Taifung Literasi
Dari Shelter, Victoria, St Mary’s Hingga Tin Hau Art
Ada anak BMI Hongkong bertanya kepada saya sbb;
Sejak kapan kiprah Bunda dimulai dan apa yang menjadi alasan sehingga tertarik dengan dunia kepenulisan di komunitas BMI?
Jawab: Kalau yang dimaksud kiprahku sebagai penulis, ya, sejak remaja, era 75-an. Mulai 2000, sejak bergabung dengan Forum Lingkar Pena, saya sudah terhubung juga dengan anak-anak BMI yang suka menulis, mereka kemudian membentuk cabang FLP HK.
Beberapa penulis dari kalangan BMI seperti; Wanna, Mahardika, Nadia Cahyani, Ilma Maqhia semakin sering terhubung dengan saya via chatting Yahoo Messenger. Sebagian antara lain; karena kebanyakan novel karya saya mengangkat tema-tema perempuan, saya jadi peduli dan merasa ikut
“senasib” dengan BMI, terkait urusan ketakadilan dan kezaliman.
Bagi saya, mengunjungi shelter-shelter dan mendengar curhatan BMI yang sedang bermasalah merupakan momen luar biasa. Kisah-kisah mengenaskan, miris, ketakadilan, kezaliman dan perbudakan modern bahkan pelecehan seksual yang meluncur dari mulut mereka secara langsung, sungguh saat-saat yang takkan pernah terlupakan, dan patut kita bantu untuk menyuarakannya ke dunia.
Bagaimana pandangan Bunda dengan dunia kepenulisan di lingkungan BMI yang rata-rata ‘hanya’ menjadi penulis ototidak?
Jawab: Sesungguhnya sama saja pandanganku terhadap karya penulis lainnya. Toh saya sendiri berangkat dari otodidak, ijazah SMA pun saya tak punya.
Namun, para penulis BMI (di mana pun berada!) bagi saya pribadi selalu mengalirkan suatu aura tersendiri, semacam semangat perjuangan yang tiada mengenal istilah; menyerah. Karya-karya BMI sering membuat saya tercengang, dan tertunduk malu, serta mengucap salut untuk mereka. Maka, ada benarnya jika kita sebut karya BMI adalah sastra perlawanan!
Motivasi apa yang membuat Bunda ‘menengok’ BMI sebagai sasaran penyebaran virus menulis?
Jawab: Motivasinya sama juga dengan jika saya menyebar virus menulis di Tanah Air. Saya ingin menghimbau generasi muda untuk menjadi para perekam jejak sejarahnya,
Ada kelebihannya, jika di Tanah Air saya ke mana-mana menyebar virus menulis lebih sering dengan sponsor penerbit atau organisasi dan kalangan kampus. Sementara setiap kali menengok BMI: Hongkong, Malaysia dan Singapura, sponsornya adalah LSM yang peduli terhadap nasib BMI demi meningkatkan potensi mereka.
BMI Hongkong terkesan menganggap saya adalah ibu mereka, demikian pula sebaliknya. Saya menganggap anak-anak BMI HK tak ubahnya sebagai anak sendiri. Betapa saya ingin setiap keberadaan di tengah BMI HK, maka beberapa masa ke depan akan berlahiran karya-karya hebat mereka.
Kendala apa saja yang selama ini mengganjal dalam menebar virus menulis di komunitas BMI?
Jawab: Transportasi dan dana yang tinggi Jakarta-HK termasuk kendala yang membuat saya tak bisa sering-sering berhadapan langsung dengan BMI. Padahal, betapa saya ingin sesering mungkin mengajak yang belum terkena virus menulis. Membawa serta teman-teman penulis hebat dari Tanah Air yang lebih berkompeten daripada saya, dan dengan ilmu kepenulisan atau jurnalis, penulisan skenario film seperti; Gola Gong, Fahri Asiza, Irwan Kelana dan lainnya.
Mengingat kesibukan Bunda yang begitu padat, bagaimana mengatur waktu antara keluarga, menulis dan masih juga peduli dengan para BMI?
Jawab: Bisa diatur, insya Allah. Selama di Hongkong malah tiap saat saya bisa menulis, karena begitu banyak hal yang memang patut dituangkan ke dalam tulisan’ reportase, opini, cerpen atau novel.
Adakah kejadian yang sangat mengesankan dan tidak terlupa ketika bersama BMI dalam momen kepenulisan?
Jawab: Setahun yang lalu, Juni-Juli 2010, selama sebulan di Hongkong, hampir tiap malam mengunjungi shelter, banyak sekali kisah inspirasi yang patut disuarakan, sehingga lahirlah dua buku yakni; Kepada YTH Presiden RI (karya sendiri) dan Surat Berdarah Untuk Presiden karya BMI HK.
Kedua buku ini langsung diserap pasar dengan baik, dan saya promosi keliling Tanah Air. Salah satu penulisnya yakni Jaladara berkat cerpennya Surat Berdarah Untuk Presiden diundang pada even internasional di Ubud, Bali. Ini luar biasa!
Hal-hal apa saja yang perlu dibenahi oleh teman-teman BMI ketika menulis agar kualitas kepenulisannnya semakin oke?
Jawab: BMI HK agak kedodoran urusan EYD, tapi syukurlah mereka memiliki kemauan tinggi untuk terus belajar. Buku, jika menerbitkan sendiri memang tidak akan mendapatkan banyak keuntungan secara materi. Ada yang tak sabaran, maunya jadi buku, buku, buku. Padahal, jika kita menyebarkannya lebih dahulu ke media-media nasional melalui email atau online, karya kita akan lebih cepat dikenal dan nama kita pun “matang” dengan sendirinya, melalui proses alami.
Apa harapan Bunda terhadap dunia kepenulisan di komunitas BMI, khususnya di Hongkong ini?
Jawab: Semoga akan terus berlahiran karya-karya hebat dari kalangan BMI Hongkong. Jika sudah pulang ke kampung halaman, teruslah menulis, menulis dan menulis. Jika kalian sendiri yang menuliskannya, merekam jejak sejarahnya masing-masing, niscaya akan lebih terasa “hidup” sebab kalian melakoninya, sehingga ruhnya memang ada.
Apa rencana Bunda ke depan untuk menggugah semangat bagi dunia kepenulisan di komunitas teman-teman BMI?
Jawab: Rencana pribadi akan terus memantau karya BMI HK, insya Allah saya bantu proses penerbitannya atau istilahnya membidani karya mereka, menyambungkannya ke penerbit-penerbit di Tanah Air. Ingin merintis semacam Akademi, di dalamnya ada pelatihan penulisan dan jurnalistik secara periodik. Semoga pihak KJRI mau peduli untuk memfasilitasi hal ini. Masa kita harus menumpang ke institusi milik pemerintah lain, seperti St. Mary’s yang telah banyak melahirkan para sarjana dari kalangan BMI?
Banyak BMI yang sudah menerbitkan buku, baik secara keroyokan ataupun perseorangan. Apa tanggapan Bunda mengenai hal ini? Apakah tolak ukur kesuksesan dan kualitas kepenulisan itu dinilai dengan menerbitkan sebuah buku?
Jawab: Bagus sekali geliat sastra di kalangan BMI Hongkong, saya melihat lebih cepat perkembangannya jika dibandingkan BMI/TKI di negara lainnya.
Bukan tolak ukur jika hanya menerbitkan buku (apalagi modal sendiri, jual sendiri) dan hanya satu atau beberapa, kemudian lenyap. Untuk menjadi seorang penulis sejati menulislah terus karya-karya yang bagus, disebarkan ke khalayak luas, nasional maupun internasional.
Bagaimana penilaian Bunda tentang dunia kepenulisan setelah berkecimpung dekat dengan BMI, mengingat Bunda adalah seorang sastrawan yang sudah banyak makan garam dalam dunia kepenulisan Tanah Air?
Jawab: Seperti bidang seni lainnya, dunia kepenulisan akan terus bergerak dan bergerak, meskipun dihambat oleh berbagai kendala. Sebuah dunia atau profesi yang sangat menantang, sekaligus bisa diharapkan sebagai sumber nafkah dengan catatan; kita konsisten, disiplin kuat jika telah memilih profesi sebagai penulis. (Causeway Bay-Hongkong)
@@@
Posting Komentar