Tembagapura, 21 November 2012
Setelah
usai acara pelatihan menulis selama dua hari berturut-turut, kami, saya, Elly
Lubis dan Evatya Luna akhirnya diajak turing
ke puncak penambangan. Mereka biasa menyebutnya Gresberg Mine, tempat
penambangan yang berada di ketinggian 4325 meter dari permukaan laut.
“Teteh,
kalau sudah ke Papua dan tidak melihat objek wisata terindah di kawasan
Indonesia itu, maka sama saja bagaikan makan tanpa garam alias tidak lengkap.”
Demikian kata seorang sahabatku, mantan karyawan Freeport, kini hijrah ke
negeri jiran. Kami terhubung di jejaring sosial berjuluk FB.
Sebelumnya
ada kesempatan juga mengunjungi Mil 74, ketinggian 4200 meter, suatu tempat penggilingan
batuan hasil penambangan, proses konsetrat.
Pulang
dari Mil 74 itu, saya sempat sakit kuping, karena lupa tidak menutup
pendengaran dan cuacanya sedang hujan lumayan deras. Bahkan Elly Lubis dan
Evatya Luna yang memiliki kecenderungan sinus, sama-sama tepar setelahnya.
“Kita
harus lebih siap lagi menghadapi medan di puncak Gresberg sana,” ucapku kepada
keduanya. “Apa ada semacam panduannya, Ustad?” tanyaku pula kepada Ustad Dodik,
Ketua DKM Masjid Darussa’adah, Tembagapura.
“Tentu
saja ada. Silakan dicermati panduan ini,” dengan sigap lelaki yang sering
dipanggil Pakde oleh rekan-rekannya itu, menyodorkan laptop dan memutar semacam
CP dari Freeport Indonesia.
Pada
1936, Jean Jacques Dozy, seorang geologi, anggota sebuah ekspedisi skala Gunung
Carstensz, gunung tertinggi di Hindia Belanda. Ia membuat catatan tentang batu
hitam aneh dengan warna kehijauan, menghabiskan beberapa minggu untuk
memperkirakan sejauh mana emas dan deposito tembaga.
Pada
1939, ia mengajukan laporan tentang Ertsberg (bahasa Belanda untuk "gunung
ore"). Dia bekerja untuk Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij
(NNGPM), sebuah perusahaan eksplorasi dibentuk oleh Shell pada tahun 1935,
dengan Oil Vacuum 40% Standard (Mobil) bunga dan 20% Far Pacific investasi
(Chevron anak perusahaan).
Tambang
Gresberg (rumput gunung, Belanda) jika dilihat dari ruang angkasa. Puncak Jaya
adalah titik tinggi dari punggungan tertutup salju di sebelah timur tambang.
Puncaknya pada 4.884 meter (16.024 kaki) di atas permukaan laut. Tepi lubang
terbuka sekitar 4.270 meter (14.010 kaki).
Cara
kerja termasuk tambang yang sangat besar terbuka, tambang bawah tanah dan empat
konsentrator. Tambang terbuka yang membentuk kawah mil-lebar pada permukaan - volume
tinggi, rendah biaya operasi, memproduksi lebih dari 67 juta ton bijih dan
menyediakan lebih dari 75% dari pakan pabrik, 2006.
Bijih
utama mengalami penghancurkan di tambang, sebelum disampaikan olah bijih ke
kompleks pabrik untuk lebih menghancurkan, menggiling dan flotasi. Penggilingan
Gresberg dan berkonsentrasi terbesar di dunia, dengan empat penghancur dan dua
raksasa semi-autogenous grinding (SAG) unit pengolahan rata-rata harian sebesar
240.000 metrik ton bijih, 2006.
Sebuah
reagen flotasi digunakan untuk memisahkan konsentrat tembaga-emas dari bijih.
Bubur yang mengandung konsentrat tembaga-emas disampaikan oleh tiga jaringan
pipa ke pelabuhan Amamapare, lebih dari 70 mil jauhnya, di mana ia dikeringkan.
Setelah disaring dan dikeringkan, konsentrat, mengandung tembaga, emas dan
perak, kemudian dikirim ke smelter di seluruh dunia; Gresik, Spanyol dan
Jepang.
Fasilitas
di pelabuhan Portside di Timika termasuk stasiun listrik tenaga batubara yang
memasok operasi Gresberg.
“Besok
pagi akan kami kabari, kalau sudah dapat surat izin masuk ke sana, kita bisa
jalan,” janji Ustad Dodik, ketika melepas kami pulang ke Guest House di Hidden
Valey.
Ternyata
tidak bisa slonongboy begitu saja
untuk memasuki kawasan Gresberg Mine. Paling bisa berangkat siang harinya.
“Kalau
begitu, sementara menunggu surat izinnya, kita bisa ke Banti dulu, iyakah?”
tanyaku kepada pemandu kami malam itu, Syafii asli wong Jowo.
Terus
terang, saya sangat ngebet ingin melihat langsung, bagaimana kondisi suku asli
Banti. Kami pun menghubungi yang mbahureksa,
yakni: Camat Tembagapura, Slamet Sutejo.
“Oke,
Teteh, besok saya antar ke rumahnya Pak Camat dulu. Beliau yang akan menemani
kalian ke Banti. Setelah selesai di sana, baru saya akan antar ke Gresberg,”
janji Syafii, lelaki serba bisa; refleksi, masak, pemandu yang baik dan entah
apalagi.
Kisah
turing yang bagaikan; Selamat Datang di Rimba Papua, nanti dilanjutkan ya, Saudara.
Sekarang mata saya sangat berat, ingin rehat dululah. (Pipiet Senja, Kuala
Kencana)
subhanallah..bagusnya tempat itu
BalasHapusPosting Komentar