Spirit 212



212
Pipiet Senja


Ceritanya kami di bagian belakang mimbar, serius sudah sangat geram dengan si reporter Metrotipu. Dia dengan bangga mewartakan peserta hanya sekitar 5000, preeeet sangat!
Si tukang tipu masih cengengesan, tapi saat massa mulai protes keras dengan teriakan lantan; “Tipuuu, tipuuu, Metrotipuuuu! Usiiiiir!”
Si tukang tipu buru-buru meralat, “….sekitar 50 ribu peserta aksi….”
Rekanku, Naila Alba teriak lantang sambil bawa TOA yang diambilnya entah punya siapa. “Helooooow! Ini sudah jutaaan!”
Si tukang tipu eteteran saat massa merangsek, kemudian mengusirnya agar keluar dari dalam barikade ploisi. Ia masih berusaha eksis di depan kamera yang diarahkan oleh rekannya.
Namun massa semakin meransek, sehingga si tukang tipu tampak dikerubuti. Ada peserta yang mengacung-acungkan jari ke bawah di belakang kepalanya. Ada juga ibu-ibu yang teriak-teriak terus, “Metritipuuuuu, penipuuuu!”
Ketika ada yang sudah gemas sekali hendak menyemburkan air aqua, kami dari barisan WNKRI serentak mencegahnya.
“Jangan, jangan melakukan kekerasan!”
“Iya, nanti mereka semakin memelintir berita!”
Suasananya mendadak sangat heboh!
Ujungnya si tukang tipu mengalah, begerak ke belakang, agaknya mau minta perlindungan dari barikade polisi. Massa mengaraknya keluar barikade, mengiringinya dengan takbir dan sholawatan.
Menegangkan sekaligus mengharukan, gumamku membatin.
Beberapa saat lamanya massa kembali tenang, berusaha ikut menyimak apapun yang disuarakan oleh komando dari atas panggung. Namun, kami yang mendapat tempat di belakang, tepat berhadapan dengan barikade polisi, melihat si tukang tipu kembali beraksi. Ceritanya siaran langsung dengan pelintiran beritanya, seperti kebiasaannya.
Dia tidak tahu, atau memang tahu tetapi tak peduli, kalau sebagian dari kami masih punya sinyal. Meskipun sejak aksi Bela Islam 1, 2, sinyal raib entah ke mana. Melalui ponsel canggih sebagian dari kami bisa memantau siaran Nasional termasuk Metrotipu.
“Helooow, lihaaat ini! Dia bilang mendapat kekerasan dari peserta aksi 212, ditendang, dipukuli ramai-ramai dan diguyur air…”
“Astaghfirullah….”
“Sungguh tukang fitnah!”
Tiba-tiba ada yang berteiak lantang dari belakang barisan kami.
“Ada yang berani lawan si tukang tipu dari sini?”
Entah kekuatan apa yang membuatku serentak bangkit dari atas sajadah, menyambut tantangannya. “Siapa takuuuut?” sambutku seraya merangsek ke depan barikade kawat-kawat berduri.
Ada marka-marka beton, jadi saya nekad menaikinya dan berdiri, emudian tanpa pikir panjang lagi saya mulai teriak lantang: “Weeeei, Metrotipuuuuu!”
“Kalian tidak berhak berada di sini, tahuuu!”
“Metrotipu, tukang bohoooong!”
“Metrotipu, tukang pelintir berita!”
“Metrotipu, tukang fitnaaaah!”
Berhenti sebentar, jantung terasa senut-senut euy,
Tapi masih kuat, alhasil; lanjuuut!
“Boikot Metrotipuuuuu!”
“Ganyang Metrotipuuu!”
“Kalian tidak berhak berada di sini, tahuuu!”
Sekilas saya tengok si tukang tipu dan rekannya tak urung tertarik juga melihat kelakuan si Manini ini. Entah, apakah mereka mengambil adegan yang dibilang seorang muridku dari Taiwan sebagai; aksi paling nekad dan sangat berani sekaligus, tak masuk di otak gw!
Hihi, sabodo teuing, ah!
Saya menghela napas dalam-dalam, sekilas tampak anak-anak muda dari barisan Mualaf Center Indonesia bertakbir, menyemagati si Manini. Allahu Akbar!
Satu teriakan lagi, oke, Beib!
“Metrotipuuuuu, helooooow! Kalian tidak berhak berada di sini, tahuuuuu!”
Kali ini napas saya habis rasanya, dada sesak. Bergegas saya turun dari marka, dibantu seorang anak muda, memegangi tanganku kuat-kuat.
“Kereeeen, Bunda, kereeeen!” decaknya menatap wajahku yang pastinya sudah memucat seperti mayat.
Saya mengangguk, masih sempat berkata; “Allahu Akbaaaar! Merdekaaa!”
Setelah itu saya  kembali ke barisan rombongan, duduk di atas sajadah, tanganku cekatan mengambil tabung oksigen mini dari tas gendong. Lantas memanfaatkannya sehingga dada serasa lapang.
Tidak mengira, ternyata ada yang sempat merekam kelakuan si Manini. Kemudin menyebarkannya di medsos, bahkan menjadi viral, dan menangguk like sekitar duapuluh ribuan, ampuuuunlah!
Jakarta, Monas, 2 Desember 2016

@@@

1 Komentar

  1. Semoga Allah membalas dg adil kelakuan orang2 yg suka memelintir berita sesuka hati seperti oknum di atas.

    BalasHapus

Posting Komentar

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama