Biografi Masagung: Pemilik Gunung Agung



Pemilik Toko Gunung Agung

Grup Perjuangan

Banyak yang mengira perubahan nama dari Tjio Wie Tay menjadi Masagung disengaja agar mirip nama perusahaannya, PT Gunung Agung. Padahal, nama itu pemberian Herlina, si Pending Emas, yang bertemu dengannya di Irian Barat (kini Irian Jaya) pada masa Trikora. 

Sulit memanggil nama aslinya, yang diingat Herlina adalah bahwa pria itu pemilik Gunung Agung. "Ia memanggil saya Masagung, nama yang sudah lama saya cari-cari," Masagung mengungkapkan asal usul namanya.

Meskipun ayahnya seorang insinyur, Tjio Wie Tay hidup menderita. Hanya berbekal pendidikan sampai kelas V SD, ia berjualan rokok sepanjang jalan. Tay, bersama tiga orang kakak dan seorang adik, ditinggal mati ayahnya ketika ia baru berusia empat tahun.

Berdagang rokok pertama kali di Glodok, Jakarta, dengan modal 50 sen. Pindah ke emperan Senen dengan modal 75 sen. Di seberang emperan toko itu, ia mendirikan toko semipermanen, berukuran 3 .003 3 meter yang kemudian diberi nama Thaysan Kongsie. Ia memang berkongsi dengan Lie Thay San. "Kebetulan istri saya dengan istri Lie Thay San bersaudara," tuturnya. Usaha itu membesar.

PT Gunung Agung di Jalan Kwitang 13 Jakarta Pusat didirikannya tahun 1953. Modal dasarnya Rp 500 ribu dengan 100 pemegang saham, di antaranya; Bung Hatta, Adinegoro, Sumanang, H.B. Jassin. Juga beberapa mitranya semasa Thaysan Kongsie.

Usahanya mula-mula dikenal dalam bidang toko buku dan penerbitan. Kemudian menjangkau keperluan kantor dan sekolah. Kini juga mengageni pena Parker, rokok Dunhill, dan Rothmans, majalah Time, sampai komputer Honeywell. 

Dengan modal Rp 250 juta, ia mendirikan PT Jaya Bali Agung, perusahaan pariwisata. Ia juga Direktur PT Jaya Mandarin Agung, pengelola Hotel Mandarin, Jakarta, sebuah usaha patungan dengan Hong Kong.

Apa kunci suksesnya?

"Kerja keras, berani, bercita-cita, percaya diri, dan menjaga nama," jawabnya tegas. Ia enggan menyebutkan jumlah kekayaannya. Tetapi, jumlah pajak yang harus dibayarnya secara grup mencapai Rp 200 juta. Untuk bea cukai sebesar Rp 2 milyar. Belum termasuk pajak pendapatan dari 2.000 lebih karyawannya.

Menjelang usia 50 tahun, Masagung masuk Islam. Alasannya? Sebagai orang dagang, sejak kecil hanya memikirkan uang, kedudukan, dan kehidupan yang nyaman. Ia takut tenggelam dalam dunia yang berlimpah dan bisa membawanya ke dunia maksiat. Mengapa memilih Islam? "Itu soal Kun Faya Kun. Apa yang dikehendaki Allah, terjadilah," katanya tegas.

Istrinya, Cheng Hian, yang dinikahi 30 tahun lalu, mengubah namanya menjadi Ida Ayu Agung. Tetapi ketiga orang anaknya belum Muslim.



0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama