 45 buku anak-anak, selebihnya novel remaja, dewasa, ABG dan serial memoar.

4.   Apakah ramainya novel-novel Islami, menurut Bunda akan menjadi titik tolak pemantapan tata cara beragama di Indonesia?

Jawaban: harapan para penulis Islami tentu saja demikian, kami berdakwah melalui karya. Dari email yang masuk atau testimoni pembaca karya saya, banyak sekali yang terpengaruh pemahaman keberagamaan mereka, dan itu sungguh mencengangkan sekaligus mengharukan.

5.   Apa saran atau tips Bunda untuk novelis/ penulis muda Islam, jika mereka hendak menjadi yang terbaik seperti Bunda?

Jawaban: Terima kasih, tentu saya bukan yang terbaik, masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan. Meskipun demikian, saya akan terus belajar dan berjuang untuk menulis karya yang baik.

Nah, jika Anda sudah menetapkan diri menjadi seorang penulis sebagai profesi, maka kuatkanlah hati, pikiran dan harus fokus. Ilmu agama kita pun harus selalu ditingkatkan, agar tidak seperti tong kosong, jauh panggang dari api, apa yang kita tuliskan tidak sesuai dengan keseharian kita sendiri.

Menjadi seorang penulis sejati tidak perlu harus cespleng, baru berkarya satu sudah petentengan dan kepinginnya instan. Semua membutuhkan proses, sebuah perjalanan yang memang “berdarah-darah”.

Inilah yang akan kita rasakan buahnya setelah bertahun, tidak sekarang, tidak seperti makan cabe rawit langsung; hot jeletot.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama