Prolog Dalam Semesta Cinta




 Prolog Dalam Semesta Cinta
Tatkala saya merasa berhasil melewati masa-masa kritis penyakit, terbersit keinginan untuk membuat memoar. Saya pun  mewujudkannya melalui Sepotong Hati di Sudut Kamar.  Namun,  itu hanyalah catatan harian seorang ABG alias anak baru gede. Ditambah beberapa artikel yang pernah dimuat di koran.  Bersamaan dengan berjalannya waktu, usia dan pengalaman hidup yang telah saya jalani.… 
Ternyata, tanpa disadari 36 tahun sudah kiprah saya dalam dunia kepenulisan!
Ah, rasanya saya perlu menyusunnya kembali. Insya Allah.
Kali ini saya ingin meriwayatkan lakon hidup seorang Pipiet Senja. Seorang  putri dari seorang prajurit. Seorang  anak sulung dari tujuh bersaudara. Seorang penderita thallassemia. Seorang penulis perempuan. Seorang ibu dari dua orang anak. Seorang istri dari seorang pria Tapanuli dan.... Seorang muslimah yang masih belajar banyak dari kehidupan di sekitarnya.
Tujuan saya menuliskan riwayat diri ini sederhana saja. Saya hanya ingin mengabarkan, terutama, kepada sesama penderita thallassemia tentang kiprah dan pergulatan saya dalam melakoni takdir. Kepada sesama perempuan, saya ingin berbagi lakon. Kepada para sohib, saudara-saudariku seiman, saya ingin mempererat tali ukhuwah Islamiyah. Kepada para donatur, apakah itu darah atau dorongan spiritual dan materi, betapa rasa terima kasih saya.
Kepada anak-anak, mungkin kelak cucu-cucu, saya ingin mengabarkan sebagian tapak yang pernah dilewati. Kepada ibu-bapak dan saudara-saudaraku, saya ingin mengenang kembali seluruh atensi, kasih sayang yang telah diberikan. Tak lupa kepada seorang pria, seorang pendamping hidup yang telah banyak membentuk karakterku, yakni sang suami tercinta.... Yang, inilah cahaya di kalbuku!
Melalui memoar ini pula, saya ingin menyelami kembali lakon demi lakon yang telah dilalui. Ada yang manis, pahit, memelas. Ada juga yang kocak, lucu dan konyol. Semua, semuanya ingin saya teropong kembali. Ibarat seorang tua  merindukan masa-masa mudanya yang hampir hilang. Begitulah barangkali.
Seperti kebanyakan karya-karya saya. Baik itu berupa cerpen, novelet dan novel. Saya suka berangkat dari pengalaman keseharian. Saya suka mengangkat tokoh perempuan. Baik yang tegar, mandiri. Atau sebaliknya yang tertindas, terpinggirkan dan dilecehkan.
Di sini saya tidak akan menggunakan metoda-metoda yang njelimet. Saya akan menulis apa adanya. Karena seperti juga moto hidup saya; berjalan apa adanya  dan berdamai dengan keadaan. Bahasanya pun takkan njelimet, insya Allah. Seperti gaya bahasa saya dalam karya-karya yang pernah saya lahirkan. Sederhana, mengalir begitu saja. Jadi kalau Anda mencari hal-hal yang berbau nyastra, tentunya takkan ditemukan di sini. Biarlah, gaya bahasa populer  bagian saya.
Peristiwa-peristiwa diruntut secara  lurus. Diawali dari masa kanak-kanak, remaja,  Tentang sosok orang tua, kakek-nenek dan ibu-bapak.Tentang proses kreativitas menulis. Saat-saat memasuki gerbang perkawinan. Saat-saat menanti kelahiran dan membesarkan buah hati. Saat-saat mengarungi badai dan gelombang rumah tangga. Saat-saat langit dan bumi bak menyatu dan tak berbatas…
Ada juga beberapa hal yang tidak dipaparkan secara rinci. Hanya untuk menghormati beberapa sosok dalam kehidupan saya. Lantas, diakhiri dengan epilog berisikan tentang keadaan saya pada saat menulis memoar ini. Tak lupa dilampirkan sebuah cerpen karya saya.
 Nah, saya awali saja dari sebuah rumah kuno di desa Regol, jalan Empang kabupaten Sumedang. Ini adalah tempat mukim keluarga kakek dan nenek saya dari pihak ibu.  Karena dari sinilah saya berawal.

0 Komentar

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama