Ini mah pengajian asli, ya; Tshim Sha Tsui
Hong
Kong, 24 Mei 2012
Seorang
personal nasyid Nasional pernah curhatan kepadaku sbb: “Kalau ke Hong Kong itu,
ya, Teteh, aku suka kebat-kebit dengan anak-anak aktivis organisasi BMI.”
BMI:
bukan bursa musik Indonesia, ya, tapi; Buruh Migran Indonesia.
“Maksudmu,
bagaimana?” tanyaku, kurang paham.
“Terakhir
ke sana aku dikejar-kejar anak BMI, mending kalau cuma satu, ini mah lima!”
“Laris-manis
dong, patut disyukuri tuh!” ledekku, mulai paham arah pikirannya.
Berceritalah
dia (masih lajang) bagaimana risih dan merasa terganggu dirinya, begitu tiba di
Hong Kong langsung dikawal ketat oleh lima orang perempuan. Segalanya
ditawarkan, mulai dari belanja baju, jalan-jalan keliling Hong Kong, barang
elektronik sampai; memijitinya!
“Ah,
Tad, yang beneeer?” seruku, kaget setengah mati.
“Iya,
demi Allah, ini bukan sekadar cerita. Nyata gitu loh!” sahutnya serius sampai
mati, oooppps!
“Boleh
tahu, siapa sih orangnya?” buruku, tak urung penasaran.
“Gak
mau sebut nama, ah, pamali,” elaknya sungkan. “Tapi yang jelas, dia aktivis
organisasi, terkenal di kalangan pengajian.”
Aku
tak ingin melanjutkan mendengar curhatannya, hingga datang kembali ke Hong
Kong, dan menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Begitu banyak organisasi dan
bertebaran di pelosok negeri beton. Betapa banyak organisasi berlomba-lomba
mengundang artis dan konser, ini sudah biasa sejak bertahun silam.
Tahun-tahun
terakhir ada fenomena pengajian akbar, shalawatan dan muhasabahan. Ini masih
dalam tataran positif dan bagus-bagus saja. Bahkan banyak yang memberikan
kontribusi, seperti pengumpulan dana dalam jumlah sangat besar. Kemudian
hasilnya disumbangkan untuk kampung halaman berupa; pembangunan gedung sekolah,
pesanten dan sejenisnya.
Namun,
ternyata ada fenomena lain yang muncul belakangan ini. Yakni dengan merebaknya
bisnis hiburan ala konser yang berkedok; pengajian, shalawat dan muhasabahan.
Seorang
sahabat BMI bercerita:”Ada seorang temanku sering woro-woro, menyatakan dirinya
mampu mendatangkan ustad manapun. Tapi dengan satu syarat; ustad itu harus
menikahi dirinya, ehm, menikahinya secara siri dan, eng-ing-eng!”
“Astaghfirullahal
adzim,” sekali ini aku hanya menunduk, serasa ada yang berguguran jauh di
relung hatiku.
“Dasar
memang, sudah lapar ustad tuh anak!” gerutunya dalam nada gemas.
“Dia itu yang
suka mendatangkan berbagai macam sosok berjuluk ustad. Mulai dari ustad sejati
sampai yang abal-abal!”
"Agaknya jabatan atau posisi ketua suatu organisasi di kalangan BMI Hong Kong sangat diminati, ya Dek?"
“Iyalah,
Teteh, tak jarang jabatan ketua organisasi bikin mereka berseteru hebat.
Anggotanya yang bingung, garap-gara ketua lama dan ketua baru saling
berseteru,” kisah seorang mantan ketua organisasi.
Bersamaan
dengan keberadaanku di negeri beton ini, datanglah rombongan berjuluk ustad
dengan segala hiruk-pikuknya. Anak muda itu, sosok yang mengaku ustad tersebut,
diantar orang yang mengaku sebagai ayahnya.
“Dia
gelar pengajian yang aneh, Teteh,” lapor seorang sahabat BMI. “Naik ke panggung
dengan blangkon, baju khas Jawa, bawa keris, kembang kantil, bau kemenyan.
Pokoknya semuanya beraroma pesugihan, sesajen. Sama sekali bukan pengajian!”
Lepas
acaranya, tahu-tahu dia ke mana-mana menggandeng seorang BMI yang diakuinya
sebagai istrinya. Entah kapan dinikahinya. Bersamaan dengan itu terbetik kabar,
banyak BMI yang merasa tertipu, menyerahkan sejumlah uang begitu saja karena
terkena pengaruh hipnotisnya. (Causeway Bay, HK)
@@@
Catatan ini kutulis untuk mengingatkan anak-anakku tersayang di negerinya si Jackie Chan. Mengingatkan agar waspada dan tidak terperdaya oleh pangkat atau julukan yang disebut Ustadz, karena belum tentu dia sejatinya pencerah, sebaliknya malahan menipu.
iNNalillahi wa inna ilaihi ra'jiun...macam apa ustad yang suka daun muda, ya, Bunda?
BalasHapusMakasii atas informasinya yang bermanfaat, Bund...^^
#keep writing, ya...I'm waiting your story again..
ya anandaku sayang
BalasHapusterimakasih dirimu sering menyapa
salam manis dan bahagia ya; mhuuuuaaaaa!
Posting Komentar