Ketemu Garin Nugroho di Bandara, mau ke Jepang, kata Jajang C Noer
Taipei, Jumat,
19 Oktober 2012
Bergabung
bersama program Bilik Sastra, wadah apresiasi sastra dan budaya untuk WNI yang
berdomisili di mancanegara, akhirnya membawaku ke negeri Formosa. Ya, kutahu
semuanya karena aktivitas dan kecintaanku terhadap buku; literasi membaca dan
menulis.
“Kita
akan mengadakan kunjungan ke Taiwan, Teteh. Ini sebagai lanjutan dari kerjasama
antara RRI dengan Radio Taiwan Internasional,” Pak Kabul Budiono, Kepala Siaran
Luar Negeri RRI, pada satu pertemuan untuk membincang karya-karya yang masuk ke
Bilik Sastra dalam dua tahun terakhir.
Hmm,
kita itu artinya secara tidak langsung mengajakku, barangkali, pikirku. Tapi
aku tidak menanggapinya secara serius, karena masih sibuk dengan urusan lain;
menyebar virus menulis keliling Jatim, kemudian Riau dan Dumai.
Hingga
satu hari, saat berada di Pekanbaru, anak-anak BMI Taiwan mulai banyak yang
inbox. Intinya, mereka menanyakan kapan aku bisa singgah ke Taiwan? Masa Hong
Kong melulu, desak seorang penulis berbakat dari kalngan BMI Taiwan.
Akhirnya
aku kirim pesan singkat kepada Kabul Budiono, intinya; apakah jadi ke Taiwan
dan maukah ajak daku? Kabul Budiono langsung menelepon, meminta pasporku, KTP,
KK dan fotokopi rekening tabungan terakhir.
Launching buku Bilik Sastra: Siluet Pahlawan
Saat
itulah aku baru menyadari bahwa antara Taiwan dengan RI tidak ada hubungan
diplomatik. Hmm, mulai kutanya teman-teman yang sering kelayapan ke
mancanegara. Apakah tidak akan menjadi masalah, jika pasporku ada visa Taiwan
dan kelak akan kembali singgah ke daratan China.
“Hmm,
pertanyaan khas dari seorang awam!” komentar temanku, menertawakan kekhawatiran
yang sama sekali tak beralasan.
Ringkas
cerita, terbanglah aku, Pipiet Senja, bersama rombongan RRI yang terdiri dari;
Zulhaqqi Hafiz, Anhar Ahmad, Kabul Budiono, Risal Rachim dan Rita Asmara.
Pulang
dari kantorku di Rawamangun, Jumat itu, aku langsung menuju RRI. Kabul Budiono
bersama Risal Rachim sudah siap berkemas. Rombongan bertemu di Bandara
Cengkareng malam itu, tanpa aral melintang, pesawat Garuda pun membawa kami ke
Taipei.
Eeeeh, ini nyempil waktu jalan malam ke Shilin Matket, Taipei
Enaknya,
aku mendapat tempat dengan dua bangku kosong, jadi boleh baringan leluasa
meskipun tidak bisa tidur nyenyak juga. Sempat beberapa kali mengalami
guncangan lumayan kuat; turbulensi!
Pengalaman
pertama, sepertinya mengalami guncangan demikian. Sebelumnya aku telah pergi
umroh dan haji, Mesir, Malaysia, Singapura, Dubai, Hong Kong, China dan Macau;
tak ada guncangan apapun.
Tiba
di Bandara Taipei pagi Sabtu, 20 Oktober 2012. Tak ada kendala di Imigrasi,
suasananya pun sangat damai, tertib dan sama sekali tak terasa kehebohan.
Sungguh, ini suasana menyenangkan, tidak seperti di Imigrasi negara-negara yang
pernah kukunjungi acapkali terjadi kehebohan yang melelahkan lahir-batin.
Woooow, Taiwan,
sepertinya mulai jatuh cinta nih!
Tri Cahyo Wibowo kontakku di twitter dan FB, Presiden FORMMIT, sudah mengembangkan senyuman manisnya ke arah kami. Kusambangi dia dan kusalami hangat, kubilang kepadanya:”Kusangka dirimu itu sudah bapak-bapak, eeeh, masih imut-imut, ya?”
Tri Cahyo Wibowo kontakku di twitter dan FB, Presiden FORMMIT, sudah mengembangkan senyuman manisnya ke arah kami. Kusambangi dia dan kusalami hangat, kubilang kepadanya:”Kusangka dirimu itu sudah bapak-bapak, eeeh, masih imut-imut, ya?”
Anak
muda itu tertawa:”Sedang kuliah S2, Bunda, saya alumni Fakultas Teknik Mesin
Universitas Indonesia.”
“Oh,
muridnya besanku agaknya, ya. Kenal kan dosen Engkos Kosasih dari Kukusan?”
“Ya,
kenal atuh! Beliau itu pakarnya matematika di TGP. Nah, saya ini seangkatan
dengan anaknya yang bernama Imam,” sahutnya riang, kutangkap sukacita di bening
matanya yang cerdas.
Dia mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan S2 di NTUT,
kalau tak salah singkatan: Nasional Taiwan University Teknologi.
Rombongan
kemudian diinapkan di Grand Victoria Hotel di 168, Jingye 4 th RD, Taipei.
Ketika berdiri di balik jendela, memnghadap lanskap di hadapanku, lama sekali
aku tercenung.
Menyarahkan secara simbolik buku Siluet Pahlawan kepada Ketua FLp Taiwan, Siti Allie
Pemandangan yang indah sekali, tirai siang mulai bergeser dengan nuansa senja. Tanpa sadar ada butiran bening merembes di pipi-pipiku.
Ya,
aku sungguh terharu nian. Terkenang ibu dan bapak yang telah tiada, terutama
bapak yang setiap saat membelikanku buku. Terngiang kata-katanya;”Membaca buku
itu seperti membaca zaman. Kalau kamu banyak membaca, maka jendela dunia akan
terkembang leluasa di hadapanmu.”
Bapakku
ternyata benar. Kecintaanku membaca mengantarkanku menjadi seorang penulis. Dan
aku pun berkelana dengan buku. Kali ini, cintaku terpaut di Negeri Formosa.
(Pipiet Senja,Taipei, Minggu 21 Oktober 2012)
Posting Komentar