Umi Izzah: Al Quran Membuatku Tangguh


Aulia Najasyi
Al Quran Membuatku Tangguh
Diceritakan Oleh Umi Izzah


Remaja putri berwajah manis dan terkesan penurut ini bernama Aulia Najasyi. Datang ke Mahad Askar Kauny Cibinong berdua saja bersama ibu kandungnya.
“Ayahnya tidak ada,” ujar ibu Aulia saat ditanya nama ayahnya.
“Maksudnya sudah meninggal?” Umi Izzah belum paham.
“Bukan, dia pergi sejak Aulia masih dalam kandungan….”
“Oh, maaf!” Umi Izzah menatap Aulia yang sejak tadi hanya terdiam, sesekali melemparkan senyuman tipisnya.
“Saya banyak kegiatan,” jelas ibu Aulia. “Maklumlah, merangkap sebagai kepala keluarga. Daripada tinggal sendirian di rumah lebih baik dimasukkan pesantren.”
Sejak itulah Aulia tinggal di Mahad skar Kauny Cibinong.
“Aulia suka tnggal di sin?” tanya Umi Izzah setelah beberapa hari berselang.
“Iya, Umi. Banyak teman, aku suka suasana di sini,” sahutnya  sambil tersenyum sumringah.
Aulia termasuk anak yang ceria, mudah bergaul dan rajin membantu teman-teman dekatnya. Hari demi hari dilalui Aulia dengan riang gembira. Betapa tidak, selama itu, ia memang lebih banyak berdua dengan ibunya.
Seingatnya sejak kecil ibunya selalu membawanya ke mana-mana. Dari satu tempat ke tempat lain, dari satu rumah sewa ke rumah sewa lainnya. Dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya.
Ibunya memang seorang yang sibuk sekali. Maklum, ibunya harus mencari nafkah untuk mereka berdua. Macam-macam pekerjaan telah dilakukan oleh ibunya demi menghidupi kebutuhan sehari-hari. Mulai dari berjualan kue, makanan matang sampai jual buku-buku Islam ke pegajian-pengajian.
“Sekarang kamu sudah lulus Sekolah Dasar,” ujar ibunya suatu saat. “Mau melanjutkan sekolah ke mana, Nak?”
“Terserah Ibu sajalah,” sahut Aulia pasrah.
Ia tahu diri dengan kondisi ekonomi mereka. Ia tidak boleh manja seperti anak-anak lainnya. Sedapat mungkn ia harus membantu ibunya.
“Bagaimana kalau tinggal di pesantren?”
“Peantren, ya, artinya kita akan berjauhan?”
“Demi masa depanmu, Nak,” bujuk ibunya.
“Baiklah, Bu, kalau itu yang terbaik menurut Ibu, aku setuju.”
Sejak lulus SD itulah, akhirnya Aulia benar-benar tinggal di sebuah pesantren. Pesantren yang unik sekali, khusus untuk Menghafal Al Quran dengan metode Master. Menghafal Al Quran Semudah Tersenyum.
Aulia termasuk anak yang agak telat dalam menghafal. Namun, ia sangat rajin dan tekun sekali. Awalnya tidak ada yang berbeda pada Aulia, sama seperti remaja lainnya sehat, ceria. Badannya pun tumbuh dengan baik, tinggi dan berisi.
 Suatu hari Aulia mengeluh sakit.
“Di mana rasa sakitnya, Aulia?”
“Ini, Umi, aku kan lagi mens….”
Aulia sampai berguling-guling menahan rasa sakit di bagian rahimnya.
“Coba dibawa ke dokter kandungan, Bu,” saran Umi Izzah kepada ibunya.
Namun, ibunya hanya membawanya ke Puskesmas dan diperiksa dokter umum saja. Jika sudah diberi obat pereda sakit dan masa menstruasi berlalu, maka Aulia pun tampak sehat kembali. Demikian terus selama berbulan-bulan. Hingga suatu saat kondisinya menjadi parah.
“Apa yang terjadi, Nak?” selidik Umi Izzah, keheranan karena Aulia sering sekali minta pembalut.
“Mensnya terus-terusan, Umi,” lirihnya meringis kesakitan.
“Sudah berapa lama?”
“Sebulan lebih….”
“Ya Allah!” seru Umi Izzah terkejut sekali.
Umi Izzah segera menghubungi ibu Aulia. “Coba periksakan ke dokter spesialis kandungan, Bu,” saran Umi Izzah.
Kali ini ibunya tidak bisa mengelak lagi. Ia pun membawa Aluia ke dokter kandungan.
“Kita harus USG agar diketahui penyebab sakitnya,” kata dokter.
Hasilnya sunggh engkhawatirkan.
“Ini disebabkan ada miom di muut rahim Aulia,” jelas dokter, kemudian memberi resep obat.
Beberapa hari kemudian, rasa sakitnya tidak kunjung berhenti, maka Aulia kembali dibawa ke dokter.
“Ini miomnya semakin membesar. Harus segera dioperasi!”
Aulia tidak paham. Ia menyerahkan semuanya kepada dokter. Maka, operasipun segera dilakukan. Tim dokter sangat terkejut saat operasi berlangsung.
“Ini kanker ganas!”
“Ya, bukan hanya di rahim….”
“Sudah menjalar ke rahim dan usus.”
Ibu Aulia sangat syok mendengar penjelasan dokter.
“Ya Allah, anak sekecil ini sudah kena kanker rahim,” jeritnya dalam hati.
Langt bagaikan rubuh di atas kepalanya!
Saat itu juga ia harus memberi persetujuan tindakan. Ia hanya seorang diri mengurus anaknya. Entah dimanakah gerangan ayah Aulia. Sejak pergi meninggalkan mereka tak ada kabar lagi.
Beruntunglah ia masih memiliki sahabat, ibu-ibu pengajian dan keluarga esar Mahad Askar Kauny. Merekalah yang selalu menyemangati, membangkitkan harapannya di saat dirinya nyaris menyerah.
Operasi Aulia berjalan lancar. Dokter kemudian merujuknya ke rumah sakit Dharmais.
“Pengobatan lanjutan dengan kemoterapi,” kata dokter.
Umi Izzah didampingi Ustad Ahmad sering mengunjunginya.
“Aulia belum tahu kala dirinya kena anker. Ia hanya tahu miomnya sudah dioperasi,” ujar ibunya Aulia.
“Kankernya stadium berapa?”
“Dokter bilang sudah stadium tiga.”
Saat Aulia mengetahui dirinya terkena kanker reaksinya menangis hebat, kemudian marah dan tak mau menerima kenyataan.
Pak Andri, seorang wali santri yang sangat perhatian dan menyayangi Aulia seperti anaknya sendiri. Ia meminta bantuan seorang psikolog untuk mendampingi Aulia.
Aulia mulai tenang, tetapi tampaknya masih tak mau berdamai dengan kondisinya.
“Nak, bboleh teman-teman santri menengokmu?” tanya Pak Andri.
“Boleh bangeeeet!” sambut Aulia senang.
Esoknya Pak Andri membawa rombongan santri Mahad Askar Kauny Cibinong. Mereka secara bergantian menengok Aulia ke ruang perawatannya.
“Kita murojaah, yuuuk!” ajak Aulia tiba-tiba.
“Ayuuuk!” sambut teman-teman santri.
Sungguh, Aulia merindukan suasana kebersamaan di Mahad. Menghafal Al Quran bersama, sholat berjamaah. Makan bareng, tertawa dan canda riang, ah, sungguh masa-masa yang sangat menyenangkan!
Meskipun sambil menahan rasa sakit Aulia berusaha keras membersamai teman-temannya murojaah. Surat Ar Rahman favoritnya dan ingin sekali dihafalnya,. Jangan sampai kehilangan hafalan gara-gara menanggung rasa sakit.
Saat tak tahan lagi dengan rasa sakitnya yang luar biasa, Aulia memejamkan matanya. Ia berusaha keras tetap memasang pendengarannya, menyimak terus suara teman-teman melanjutkan hafalan Al Quran.
Air bening merembes dari sudut-sudut matanya. Menit demi menit berlalu, ayat-ayat suci itu terus terdengar dari mulut teman-temannya. Ada satu aliran ajaib yang memasuki kisi-kisi hati, menerobos ke bilik jantung, menghangatkan dada dan sekujur badannya.
Inilah kekuatan Al Quran!
Ya, ada kekuatan dahsyat yang telah merasuki dirinya, jiwa dan raganya setiap kali mendengar ayat-ayat suci dikumandangkan. Apalagi jika ia megumandangkannya sendiri.
Sejak itulah Aulia kembali memegang kitab sucinya yang mungil dan sempat jauh dari jangkauannya. Ia ingin selalu dekat dengan Al Quran, membacanya, menghafalnya.
Dua tahun berlalu kondisi Aulia mulai stabil. Setidaknya ia masih bisa bertahan. Kemoterapi terus berlangsung, entah sudah memasuki seri ke berapa. Aulia tak ingin menghitungnya.
Konon kankenya sudah menjalar ke hati bahkan otaknya. Aulia tak ingin memikirkan penyakitnya. Ia ingin berdamai dengan kondisinya. Kasihan keada ibunya yang begitu gigih mencarikannya obat, mengharapkan senantiasa kesembuhannya.
“Mohon doakan, ya teman-teman,” tulis Aulia di buku hariannya. “Aku masih ingin menghafal Al Quran. Aku ingin tetap bersyukur dan menikmati apapun kondisiku. Aku tahu kini Al Quran telah membuatku menjadi tangguh.”
Siang itu di sebuah rumah singgah untuk pasien kanker tak jauh dari rumah sakit Dharmais. Tampaklah seorang remaja putri bersandar di atas tumpukan bantal dengan Al Quran di tangannya. Seorang perempuan 45-an menemaninya di sampingnya.
Ya, itulah Aulia yang terus berjuang melawan kanker. Ia baru pulang dikemoterapi. Sudah menjadi kebiasaannya, jika merasakan kesakitan yang luar biasa, ia akan mencari kitab sucinya. Kemudian khusuk membacanya, menghafalnya dan merasakan kekuatan-Nya.
Aulia ingin menghafal Al Quran. Hingga detak jantungnya berhenti.  (Diceritakan oleh Umi Izzah, Mahad Askar Kauny Cibinong)

Catatan: Aulia Najasyi telah menghadap Sang Penciptanya pada  20 September 2017 di rumah sakit Dharmais.
Selamat jalan Aulia Najasyi, semoga engkau dtematkan di Jannah-Nya.
@@@


1 Komentar

  1. Ka Aulia emang dari dulu udah baik banget sama sesama, saat denger dia meninggal rasanya gk percaya 2 tahun dia nemenin ghaziyah dan saat ghaziyah mau jenguk selalu gk boleh, alasan nya karma ka Aulia mau sama ka salma mulu.. Dan saat mendengar ka Aulia meninggal aku sedih banget. .Tapi aku yakin orang kayak ka Aulia gk mungkin allah biarkan bersedih. .Allah pasti akan memberikan tempat terbaik nya untuk seorang seperti ka Aulia. .
    Salam Cinta :Ghaziyah..

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama